Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

KLHK Bantah Laporan Greenpeace Soal Kualitas Udara

Dhika Kusuma Winata
12/3/2019 15:28
KLHK Bantah Laporan Greenpeace Soal Kualitas Udara
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyangkal laporan organisasi Greenpeace yang menyebut kualitas udara Jakarta terburuk se-Asia Tenggara.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK MR Karliansyah menyatakan kualitas udara Jakarta tidak seburuk yang dikatakan laporan Greenpeace. Terlebih, kata Karliansyah, laporan tersebut juga mengaitkan tingginya tingkat debu partikel PM 2.5 lantaran industri dan pembangkit listrik batu bara di sekitar Jakarta.

"Dalam setahun memang 50% kualitas udara Jakarta tidak baik. Tapi sisanya berada dalam kondisi baik dan sedang. Bisa dipastikan pencemarannya lebih banyak atau 70% karena sumber bergerak yakni transportasi. Di Cilegon ada PLTU tapi debunya tidak ke Jakarta karena arah anginnya berbeda," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (12/3).

Baca juga : Menteri LHK Siti Nurbaya Pimpin Penanaman Pohon Serentak se Indonesia Tahap III

Berdasarkan data KLHK, sepanjang 2018, tercatat 34 hari Ibu kota mengalami kualitas udara dengan kategori baik. Selama 122 hari kualitas udara dalam kondisi sedang dan 196 hari udara berada dalam kategori tidak sehat.

Adapun rata-rata tahunan PM 2.5 di Jakarta pada 2018 sebesar 34,57 mikrogram per meter kubik. Angka itu, lanjut Karliansyah, memang melampaui standar baku mutu nasional yakni 15 mikrogram per meter kubik. Jika merujuk standar WHO yang sebesar 10 mikrogram per meter kubik, kondisinya melampaui lebih dari tiga kali lipat.

"Tapi mungkin di Asia Tenggara angka itu tidak yang paling buruk lah," tutur Karliansyah.

Baca juga : Bukan Hanya PLTU, Dua Hal Ini Juga Jadi Pemicu Polusi Udara

Sepanjang Januari-Februari tahun ini, ungkapnya, tercatat Jakarta mengalami kondisi udara baik selama 10 hari dan kondisi sedang 38 hari. Adapun kondisi tidak sehat terjadi 11 hari.

Untuk menangani pencemaran udara dari transportasi, pemerintah mendorong sinergi lintas sektor khususnya upaya dari pemerintah daerah. Pemda diminta memperbanyak hutan dan taman kota. Selain itu, pemerintah juga telah menerapkan standar emisi kendaraan euro 4 yang minim emisi.

"Mengatasi pencemaran udara memang butuh inovasi daerah. Misalnya hari bebas kendaraan memang membantu tapi butuh upaya lebih keras lagi," tukasnya.

Sebelumnya, organisasi lingkungan internasional Greenpeace merilis hasil pengukuran kualitas udara Jakarta terburuk di Asia Tenggara. Sumber polusi berupa transportasi dan industri diduga menyumbang besar polusi di Ibu Kota tersebut.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya