MEREBAKNYA kabar PT Sorin Maharasa yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak kepada 17 karyawan. Bahkan disusul dengan aksi unjuk rasa berkali-kali oleh ormas Badan Pembinaan Potensi Keluarga Besar Banten (BPPKB), membuat Direktur Utama PT Sohrin Maharasa, Andhika Berlian Lie angkat suara mengaklarifikasi masalah tersebut.
Aksi ormas BPPKB menutup pintu masuk pabrik yang di Jl. Pembina Rawa Haur (Lanbaw) No.3, RT.6/RW.6, Cigandaria, Sentul, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, pada Rabu (8/12) membuat kerugian tidak hanya pada PT Sorin Maharasa, namun pada iklim investasi di Kabupaten Bogor
Andhika Berlian dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/12) menceritakan awal mula masalah ini. Diawali pada 10 Oktober 2021, tim internal audit perusahaan menemukan adanya indikasi penggelapan dana perjalanan di dalam department Distribusi. Berdasarkan fakta awal, pihaknya melakukan internal audit. Laporan audit periode Januari – Oktober 2021 selesai dan menemukan penggelapan dan pemalsuan data yang dilakukan oleh seluruh lapisan di department Distribusi.
Setelah melalui kajian mendalam berdasarkan Peraturan Perusahaan dan Hukum ketenagakerjaan, akhirnya pihak perusahaan memutuskan untuk melakukan sosialisasi mengenai permasalahan tersebut kepada seluruh karyawan yang ada dalam department terkait. Sosialisasi dilakukan pada Jumat (12/11/2021) dimulai pukul 9:30 WIB. Dalam sosialisasi tersebut, karyawan diberikan kebebasan untuk memilih jalur penyelesaian; menempuh proses hukum sesuai dengan hukum pidana yang berlaku atau jalur penyelesaian damai dengan pengunduran diri.
"Berdasarkan hasil dari diskusi pada hari itu, seluruh karyawan yang terkait setuju dan bersedia untuk menempuh jalur perdamaian yaitu dengan mengajukan surat pengunduran diri. Dengan demikian, kami dari perusahaan menganggap bahwa penyelesaian atas permasalahan sudah final. Perusahaan juga memutuskan untuk menghapuskan penggantian ganti rugi yang semestinya digantikan oleh para karyawan tersebut," ujar Andhika.
Sayangnya, tiga hari kemudian (15/11/2021) tanpa adanya informasi sebelumnya organisasi masyarakat BPPKB datang mengatasnamakan ke 17 karyawan tersebut untuk meminta dijadwalkan kembali mediasi. Kemudian, esoknya (16/11/2021) pihak ormas kembali mendatangi kantor perusahaan untuk dilakukan mediasi ulang. Pada mediasi tersebut, kedua belah pihak tetap tidak menemukan titik temu yang pada akhirnya pada Kamis (18/11/2021) ormas BPPKB berunjukrasa menuntut “haknya” dipenuhi oleh perusahaan.
Dalam aksi masa tersebut, pihak ormas memaksa untuk kembali melakukan mediasi yang berjumlah 9 orang perwakilan. Selain itu, mereka memblokir/menutup paksa gerbang pabrik dengan cara memarkirkan motor seluruh anggota ormas di depan gerbang pabrik, sehingga akses keluar masuk gerbang pabrik tertutup. Ini mengakibatkan operasional Perusahaan tidak dapat berjalan dan menimbulkan kerugian.
Proses mediasi yang ketiga kalinya dihadiri petugas Polres Bogor, pada Selasa (23/11). Namun Ormas BPPKB tetap bersikeras untuk menuntut haknya dan menolak segala fakta dan bukti yang ada. Dengan demikian, hingga kini kedua belah pihak belum menemukan titik penyelesaian.
"Jadi kami hanya ingin meluruskan info yang beredar. Kami berharap aparat penegak hukum bersikap tegas. Semua fakta sudah disampaikan tapi Ormas BPPKB menutup mata dan memaksa. Perusahaan merasa adanya pemerasan atas perhitungan hak yang tidak mendasar dari segi Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan yang berlaku. Selain itu, pihak ormas juga menolak penyelesaian yang semestinya dilakukan di Dinas Ketenagakerjaan," paparnya.
Selain itu, adanya aksi masa menyusul yang jadwalnya akan dilakukan pada tanggal 8-10 Desember 2021 membuat perusahaan mempertanyakan maksud dibalik aksi tersebut. " Ini benar ormas mewakili masyarakat secara objektif ataukah ada kepentingan lain dibalik aksi tersebut," tegasnya. (OL-13)
Baca Juga: Polisi Bongkar Posko dan Antribut Ormas di Jakarta Barat