Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
NEGARA-negara sekutu Ukraina mengecam Rusia dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB yang diketuai Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov.
Mereka berfokus pada perlindungan prinsip-prinsip piagam PBB yang dinilai telah dilanggar oleh otoritas Moskow dengan menginvasi Ukraina tahun lalu.
Rusia Kecam Tatanan Unipolar Pasca-Perang Dingin
Dalam sebuah catatan kepada negara-negara anggota PBB yang menjelaskan dasar pemikiran untuk pertemuan pada hari Senin (24/4), Rusia mengecam tatanan dunia unipolar yang berlaku setelah berakhirnya Perang Dingin.
Baca juga: Belanja Militer di Eropa Mencapai Rekor Tertinggi sejak Era Perang Dingin
Sebelum pertemuan, Lavrov mengatakan bahwa sistem PBB mengalami krisis yang mendalam. Dia juga menuduh negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS) sebagai pihak yang bertanggung jawab.
"Ini bukan hanya tentang Ukraina," ucap Lavrov kepada para wartawan.
"Ini adalah tentang bagaimana hubungan internasional akan terus dibentuk melalui pembentukan konsensus yang baik atas dasar keseimbangan kepentingan atau melalui kemajuan hegemoni Washington yang agresif dan tidak stabil," sebut Lavrov.
Baca juga: Rusia Tuduh Ukraina Sabotase Kesepakatan Gandum Laut Hitam
Rusia saat ini memegang jabatan presiden bergilir bulanan Dewan Keamanan PBB dan mengorganisir pertemuan ini sebagai salah satu acara khas dalam masa jabatannya.
Dunia di Ambang Batas Lebih Bahaya dari Perang Dingin
Dalam pertemuan tersebut, Lavrov memperingatkan bahwa dunia berada di ambang batas yang bahkan mungkin lebih berbahaya daripada selama Perang Dingin.
"Situasi ini diperparah dengan hilangnya kepercayaan terhadap multilateralisme," katanya.
"Mari kita sebut sekop sebagai sekop. Tidak ada yang mengizinkan minoritas Barat untuk berbicara atas nama seluruh umat manusia," tambahnya.
Baca juga: Putin Kunjungi Kherson dan Luhansk di Ukraina
Duduk di sebelah Lavrov selama pertemuan tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk invasi Rusia ke Ukraina sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan piagam PBB.
"Perang menyebabkan penderitaan dan kehancuran besar-besaran bagi negara dan rakyatnya, dan menambah dislokasi ekonomi global yang dipicu oleh pandemi Covid-19,” jelas Guterres.
"Sistem multilateral berada di bawah tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya.
"Ketegangan antara negara-negara besar berada pada titik tertinggi dalam sejarah. Begitu pula dengan risiko konflik, melalui kesalahan tindakan atau salah perhitungan,” tambahnya.
Anggota Dewan Keamanan PBB Kutuk Rusia
Sejumlah anggota Dewan Keamanan, termasuk AS, Prancis dan Inggris, mengutuk Rusia atas perangnya di Ukraina.
"Dengan menyelenggarakan debat ini, Rusia mencoba menggambarkan dirinya sebagai pembela piagam PBB dan multilateralisme. Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran. Ini sinis,” tegas Duta Besar Uni Eropa Olof Skoog.
Duta Besar Inggris Barbara Woodward mengatakan bahwa dunia telah melihat apa arti gagasan Rusia tentang multilateralisme bagi dunia, yakni penginjak-injakan Piagam PBB dan perang yang telah membawa penderitaan yang tak terbayangkan bagi Ukraina dan menjadi bencana yang tak tanggung-tanggung bagi Rusia.
Duta Besar Washington untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menggenggam salinan piagam PBB di tangannya dan menekankan pentingnya mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Baca juga: Misi Tuntas, Grup Wagner Minta Putin Akhiri Invasi di Ukraina
"Penyelenggara munafik kita hari ini, Rusia, menginvasi tetangganya di Ukraina dan menyerang jantung piagam PBB," ujar Thomas-Greenfield dalam pertemuan tersebut.
Tindakan Rusia selama perang 14 bulan menunjukkan bahwa invasi ke Ukraina bukanlah sebuah insiden yang terisolasi.
"Ini bukan hanya menyangkut Ukraina atau Eropa. Ini menyangkut kita semua. Karena hari ini adalah Ukraina, tapi besok bisa jadi negara lain, negara kecil lain yang diinvasi oleh tetangganya yang lebih besar,” pungkasnya. (Aljazeera/Fer/S-4)
"Sekarang kita melihat invasi dimulai dan Rusia telah memperjelas penolakannya terhadap diplomasi, tidak masuk akal untuk melanjutkan pertemuan itu saat ini."
Putin dan Lavrov dianggap bertanggung jawab atas kematian orang-orang di Ukraina, sehingga Uni Eropa akan membekukan aset Eropa milik keduanya
Menliu Dmytro Kuleba telah mendarat di Antalya untuk melakukan pembicaraan tentang Rusia menghentikan permusuhannya dan mengakhiri perangnya melawan Ukraina.
Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan Rusia menentang setiap pemberontakan atau pengkhianatan untuk kepentingan AS dan negara-negara di Eropa.
Menlu Lavrov akan menghadiri serangkaian pertemuan yang diselenggarakan oleh Tiongkok untuk membahas cara-cara untuk membantu Afghanistan.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan bahwa kunjungan Lavrov untuk memperluas kerja sama dengan kawasan Eurasia dan Kaukasus.
Permintaan Rusia untuk penyelidikan independen atas ledakan pipa gas Nord Stream ditolak Dewan Keamanan PBB.
Duta Besar AS, Linda Thomas-Greenfield menuduh Sudan mengancam untuk mengusir misi PBB di tengah perang saudara saat ini.
Sebanyak 12 dari 15 anggota Dewan memberikan suara mendukung resolusi, sementara Rusia dan Inggris abstain.
Tuntutan reformasi PBB sudah disuarakan Bung Karno (Presiden pertama Indonesia Soekarno) dalam pidato beliau di Sidang Umum PBB 1960.
INDONESIA berharap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) segera mengambil langkah penting untuk mengatasi situasi di Gaza.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved