Dinilai Diskriminatif, 17 SMA-SMK di Depok Digeruduk Wali Murid

Kisar Rajaguguk
30/6/2019 19:55
Dinilai Diskriminatif, 17 SMA-SMK di Depok Digeruduk Wali Murid
Sejumlah siswa dan orang tua murid antre saat akan mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)(ANTARA FOTO/Yulius Satria )

RATUSAN orangtua dari 21.812 lulusan SMP di Kota Depok yang gagal masuk SMA dan SMK Negeri melampiaskan kekecewaan mereka ke 17 SMA dan SMK Negeri Kota Depok hingga Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II Jawa Barat di Bogor.

Mereka mengeluh dan menangis karena anak mereka tidak diterima di SMA dan SMK Negeri. Ratusan orangtua bahkan sudah mendatangi 17 SMA dan SMK dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wiulayah II Jawa barat di Bogor. Mereka memprotes sistem pendaftaran zonasi umum yang dinilai tidak fair. Terutama soal perhitungan jarak yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Rizal, warga Kompleks Pondok Tirta Mandala, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok menyampaikan rasa kecewanya karena anaknya tidak diterima di SMA Negeri 2 Kota Depok kendati memiliki nilai ujian sekolah rata-rata 8,70. Selain itu radius rumah ke SMA Negeri 2 pun cukup dekat.

Rizal mensinyalir proses PPDB tahun ajaran 2019-2020 di SMA Negeri 2 sarat dengan praktik pungutan liar (pungli).

"Saya menduga di SMA Negeri banyak siswa titipan yang dilakukan dengan tersistematis, terstruktur, dan masif (TSM)," tegasnya.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Rizal, penyelenggara pendidikan di SMA Negeri 2 Kota Depok, memasukkan siswa titipan meski nilai ujian sekolah rendah dan bahkan radius rumah ke SMA Negeri 2 lumayan jauh. Mereka diterima setelah pihak penyelenggara sekolah menarik uang bervariasi

"Puluhan peserta didik titipan ditetapkan biaya sebesar Rp10 juta sampai Rp15 juta per orang," beber Rizal Minggu (30/6).

Ramli, salah seorang orangtua yang anaknya tidak masuk jalur PPDB SMA Negeri 1 Kota Depok Jalan Nusantara Nomoe 317 Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoranmas juga mensinyalir sarat dengan pungli yang diduga didiipraktekkan pihak penyelenggara sekolah setempat.

Ia berharap Ombudsman Pusat dan Ombudsman Jakarta Raya segera meninjau SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 1. Termasuk SMA Negeri dan SMK Negeri lain.

"Kami mendesak Ombudsman menggugurkan kepesertaan siswa titipan tersebut. Sedangkan penyeleneggara sekolah harus diproses hukum, “ tegas Ramli.


Baca juga: Warga Depok yang Lahir 1 Juli Bisa Bikin SIM Gratis


Di kesempatan terpisah, Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho, berjanji untuk mengawal pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 tingkat SMA dan SMK di Kota Depok.

"Nanti ada tim siluman PPDB Ombudsman Jakarta Raya, tugasnya memantau SMA dan SMK Kota Depok. Jika ditemukan ada praktik jual beli kursi dan pungli pembangunan rombel, pakaian seragam, sepatu, ikat pinggang, fotokopi, penjualan map, lanjutnya, tim Ombudsman Jakarta Raya akan ambil sikap tegas," tuturnya.

Ombudsman Jakarta Raya nanti akan membuka posko pengaduan PPDB bagi masyarakat.

"Terutama orangtua/ wali siswa yang ingin menyampaikan laporan pengaduan selama proses PPDB berlangsung. Orangtua/wali siswa dapat langsung menghubungi Ombudsman Jakarta Raya," tegas Teguh.

Selain pembukaan posko, ungkap Teguh, Ombudsman Jakarta Raya juga menggandeng Polri, dan jurnalis yang tergabung dalam Perhimpunan Jurnalis Kota (Perjaka) Depok pada pelaksanaan PPDB.

Pengajar Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila (UP) Jakarta mengapresisasi Ombudsman Jakarta Raya yang menggandeng Polri dan Jurnalis Perjaka tersebut.

"Menurut saya pelibatan Polri dan Jurnalis merupakan langkah positif sehingga publik bisa mendapatkan informasi secara akurat di media massa," ujarnya. (OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya