Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
AKSI walk out delegasi Indonesia mewarnai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Melanesian Spearhead Group (MSG) Leaders Summit ke-22 Tahun 2023 di Vanuatu pada 23-24 Agustus lalu.
Delegasi Indonesia walk out saat Ketua Sidang KTT MSG ke-22 Eduard Louma, memberikan waktu bicara kepada Benny Wenda, pimpinan kelompok pro-Papua merdeka, pada Rabu (23/8). Pemerintah Indonesia tidak mengakui adanya Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) yang dipimpin Benny Wenda.
Pengamat sekaligus dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Cenderawasih, Marinus Mesak Yaung mengatakan, sikap walk out Indonesia sudah tepat, sebagai bentuk protes, juga tekanan diplomatik terhadap forum KTT MSG dan negara Vanuatu sebagai tuan rumah.
Baca juga : Indonesia Pilih WO Ketimbang Dengarkan Pidato Benny Wenda
"Keputusan walk out delegasi Indonesia itu menunjukkan posisi tegas kebijakan luar negeri Indonesia soal isu kedaulatan," kata Marinus kepada Media Indonesia, Kamis (24/8).
Marinus mengingatkan bahwa Indonesia merupakan salah satu aktor great power di kawasan Indo-Pasifik. "Indonesia is not banana republic. Forum MSG jangan dikte Indonesia soal kebijakan atas Papua," tegas Marinus.
Baca juga : Indonesia Tolak Tuduhan Vanuatu di PBB soal Pelanggaran HAM Papua
Oleh sebab itu, Marinus mewanti-wanti Vanuatu, Benny Wenda, dan delegasi ULMWP harus sadar diri dan memiliki kalkulasi politik yang baik.
"Kondisi status politik Papua dan Timor Timur (nama Timor Leste saat masih bersama Indonesia), berbeda di mata hukum internasional."
"27 tahun Timor Timur dengan Indonesia di mata hukum internasional, Timor Timur tetap wilayah tak bertuan. Bukan milik Indonesia," terang Marinus.
Pada saat itu--Marinus menjelaskan--rakyat Timor Timur memiliki hak untuk menggelar referendum penentuan nasib sendiri tahun 1999. Hal itu tak terlepas atas desakan Australia, Vanuatu, organisasi MSG, dan komunitas internasional.
Marinus menengarai bahwa ada upaya Vanuatu dan MSG ingin mengulang cerita yang sama untuk diterapkan di Papua.
"Vanuatu dan MSG mau mengulang lagi cerita yang sama untuk Papua? Terlalu naif dan keliru. Papua di mata hukum internasional adalah sah wilayah kedaulatan Indonesia," tegas Marinus.
Marinus menduga Vanuatu dan forum KTT MSG mempertanyakan kembali status politik Papua. Upaya ini menurutnya adalah bentuk serangan langsung terhadap Piagam PBB dan hukum internasional.
"Jika diplomasi dead lock atau gagal, pendekatan militer dimungkinkan untuk digunakan. Jika bicara baik-baik tidak mau dengar, maka pukul dan sikat kasih habis. Ini merupakan dinamika hubungan internasional yang sudah lazim terjadi. Vanuatu, Benny Wenda, dan delegasi ULMWP harus paham ketentuan ini," kata Marinus.
Peristiwa WO delegasi Indonesia di Vanuatu itu juga memantik perhatian warganet. Mereka 100% mendukung sikap tersebut.
"Benny Wenda tidak diakui dalam KTT MSG sebagai pengamat (observer) orang Asli Papua yang ikut dalam sidang. Hanya tuan Oktavianus Mote mantanwakil ketua ULMWP," tulis akun @MNakpapua.
Hal yang senada juga disampaikan aku @interacquiant. "ULMWP memang tidak pantas duduk di situ. Sikap Indonesia sudah pas," cuit akun tersebut.
Respon senada juga disampaikan akun @BiliWonda. Akun tersebut menyampaikan pesan monohok bagi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
"Indonesia not negotiating with terrorists who killed their own brothers and took New Zealand pilots hostage (Indonesia tidak akan bernegosiasi dengan kelompok teroris yang membunuh saudaranya sendiri dan menyandera pilot Selandia Baru)," tulis akun tersebut.
Akun @serli_rosalinda pun menyatakan hal yang sama. Menurutnya ULMWP tidak bisa melawan kekuatan kebenaran, karena mereka telah berbohong kepada komunitas internasional selama bertahun-tahun. (RO/Z-4)
Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman Weibur menyinggung masalah pelanggaran hak asasi manusia di dunia yang masih terjadi secara luas dalam pidato virtualnya di Sidang Umum PBB.
Bencana alam yang melanda Vanuatu telah menyebabkan warga mengungsi, kerusakan jaringan infrastruktur, tercemarnya sumber air, kerusakan pada sektor pertanian.
Sebanyak 30 pekerja asal Indonesia telah berada di Port Vila, Vanuatu untuk memulai proses renovasi. Desain dari ruang VIP juga akan mencerminkan budaya Indonesia dan Vanuatu.
INDONESIA memutuskan untuk keluar atau walk out (WO) dari forum Melanesian Spearhead Group (MSG) yang dilaksanakan di Port Villa, Vanuatu
PADA Selasa, 17 Desember 2024 pukul 08.47.24 WIB terjadi gempa bumi dengan magnitudo M7,5 di barat daya Kepulauan Vanuatu di Pasifik.
Negara berdaulat hanya bisa diakui jika memiliki pemerintahan yang berdaulat, memiliki wilayah, rakyat, dan mampu menjalin hubungan internasional dengan negara lain.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved