Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
TERAPI stem cell (sel punca) menjadi salah satu harapan untuk pemulihan pasien penyakit degeneratif yang sulit disembuhkan. Misalnya, diabetes, strok, osteoartritis, dan alzeimer. Selain itu, sel punca juga dapat dimanfaatkan untuk terapi estetika, seperti peremajaan kulit dan antiaging.
Bagaimana sel punca dapat membantu penyembuhan penyakit? Apa saja yang perlu diperhatikan dalam memilih layanan terapi ini? Berikut penjelasan dokter ahli stem cell, dr. Yanti Kushmiran, pada pembukaan Klinik dr. Yanti Stem Cells di Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Sel punca merupakan sel induk yang dapat bertransformasi menjadi berbagai jenis sel tubuh. Sifat itulah yang membuat terapi sel punca dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Sebagai contoh, dalam pengobatan diabetes, sel punca yang ditempatkan di jaringan pankreas berubah menjadi sel-sel pankreas yang memproduksi hormon insulin untuk metabolisme glukosa sehingga kadar gula darah yang tinggi dapat diturunkan. Lalu, pada terapi osteoartritis (ausnya bantalan sendi), sel punca yang disuntikkan ke jaringan sendi berubah menjadi sel penyusun bantalan sendi. Dengan demikian, rasa nyeri karena penipisan bantalan sendi dapat diatasi.
Baca juga : Petik Manfaat Stem Cell, Oki Setiana Dewi Jadi Brand Ambassador CSC
Sel punca untuk terapi dapat berasal dari orang lain maupun dari diri sendiri. Sel punca yang berasal dari tubuh sendiri disebut autologous stem cells. Dalam hal ini, sel punca diambil dari sumsum tulang belakang, lalu diproses dan diperbanyak di laboratorium hingga mencapai dosis yang dibutuhkan untuk terapi. Karena sel punca adalah sel hidup, penyimpanannya membutuhkan kondisi khusus agar tetap hidup hingga waktu pelaksanaan terapi. Di sinilah pentingnya peran laboratorium khusus untuk memproses dan menjaga kualitas sel punca.
“Klinik kami juga dilengkapi dengan laboratorium stem cells berstandar internasional,” kata dr. Yanti yang merupakan pendiri Klinik dr. Yanti Stem Cells.
Di negara-negara maju, terapi sel punca sudah diterapkan sejak lama. Teknologinya juga sudah sangat maju. Di Indonesia, terapi ini dalam tahap pengembangan. Menurut dr. Yanti, dengan regulasi yang tepat dan dukungan pemerintah, diyakini Indonesia dapat mengejar ketertinggalan. Terlebih saat ini sejumlah institusi medis dan lembaga penelitian melakukan kolaborasi dengan pakar maupun lembaga dari negara maju, seperti yang dilakukan Klinik dr. Yanti Stem Cells. Klinik ini bekerja sama dengan institusi global seperti International Society for Stem Cell Application, Cellular Hope Institute, dan Global Stem Cells Group.
Baca juga : Stem Cell jadi Terapi Masa Depan untuk Penyembuhan Penyakit Degeneratif
“Kolaborasi dengan institusi global ini memungkinkan kita untuk mengimplementasikan teknologi terbaru terapi stem cells. Jadi, masyarakat Indonesia bisa mendapatkan terapi dengan teknologi maju tanpa harus ke luar negeri,” tutur dr. Yanti yang memilih membuka cabang kliniknya di Mangkuluhur City Artotel, Jakarta karena lokasinya mudah diakses oleh masyarakat dari berbagai daerah.
Meski terapi sel punca menjadi terapi yang sangat menjanjikan, dr. Yanti berpesan agar masyarakat berhati-hati saat akan melakukan terapi sel punca. Karena penggunaan sel punca yang ilegal dan tidak memenuhi standar berisiko mendatangkan efek samping yang tidak diharapkan.
“Pastikan semua prosedur dan produknya telah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah atau sesuai standar internasional,” ujarnya.
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, Klinik dr. Yanti Stem Cells aktif melakukan edukasi dan sosialisasi, baik melalui seminar, workshop, maupun media sosial. “Kami memberikan informasi yang benar mengenai terapi sel punca dan pentingnya mendapatkan perawatan dari sumber yang terpercaya,” pungkasnya. (B-1)
RS Atma Jaya merupakan rumah sakit akademik swasta pertama di Jakarta Utara yang telah mendapatkan sertifikasi resmi dari Kemenkes untuk menyelenggarakan layanan terapi sel.
Indonesia bermitra dengan Swiss dan Amerika Serikat (AS) dalam mengembangkan dunia pengobatan regeneratif.
Fokus utama kolaborasi ini mencakup riset dan pengembangan teknologi terapi sel punca untuk menciptakan pengobatan yang lebih mutakhir dan tepat guna.
Terapi sel punca (stem cell) ortopedi telah dijamin kehalalannya karena menggunakan sel punca yang diperoleh dari plasenta.
Meskipun sel punca tidak secara langsung bisa membunuh virus HIV atau menghentikan pertumbuhan kanker, terapi tersebut bisa membantu meregenerasi jaringan yang rusak.
Sebuah studi terbaru dari City of Hope mengungkap penuaan memicu munculnya jenis baru sel punca adiposit, yang secara aktif memproduksi sel lemak baru, khususnya di perut.
6 tips pola makan untuk pasien kanker yang mendukung pemulihan tubuh, meningkatkan daya tahan, dan menjaga kesehatan setelah pengobatan kanker.
KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras orangtua atau pelaku yang telah melakukan kekerasan dan menelantarkan anak di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Studi ini mengukur gejala seperti heartburn, nyeri dada, naiknya asam lambung, dan mual menggunakan kuesioner penilaian mandiri (GERD-Q, skor 0–18).
PrEP merupakan obat pencegahan HIV yang dikonsumsi sebelum seseorang terpapar virus. Sejak Januari hingga Mei 2025, tercatat 285 warga telah memulai pengobatan PrEP.
Temuan penting menyatakan bahwa pasien penyakit Lyme tetap mengalami gejala persisten meskipun telah menjalani pengobatan antibiotik.
Ada sejumlah suplemen dan obat yang dilarang dikonsumsi berbarengan. Apa sajakah itu? Berikut uraiannya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved