Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Penjual Parcel Cikini Bertahan Hingga Kini

Yanurisa Ananta
12/6/2018 19:09
Penjual Parcel Cikini Bertahan Hingga Kini
(MI/Pius Erlangga)

JALAN Pegangsaan Timur, Menteng, Jakarta Pusat tampak tak pernah 'tidur' menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di ujung pertemuan Jalan Cikini, pada trotoar tepat di seberang Stasiun Cikini, padat dengan berbagai keranjang bingkisan berisi aneka ragam makanan dan minuman alias parcel.

Mobil dan motor ramai parkir di depan trotoar itu, menjelang tengah malam. Sementara, si empunya kendaraan menawar parcel dengan harga semurah mungkin.

Hari Raya Idul Fitri memang menjadi momentum sejumlah pedagang parcel meraih keuntungan. Setiap hari, ada saja pembeli yang datang dan membeli parcel dalam jumlah banyak.

Ita, 49, pemilik Sayang Parcel, mengaku di pagi hari saja ada 4-5 pengunjung. Hingga malam, bisa sampai 10 orang pengunjung.

"Tapi sebenarnya keuntungannya sama saja dari tahun ke tahun karena kan harga makanan juga ikut naik. Sekarang nih ramainya beberapa hari mau Lebaran," kata Ita yang mengaku sidah empat tahun berdagang di Pasar Kembang Cikini, Selasa (12/6).

Merunut ke belakang, pedagang parcel di Cikini mulanya berdagang di lapak Stasiun Cikini sisi Jalan Pegangsaan Barat, bersama pedagang bunga.

Namun, pada 2013 pedagang bunga dan parcel digusur dari Stasiun Cikini oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero). Kemudian, pedagang parcel ini direlokasi ke pusat perbelanjaan Cikini Gold Center (CGC), yang berada persis di seberang Stasiun Cikini.

Andi, 39, pemilik D&T Parcel, mengaku dinamika berjualan parcel cukup tinggi. Sejak menempati Lantai 1 CGC penjualan parcelnya menurun. Bisnisnya bertahan lantaran ia juga menerima pesanan hantaran lamaran.

"Dua tahun belakangan sepi pembeli. Entah karena sudah tidak tren lagi atau kondisi ekonomi dolar naik jadi daya beli juga berkurang," tutur Andi.

Hampir sebulan Andi membuka gerainya di trotoar Jalan Pegangsaan Timur, baru satu perusahaan yang memesan dari tokonya. Biasanya beberapa perusahaan dan langganan memesan di lapaknya. Saat ini, katanya, lebih banyak orang yang datang sudah membawa makanan sendiri dan dipercantik di tokonya.

"Setiap toko di sini punya langganan. Kebanyakan yang dibeli bukan parcel tapi jasa mendekornya," imbuhnya.

Untuk harga, lanjut Andi, tergantung jumlah makanan yang dibawa Andi. Semakin banyak makanan, semakin sulit bungkusan yang dibuat. Paling murah jasa pembungkusan Rp125 ribu sudah termasuk keranjang dan aksesoris. Untuk barang pecah belah, seperti gelas dan piring dipatok Rp180ribu sampai Rp200 ribu.

Selain itu, Andi juga menjual parcel makanan dan gelas serta piring. Paling murah ia mematok makanan yang sudah dibingkis seharga Rp150 ribu sampai Rp950 ribu. Ukuran parcel pun beragam, dari yang mulai ukuran sedang setinggi 30cm sampai hampir dua meter. Kalau keramik satu set dari yang harga Rp200 ribu sampai Rp3 jutaan. Sementara, hiasan Kaligrafi sekitar Rp2,5 jutaan.

Saat ini Andi mengaku belum bisa mengatakan berapa omzetnya berdagang parcel. Pasalnya, kmzet biasa dihitung lepas Lebaran. Namun, dari dua tahun ini omset berkurang 10%-30%.

"Yang datang juga paling yang lewat lewat saja. Langganan sih ada cuma tidak seramai dulu." pungkas Andi.

Melly, 29, warga Jakarta Timur mengaku dari tahun ke tahun membeli parcel di Cikini lantaran harganya yang murah dan dekat dari rumah. Hari ini, ia membawa satu bingkisan parcel untuk kawannya.

"Bingkisan ini buat teman saya. Ke sini karena harganya lebih murah dan dekat dari rumah." tuturnya.

Pedagang parcel di trotoar Stasiun Cikini hanya pedagang musiman yang berjualan di Hari Raya dan tahun baru. Setelah hari raya selesai, trotoar kembali steril sehingga pedestrian bisa kembali leluasa berjalan kaki. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anata
Berita Lainnya