Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
TIONGKOK merupakan salah satu negara kreditur bilateral terbesar di seluruh dunia. Melalui program Belt and Road, uang Beijing mulai mengalir ke negara-negara miskin dan berkembang, yang awalnya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur.
Seiring perjalanan waktu, hampir sebagian besar negara miskin atau berkembang yang berhutang ke Tiongkok, mengalami kesulitan untuk melunasi hutang tersebut.
Kesulitan negara-negara miskin atau berkembang ini, dapat dilihat saat mereka mencoba merestrukturisasi hutang Tiongkok sebagai jalan keluar saat ekonomi negaranya semakin terpuruk, di masa pandemi Covid-19.
Akan tetapi, jalan keluar yang diambil oleh negara-negara miskin atau berkembang tersebut, tidak juga melepaskan mereka dari jeratan hutang Tiongkok yang tentunya semakin membebani negaranya.
Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai China seharusnya bijaksana dalam merespons kesulitan negara-negara miskin atau berkembang yang berhutang kepada Beijing.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan, Beijing dapat mencontoh negara-negara kreditur lainnya seperti Amerika Serikat dan India, yang berani menghapus sebagian atau mengurangi besaran hutang negara-negara yang meminjam dana kepada mereka.
“Yang menjadi pertanyaannya, apakah China setuju untuk menghapus sebagian pembayaran atau mengurangi hutang, seperti yang dilakukan oleh negara kreditur lainnya seperti Amerika Serikat dan India?,” kata AB Solissa kepada wartawan, Minggu (5/3/2023).
Tindakan yang benar baik secara moral maupun finansial, lanjut AB Solissa, adalah Beijing berani mengikuti jejak Amerika Serikat dan India yang memberikan amnesty hutang kepada negara miskin atau berkembang.
Saat pertemuan kelompok G20 di India untuk membahas pengampunan hutang pada saat bahaya fiskal bagi banyak negara termiskin di dunia, China terlihat sangat enggan berpartisipasi dalam gerakan moral tersebut.
Dalam pertemuan ini, negara-negara dunia membahas data yang dikeluarkan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva, terkait 60 % negara berpenghasilan rendah atau sedang yang hampir mengalami kesulitan membayar hutang kepada negara kreditur.
Jalan keluar terbaik untuk membantu permasalahan hutang negara-negara miskin atau berkembang tersebut adalah semua kreditur pemerintah dan sektor swasta menyetujui pengurangan utang yang signifikan.
“Setelah itu, organisasi internasional seperti IMF dan Bank Dunia dapat turun tangan untuk memberikan pinjaman dan bantuan berbiaya rendah yang sangat dibutuhkan,” ujar AB Solissa.
Jika China menolak untuk berpartisipasi dalam amnesty atau pengurangan hutang, CENTRIS berpendapat sikap atau keputusan Beijing ini menunjukkan dengan jelas bahwa Tiongkok tidak mau menerima tanggung jawab ekonomi dan moral sebagai pemimpin ekonomi global.
“Sejauh ini China hanya menawarkan untuk menangguhkan pembayaran hutang selama beberapa tahun saja dan sangat jelas hal ini tidak memadai. Padahal, China juga tidak membutuhkan uang mengingat cadangan fiskal mereka lebih dari $3 triliun,” papar AB Solissa.
Disisi lain, CENTRIS menilai China telah menggunakan negara-negara miskin atau berkembang sebagai pion dalam upayanya untuk menambah pengaruh Beijing di dunia, yang disebut para ktitikus sebagai ‘diplomasi perangkap utang’.
Hal kecil yang menjadi problemantika mendasar untuk membawa China berpartisipasi dalam permasalahan global ekonomi dunia ini, tak lain adalah upaya mengajak China ke meja perundingan pada waktu yang tepat, saat membahas penyelesaian hutang negara-negara miskin atau berkembang.
Hal kecil ini tentunya menjadi sesuatu yang besar bagi China, mengingat Beijing bersikukuh negara-negara miskin atau berlembang yang berhutang kepada Tiongkok, harus membayar penuh hutang berikut bunganya.
Negara-negara termiskin atau berkembang dunua sedikitnya tengah menghadapi hutang sebesar US$ 35 miliar kepada megara kreditur sektor resmi dan swasta pada tahun 2022, dengan lebih dari 40% dari total jatuh tempo ke China.
”Tapi sekarang kan tagihannya banyak yang sudah jatuh tempo, dan pertanyaannya adalah, siapa yang harus membayarnya. Arah-arahnya sih negara-negara miskin atau berkembang bakalan gagal berjamaah bayar hutang China,” pungkas AB Solissa. (OL-13)
Baca Juga: Indonesia Diminta Cek Kualitas Produk Tiongkok dalam Proyek ...
Ia mencontohkan, jika Koperasi Desa Merah Putih berperan sebagai penyalur pupuk untuk memutus mata rantai distribusi, mereka dapat meminjam modal kerja dari bank.
Ditemukan dugaan serangkaian perbuatan melawan hukum dalam pemberian persetujuan kredit kepada PT HB senilai Rp 235,8 miliar oleh PT BPD Kaltim-Kaltara.
Diketahui, PT Sritex dinyatakan pailit pada bulan Oktober 2024 dan resmi menghentikan operasional per 1 Maret 2025.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit macet di industri pinjaman online (pinjol) periode Desember 2024 mencapai Rp2,01 triliun.
Dalam mekanisme penghapustagihan, berlaku beberapa kriteria yaitu nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500 juta per debitur.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut positif terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Transisi energi tidak hanya tentang pengurangan emisi tetapi juga untuk penciptaan lapangan kerja dan peluang investasi.
PRESIDEN Prabowo Subianto lebih memilih untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Federasi Rusia pekan depan dan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
AS dan Tiongkok mencapai kemajuan yang meredakan perang dagang.
PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump menyatakan kesepakatan telah dicapai antara AS dan Tiongkok untuk meredam tensi perang dagang berkepanjangan.
Pasar kemasan karton bergelombang di Asia Tenggara segera mencatat tingkat pertumbuhan tahun majemuk (CAGR) sebesar 4% pada periode 2021-2026.
MENTERI Luar Negeri Tiongkok Wang Yi menyampaikan harapannya agar Prancis menentang campur tangan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di kawasan Asia-Pasifik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved