Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Jakarta Kian Macet, Pengamat: Industri Sepeda Motor Sudah Kebablasan

Rahmatul Fajri
11/2/2023 15:45
Jakarta Kian Macet, Pengamat: Industri Sepeda Motor Sudah Kebablasan
Kendaraan memadati jalan di kawasan Lenteng Agung, Jakarta(ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

KEMACETAN di DKI Jakarta merupakan persoalan klasik yang belum terselesaikan. Sempat mereda pada pandemi covid-19, kini macet di Jakarta kembali parah.

Berdasarkan pantauan Media Indonesia di lapangan, ruas jalan seperti Sudirman-Thamrin hingga ke Blok M dan Fatmawati terdapat antrian panjang kendaraan, khususnya pada pagi dan sore hari.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai kemacetan disebabkan jumlah kendaraan pribadi yang lebih banyak ketimbang transportasi umum.

Ia menilai saat ini masyarakat cenderung menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil. Padahal, kata ia, Jakarta memiliki transportasi publik, seperti commuter line atau KRL, TransJakarta, moda raya terpadu atau MRT yang cakupannya hingga 92%.

"Meski di Jakarta itu sudah diberikan transportasi publik yang cukup baik, cakupannya sudah sampai 92%, masalahnya orang Jakarta termasuk Indonesia ini masih senang menggunakan sepeda motor. Kendalanya itu," kata Djoko kepada Media Indonesia, Sabtu (11/2).

Djoko menyoroti adanya industri sepeda motor Indonesia sudah kebablasan. Ia menilai antara kebijakan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan tidak sinkron.

"Kementerian perindustrian hanya melihat sisi ekonomi, sementara Perhubungan selalu melihat sisi keselamatan. Namanya keselamatan lebih utama dari ekonomi, ini yang sebenarnya mulai dipikirkan," katanya.

Baca juga: Pesepeda Motor Tewas Ditabrak BMW Lawan Arus di Jaksel

Maka dari itu, ia menilai perlu langkah untuk mengurangi kendaraan pribadi di jalanan guna menekan kemacetan. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan ganjil genap. Namun, kebijakan itu masih bisa diakali dengan membeli mobil dan memasang pelat yang berbeda. Dampaknya juga jumlah mobil ikut bertambah.

Ia menilai jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) perlu direalisasikan di Jakarta. Ia mengambil contoh Singapura yang menerapkan ERP, bahkan jauh sebelum transportasi umumnya sudah bagus layak.

"ERP itu di Singapura lebih gawat lagi, dia ERP itu saat transportasi publik belum bagus sekali, mending Jakarta sekarang sudah bagus. Kalau sudah mikir masa depan lakukan ERP," katanya.

Ia mengatakan ERP bisa diterapkan tanpa terkecuali. Ia mengatakan tidak ada yang diistimewakan dalam kebijakan tersebut. Sehingga, para pengguna kendaraan pribadi bisa beralih ke transportasi umum.

Namun demikian, ia memberi catatan ketika ERP diterapkan. Ia mengatakan perlu adanya transportasi umum yang layak dan menyentuh kantung permukiman warga di wilayah penyangga.

Selain itu, juga ada transportasi umum yang layak dan bagus untuk warga dengan berpenghasilan menengah ke atas. Dengan fasilitas yang bagus, tepat waktu, warga dengan ekonomi menengah ke atas bisa beralih ke transportasi umum.

"Perbanyak Royal Trans, Jconnection yang menyasar kawasan elit untuk orang kaya yang tidak mau desak-desakan. Itu angkutan umum bersifat privat, bayar mahal, tapi secara total lebih murah ketimbang bawa mobil sendiri," katanya.(Ant/OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik