Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
DI era modern ini, kita semakin sering melihat fenomena di mana anak-anak dipaksa untuk tumbuh terlalu cepat. Istilah “sindrom anak terburu-buru” atau hurried child syndrome sedang menjadi topik hangat, terutama di kalangan orangtua.
Fenomena ini mengacu pada anak-anak yang didorong untuk bertindak dan berpikir seperti orang dewasa sebelum mereka siap. Hal ini sering kali menyebabkan tekanan mental dan emosional yang berlebihan.
'Sindrom anak terburu-buru' adalah kondisi di mana anak-anak dipaksa untuk melewati masa kecil mereka dengan cepat dan diharapkan untuk menangani tanggung jawab yang biasanya lebih cocok untuk orang dewasa.
Baca juga : Enfagrow A+ Ajak Orang Tua Optimalkan Kecerdasan Akademis dan Emosional
Dilansir dari Parents menurut Sanam Hafeez, PsyD, seorang neuropsikolog dari New York City, ini adalah bentuk "epidemi" yang sedang menyebar di masyarakat kita. Anak-anak diharapkan untuk berprestasi di luar kemampuan mereka, baik di sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, olahraga, maupun kehidupan sosial mereka.
Sebutan sindrom anak tergesa-gesa pertama kali dicetuskan David Elkind, PhD, psikolog anak asal Amerika Serikat, tahun 1980an. Fenomena ini sebenarnya sudah ada jauh dari sebelum istilah-istilah ini terbentuk.
“Versi modern dari sindrom ini mungkin lebih terstruktur dan tertekan karena sistem pendidikan yang kompetitif dan tuntutan untuk mencapai kesuksesan masyarakat,” kata Dr. Hafeez.
Baca juga : Orangtua Diminta Peka terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap sindrom ini. Orangtua sering kali tidak menyadari niat mereka untuk memberikan yang terbaik bagi anak, justru bisa menjadi bumerang.
Thomas Priolo, MD, seorang psikiater di Jersey Shore University Medical Center, menyatakan kecemasan orangtua mempersiapkan anak-anak mereka menghadapi masa depan yang kompetitif, membuat mereka tanpa sadar mendorong anak-anak untuk tumbuh terlalu cepat.
Media sosial juga memperburuk tekanan ini, dengan memperlihatkan kehidupan orang lain yang tampak lebih sukses, sehingga orangtua merasa harus berbuat lebih banyak untuk anak-anak mereka.
Baca juga : Ini Tips Menyiapkan Mental Anak Agar Bersemangat Masuk Sekolah
Ketika anak-anak didorong untuk tumbuh lebih cepat daripada yang seharusnya, hal itu dapat menyebabkan berbagai masalah psikologis dan emosional. Anak-anak mungkin mengalami stres, kecemasan, dan depresi. Selain itu, mereka juga bisa mengalami kesulitan akademis, kelelahan, dan gangguan hubungan sosial.
Priolo menjelaskan meskipun orang tua bermaksud baik, tekanan yang mereka berikan sering kali kontraproduktif dan merusak perkembangan anak.
Beberapa tanda anak Anda mungkin mengalami sindrom ini meliputi:
Baca juga : 6 Cara Mengajarkan Kesabaran pada Anak
Mencegah sindrom ini, penting bagi orangtua menciptakan lingkungan yang mendukung dan tidak terlalu menuntut. Memberikan anak waktu bermain yang tidak terstruktur dan mengurangi paparan teknologi adalah langkah yang baik untuk mempromosikan eksplorasi dan pembelajaran mandiri.
Priolo juga menekankan pentingnya memberikan anak kebebasan untuk menetapkan tujuan mereka sendiri yang sesuai dengan usia dan kemampuan mereka, serta menghargai proses belajar daripada hanya hasil akhir.
Akhirnya, Hafeez menambahkan bahwa orang tua harus mencontohkan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat dan menunjukkan bahwa menikmati hal-hal sederhana dalam hidup adalah bagian penting dari kebahagiaan dan kesejahteraan.
'Sindrom anak terburu-buru' adalah fenomena yang perlu diwaspadai para orangtua. Dengan memahami tanda-tanda dan dampaknya, serta menerapkan strategi pengasuhan yang lebih lembut dan mendukung, kita dapat membantu anak-anak menikmati masa kecil mereka sepenuhnya tanpa terbebani oleh tekanan yang tidak semestinya.
Mari kita ingat, masa kecil adalah waktu untuk bermain, belajar, dan berkembang, bukan untuk terburu-buru menjadi dewasa. (Parents/Z-3)
Ingin minta maaf dengan tulus? Ini panduan minta maaf dari para ahli.
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Perasaan sedih dan stres saat harus kembali ke rutinitas usai liburan dalam dunia psikologi disebut dengan istilah post holiday blues.
Pondok Pesantren Darunnajah menghadirkan Darunnajah Assessment and Development Center (DADC), sebuah pusat asesmen dan pengembangan psikologis bagi santri, pendidik, dan masyarakat umum.
Pentingnya peran psikologi sebagai disiplin ilmu dan praktik dalam mendukung pembangunan bangsa, terutama dalam menciptakan masyarakat yang sehat secara mental dan berdaya saing.
Saat ini, timnas U-20 sedang menjalani pemusatan latihan di Jakarta, yang dijadwalkan berlangsung sejak 5-30 Januari sebelum tampil di Piala Asia U-20 di Tiongkok.
Collaborative for Academic Social Emotional Learning (CASEL) mulai mendapat perhatian serius di Indonesia.
Regene Genomics menghadirkan Tes DNA EMO-Q yang bisa mendeteksi hubungan dan emosional pasangan untuk mendapatkan hubungan yang lebih sehat.
Perbaikan masalah sensori bisa membantu memperbaiki area otak yang berkaitan dengan pemahaman tekstur dan penerimaan input dari orang lain.
Keputusan bercerai yang diambil dalam keadaan emosional atau secara sepihak bisa menimbulkan berbagai masalah, termasuk stres dan depresi pada mantan pasangan.
Me time atau meluangkan waktu untuk diri sendiri memiliki peran penting bagi kaum perempuan, terutama dalam menjaga keseimbangan emosional, mental, dan fisik atau meningkatkan kualitas hidup
Survei OECD merupakan upaya internasional komprehensif untuk mendokumentasikan keterampilan sosial emosional siswa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved