Isu Gaza Disoroti Forum Ekonomi Dunia di Saudi

Ferdian Ananda Majni
28/4/2024 15:30
Isu Gaza Disoroti Forum Ekonomi Dunia di Saudi
Kerabat sandera yang ditawan oleh militan Palestina dan pendukung mereka menyalakan suar dalam unjuk rasa di Tel Aviv, Israel.(AFP/JACK GUEZ)

PERANG di Jalur Gaza, Palestina, dan ketegangan yang lebih luas di Timur Tengah diperkirakan menjadi perhatian utama pada pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Arab Saudi pada Minggu (28/4). Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, para pemimpin Palestina, dan pejabat tinggi dari negara lain menjadi perantara gencatan senjata antara Israel dan Hamas termasuk dalam daftar tamu pertemuan puncak di Riyadh, Arab Saudi.

"Dunia saat ini berada dalam situasi yang sulit, berusaha menyeimbangkan keamanan dan kemakmuran," kata Menteri Perencanaan Saudi Faisal al-Ibrahim pada konferensi pers pada Sabtu (27/4) saat meninjau acara tersebut. "Kita bertemu pada saat ketika satu kesalahan penilaian, satu kesalahan perhitungan, atau satu kesalahan komunikasi akan semakin memperburuk tantangan kita," ujarnya.

Perang Gaza dimulai dengan serangan Hamas yang belum pernah terjadi pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan, yang mengakibatkan kematian sekitar 1.170 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP atas angka resmi Israel. Israel memperkirakan 129 sandera yang ditangkap oleh militan pada 7 Oktober masih ditahan di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut militer tewas.

Baca juga : Saat Palestina Dijajah, Blinken Bahas Normalisasi Israel dengan Saudi

Israel bersumpah untuk menghancurkan Hamas dengan serangan balasan yang menewaskan sedikitnya 34.388 orang di Gaza, sebagian besar wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan.

Presiden WEF Borge Brende mengatakan bahwa ada momentum baru dalam pembicaraan seputar sandera dan kemungkinan jalan keluar dari kebuntuan yang dihadapi di Gaza. Namun, tidak akan ada partisipasi Israel di KTT tersebut dan Brende mencatat bahwa mediasi formal yang melibatkan Qatar dan Mesir sedang berlangsung di tempat lain.

"Ini lebih merupakan kesempatan untuk melakukan diskusi terstruktur dengan para pemain kunci," katanya pada konferensi pers, Sabtu (27/4). "Tentu saja akan ada diskusi mengenai situasi kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza serta mengenai Iran, yang mendukung Hamas dan kelompok Hizbullah Libanon," tambahnya.
Pertemuan tersebut memiliki semua prospek untuk menjadi pertemuan yang sangat penting.

Baca juga : Arab Saudi Desak Israel Setop Bom Gaza dan Berikan Palestina Haknya

Sementara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa Blinken akan membahas upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai gencatan senjata di Gaza yang menjamin pembebasan sandera. Harapan bahwa para mediator dapat mencapai gencatan senjata baru di Gaza sebelum atau selama bulan suci Ramadan akhirnya sia-sia.

Hamas mengatakan pada Sabtu pihaknya sedang mempelajari usulan tandingan terbaru Israel mengenai potensi gencatan senjata di Gaza, sehari setelah laporan media mengatakan delegasi dari mediator Mesir tiba di Israel dalam upaya untuk memulai perundingan yang terhenti. Sejak awal, Saudi telah bekerja sama dengan kekuatan regional dan global lain untuk mencoba membendung perang di Gaza dan menghindari konflik yang dapat menggagalkan agenda reformasi ekonomi ambisius yang dikenal sebagai Visi 2030.

Kerajaan Saudi juga masih melakukan pembicaraan mengenai kesepakatan penting yang mengakui Israel untuk pertama kali sekaligus memperkuat kemitraan keamanannya dengan Amerika Serikat. Putra Mahkota Mohammed bin Salman, penguasa de facto Arab Saudi, berbicara optimistis tentang kesepakatan tersebut dalam wawancara dengan Fox News pada September, tetapi para analis mengatakan perang telah mempersulit kesepakatan tersebut.

Baca juga : Hamas Ingatkan Serbuan Israel di Rafah Berakibat Puluhan Ribu Tewas

Di sisi lain, Saudi sedang mencoba membuka diri terhadap dunia, memikat para pemimpin bisnis dan wisatawan nonreligius. Menjadi tuan rumah acara internasional seperti pertemuan WEF selama dua hari memungkinkan kerajaan tersebut untuk menampilkan perubahan sosial termasuk diperkenalkan kembali bioskop dan pencabutan larangan mengemudi bagi perempuan.

"Delapan tahun memasuki Visi 2030, kami telah menunjukkan kesediaan kami untuk memimpin model pertumbuhan transformatif yang inovatif, inklusif, dan berkelanjutan. Dan kami telah melihat beberapa hasilnya," kata Ibrahim.

Namun, masih ada pertanyaan mengenai seberapa besar Visi 2030 akan tercapai dan kapan, dengan perhatian khusus tertuju pada proyek-proyek unggulan seperti NEOM, sebuah kota besar futuristik yang direncanakan. Pada Desember, Menteri Keuangan Mohammed al-Jadaan mengatakan para pejabat telah memutuskan untuk menunda jangka waktu beberapa proyek besar melewati 2030, tanpa menentukan proyek mana.

"Proyek-proyek tertentu bisa diperluas untuk tiga tahun (2033) ada yang akan diperluas hingga 2035. Ada yang akan diperluas bahkan lebih dari itu dan ada pula yang akan dirasionalisasi," pungkasnya. (AFP/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya