Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
GANGGUAN Hoarding Disorder adalah penyakit mental kompleks yang ditandai dengan kesulitan terus-menerus untuk melepaskan sesuatu barang, yang menyebabkan penumpukan dan kekacauan pada suatu tempat. Gangguan dapat berdampak signifikan pada fungsi dan kesejahteraan sehari-hari seseorang dan lingkungannya.
“Hoarding Disorder merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan mental dengan kecenderungan mengumpulkan atau menimbun barang-barang. Seperti barang yang pada umumnya dianggap tidak berguna atau tidak bernilai lagi (karenanya bisa disebut sampah),” jelas Psikolog klinis, Ratih Ibrahim saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Meski demikian, menimbun dalam kerangka seseorang yang mengalami gangguan hoarding disorder, berbeda dengan kegemaran untuk mengumpulkan barang tertentu seperti yang dilakukan para kolektor.
Baca juga : Kesehatan Mental Generasi Muda Penting dalam Proses Pembangunan Bangsa
“Hoarding Disorder berbeda dengan orang yang suka koleksi barang. Karena kalau kolektor itu pasti barang-barang rapi dan terorganisir, lalu dipajang. Sementara HD berantakan karena barang yang disimpan adalah jenis barang yang sudah rusak, karatan, usang dan tidak ada fungsinya namun, masih ia simpan,” jelas Ratih.
Lebih lanjut Ratih menjelaskan bahwa Hoarding Disorder juga berbeda dengan kegiatan dan pekerjaan para pemulung yang kerap mengumpulkan barang bekas dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi.
“Pada orang dengan hoarding disorder, penimbunan sering kali dilakukan secara acak dan sembarangan. Mereka merasa aman saat bisa menumpuk sampah karena merasa sayang saat membuangnya. Tetapi mengumpulkan barang bekas untuk dijual lagi, seperti pemulung bukan gangguan HD, karena kalau pemulung masih memikirkan ada faktor ekonomi,” jelasnya.
Baca juga : Studi HCC: Orang Indonesia dengan Emotional Eater 2,5 Kali Berisiko Stres
“Akan tetapi, apabila yang disimpan bukan sampah akan tetapi barang-barang milik penderita sendiri yang bekas pakai atau masih sering dipakai maka menurutnya belum tentu dia hoarder,” lanjutnya.
Ratih menjelaskan bahwa hoarding disorder termasuk dalam kategori gangguan mental yang langka. Secara global, hanya 2-5 persen orang terdiagnosis memiliki hoarding disorder. “Gangguan ini biasanya dimulai sekitar usia 15 hingga 19 tahun, cenderung memburuk seiring bertambahnya usia. Penimbunan lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua dibandingkan dewasa yang lebih muda,” jelasnya.
Hoarding disorder, lanjutnya, terkait dengan kondisi kesehatan mental lain seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan attention-deficit and hyperactivity disorder (ADHD).
Baca juga : Psikolog Ingatkan Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental
“HD ini adalah salah satu manifestasi OCD intens kronik. Biasanya gangguan ini akan muncul dan mulai terlihat di usia pra remaja. Karena di usia anak-anak, mereka belum peduli, dan masih diurus oleh orangtua atau pengasuh. HD akan menjadi semakin menguat dengan pertambahan usia,” jelasnya.
Menurut Ratih, gangguan mental ini melibatkan keterikatan emosional yang kuat dengan objek dan ketakutan untuk membuangnya bahkan jika barang-barang itu nilainya kecil atau tidak ada nilainya.
“Seorang penderita HD adalah orang yang pencemas dan insecure. Kemungkinan besar ada manifestasi irrasional pada dirinya, kalau dibuang takut kena musibah, takut kualat, takut orang yang punya nilai sentimental dengan benda tertentunya akan meninggal dan lainnya, cara berpikir yang absurd itu kerap kali hadir di kepala pengidap HD,” katanya.
Meskipun penyebab hoarding disorder belum diketahui secara pasti, Ratih mengungkapkan beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini mulai dari genetik, pengalaman masa lalu hingga pola asuh dan trauma pada diri seseorang. (H-2)
Kesehatan mental yang baik berawal dari kebiasaan kecil, termasuk apa yang Anda konsumsi setiap hari. Tahukah Anda bahwa makanan tertentu mampu meningkatkan mood secara alami?
Ketika anak terlalu sering melihat konten negatif yang muncul seperti kekerasan mereka bisa menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa atau wajar.
PENELITIAN terbaru memperingatkan diet rendah kalori dapat memicu depresi. Pria disebut lebih rentan terhadap efek negatif dari pembatasan makan.
AHLI gizi menyebut kalau ada tiga kandungan gizi dalam keju yang mampu meningkatkan kesehatan mental manusia.
Cardi B mengaku lega berpisah dari Offset setelah bertahun-tahun mengalami tekanan emosional, kebohongan, dan perselingkuhan.
Diet yang mengurangi asupkan kalori secara ekstrem, bisa berdampak serius pada kesehatan mental.
Kemampuan seseorang mengelola emosi sangat berperan penting dalam menentukan seberapa besar dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh berita buruk terhadap kesehatan mentalnya.
RUMAH produksi Falcon Pictures kembali menghadirkan film terbaru bergenre thriller misteri berjudul Dendam Malam Kelam. Disutradarai oleh Danial Rifki,
Temuan tersebut mengungkapkan bahwa pria dengan ADHD mengalami penurunan harapan hidup 4,5 hingga 9 tahun, sementara wanita mengalami penurunan harapan hidup 6,5 hingga 11 tahun.
Kepemilikan senjata api tidak hanya berdasarkan kebutuhan dinas, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek mental dan psikologis.
Dampak pada penerima candaan jika candaan yang diterima melewati batas bisa menurunkan rasa percaya diri, memicu stres, kecemasan, dan atau tekanan psikologis lainnya.
Orang yang hidup dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental, yang dapat mempersulit pengelolaan penyakit tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved