Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
RATUSAN jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) menggelar aksi unjuk rasa.
Ratusan jurnalis dari berbagai media tersebut melakukan long march dari Denpasa Bajrasandi Renon Denpasar menuju Kantor Willayah Hukum dan Ham Provinsi Bali, Jumat (25/1).
Dalam perjalanan ke Kantor Wilayah Hukum dan Ham Bali tersebut, ratusan jurnalis membawa berbagai poster bertuliskan permintaan agar Presiden Jokowi dan Menteri Hukum dan Ham Yasona Laoly segera mencabut remisi terhadap otak pembunuhan wartawan Radar Bali Anak Agung Gede Narendra Prabangsa, dengan Napi atas nama I Nyoman Susrama segera dicabut.
Dalam proses tersebut, selain poster para pendemo juga membawa foto korban berukuran besar ikut diarak menuju Kantor Wilayah Hukum dan Ham Provinsi Bali. Istri korban bersama beberapa keluarga ikut dalam arak-arakan tersebut.
Koordinator aksi, Nandhang Astika menegaskan jika awalnya Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Susrama.
"Tapi disebut sebagai remisi," katanya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar itu melanjutkan, aksi yang digelarnya sama sekali tidak berkaitan dengan aksi dukung-mendukung Pilpres, karena yang dikritiknya adalah Presiden Jokowi, meski sebagai calon presiden nomor urut 01.
"Aksi kita tidak ada hubungan dengan Pilpres baik (capres) 02 maupun 01. Siapapun yang akan menunggangi, itu urusan kalian dan kami akan lawan. Tujuan kami adalah satu, cabut remisi pembunuh jurnalis," katanya.
Nandhang menilai keputusan Jokowi yang memberikan remisi terhadap Susrama sebagai bentuk kemunduran kebebasan pers.
"Kami menilai ada kemunduran kebebasan pers karena kasus Prabangsa merupakan kekerasan dan pembunuhan jurnalis di Indonesia yang satu-satunya terungkap bersama aparat dari Polda Bali," ujarnya.
Ia menyebut, jika Presiden Jokowi dan Menteri Hukum dan Ham tidak mencabut remisi terhadap otak pembunuhan wartawan maka dirinya bersama seluruh elemen terkait akan melakukan aksi yang lebih besar lagi.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, IGMP Dwikora Putra secara tegas menolak keputusan presiden memberikan remisi terhadap Susrama.
"Ini bukan semata-mata perjuangan kita terhadap almarhum, tapi juga kemerdekaan pers. Sekali kita beri toleransi, maka selanjutnya akan terjadi hal serupa. Kehidupan pers akan terus terinjak-injak, ditekan kiri-kanan. Kita akan terus berjuang sampai remisi ini dibatalkan," tegas dia.
Baca juga: Jurnalis Pers Mahasiswa UGM Dikriminalisasi
Pengacara yang ikut berjuang mengungkap pembunuhan Prabangsa, Made Suardana menjelaskan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa memakan waktu cukup panjang dan menjadi perhatian publik.
"Pertama, ini kasus publik, kedua, yang dibunuh adalah pilar demokrasi," papar dia.
Menurutnya, Keputusan Presiden (Kepres) mengandung kecacatan saat tidak melakukan elaborasi komprehensif terhadap struktur dan esensi kasusnya.
"Ada 115 orang yang mendapat keistimewaan sama dan diubah. Kasus Prabangsa berbeda. Siapa yang dibunuh itu perbedaannya. Ada ketidakcermatan dari Kanwil Hukum dan HAM Bali dan pusat. Kasus ini harusnya dibuka dulu kepada publik, semacam hearing. Kami menganggap ini terselubung," tuturnya.
Di mata pengacara yang karib disapa Ariel itu, yang paling bertanggungjawab atas kasus ini adalah Jokowi.
"Saat menandatangani itu, Jokowi mendapat usulan dari Kemenkumham," urai dia. Ia juga menyoroti pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Logika Yasonna Laoly keliru yang menyatakan pidananya 20 tahun ditambah 10 tahun menjadi 30 tahun. Remisi secara tegas tidak boleh menjalankan hukuman tidak lebih 15 tahun penjara lagi. Artinya, Susrama tidak lama lagi akan bebas. Cabut Kepres 29 tahun 2018, anulir point 94," pintanya.
SJB menyampaikan enam tuntuan yang disampaikan. Pertama, mengecam kebijakan Jokowi yang memberikan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis.
Kedua, menuntut Presiden Jokowi mencabut keputusan presiden pemberian remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara terhadap Susrama yang tercantum dalam Kepres Nomor 29 Tahun 2018.
Ketiga, menuntut presiden dan bawahannya agar lebih berhati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan-kebijakan yang melemahkan kebebasan dan kemerdekaan pers.
Keempat, mendesak Kanwil Hukum dan HAM Bali mengungkapkan ke publik proses dan dasar pengajuan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara untuk I Nyoman Susrama pembunuh jurnalis.
Kelima, mendesak aparat penegak hukum agar menuntaskan pengungkapan kasus pembunuhan maupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia serta mendorong pemerintah agar menjamin kemerdekaan pers.
Keenam, menuntut Presiden RI harus menjamin dan melindungi kemerdekaan pers. Pada kesempatan itu, istri almarhum Anak Agung Gede Narendra Prabangsa ikut hadir dalam barisan aksi demonstrasi. (OL-3)
Laporannya merinci kasus 34 jurnalis lain yang telah dipenjara di Arab Saudi, termasuk blogger Raif Badawi, yang dipenjara di negara asalnya sejak 2012 atas tuduhan menghina Islam.
"Kebenaran yang sudah diketahui telah terungkap sekali lagi dan sekarang sudah dikonfirmasi. Namun ini tidak cukup," dia memperingatkan.
MEKSIKO menjadi negara paling mematikan di dunia bagi insan media pada 2020.
Keenam tersangka itu ialah Syamsul (32), Nawir (30), Doni (20), Haerudin (18), Ilham (19) dan Ali Baba (25). Pembunuhan dilatarbelakangi sakit hati.
Persidangan itu dikritik oleh pejabat PBB dan pegiat HAM, yang menyebutkan otak di balik pembunuhan wartawan Arab Saudi tersebut masih berkeliaran.
Ayah korban, Suwandi, tidak puas dengan kesimpulan polisi yang menyebut sang putra tewas bunuh diri di pinggir Jalan Tol JORR Ulujami.
Memperingati Hari Raya Waisak Tahun 2025, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Timur memberikan Remisi Khusus (RK) Waisak kepada 24 narapidana beragama Budha.
SEBANYAK 1.079 narapidana dan anak binaan beragama Budha mendapatkan remisi hari raya Waisak. Total, ada 1.524 narapidana dan anak binaan beragama Buddha
Remisi hari raya dinilai tak pantas diberikan kepada narapidana kasus tindak pidana korupsi
8.065 orang warga binaan lembaga pemasyarakatan (lapas) di Jakarta menerima remisi atau pengurangan masa pidana khusus
RK Nyepi diterima oleh 1.629 narapidana beragama Hindu dan PMP kepada 12 anak binaan
SEBANYAK 14 .799 narapidana di Jawa Timur mendapatkan remisi khusus Idul Fitri 2025 dan 156 di antaranya langsung bebas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved