Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TIONGKOK memperingatkan Amerika Serikat (AS) bahwa mereka akan menyerang balik sebagai tanggapan atas tindakan “sembrononya”.
'Negeri Tirai Bambu' mendesak Washington untuk menarik pengesahan sanksi yang menargetkan orang dan entitas yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Beijing.
AS memberlakukan sanksi terkait hak asasi manusia terhadap individu dan entitas Tiongkok, menambahkan individu dan entitas yang terkait dengan Myanmar, Korea Utara, dan Bangladesh pada Jumat (10/12) lalu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin mengecam sanksi tersebut sebagai tindakan sesat.
“Kami mendesak AS untuk segera menarik keputusan salah yang relevan dan berhenti mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok dan merugikan kepentingan Tiongkok.”
"Jika AS bertindak sembrono, TIongkok akan mengambil langkah-langkah efektif untuk menyerang balik dengan tegas," kata Wang dalam konferensi pers di Beijing, Senin (13/12).
Langkah-langkah tersebut adalah yang terbaru dari serangkaian sanksi yang bertepatan dengan KTT virtual Biden untuk demokrasi selama dua hari.
Biden mengumumkan inisiatif untuk meningkatkan demokrasi di seluruh dunia dan mendukung undang-undang pro-demokrasi di Amerika Serikat.
Pada hari Senin (13/12), Wang bersumpah bahwa Beijing tidak tergoyahkan dalam tekadnya untuk membela kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasional.
Dia juga membela kebijakan Tiongkok dalam menangani komunitas Muslim Uighur di wilayah otonomi Xinjiang, dengan mengatakan pihaknya bertekad untuk memerangi kekerasan, terorisme, separatisme, dan kekuatan ekstremis agama.
“Tindakan sesat Amerika Serikat tidak dapat menghancurkan keseluruhan bentuk pembangunan Xinjiang, menghentikan kemajuan Tiongkok, atau membalikkan tren perkembangan sejarah,” ujarnya.
Beberapa yang ditargetkan oleh Departemen Keuangan AS untuk sanksi adalah perusahaan intelijen buatan Tiongkok SenseTime, yang menuduhnya telah mengembangkan program pengenalan wajah yang dapat menentukan etnis target, dengan fokus khusus pada mengidentifikasi etnis Uighur.
'Penahanan massal' di Xinjiang
Pakar PBB dan kelompok hak asasi manusia (HAM) memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama Uighur dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan atau dipenjara dalam beberapa tahun terakhir di sistem kamp yang luas di Xinjiang.
Pada Kamis (9/12), pengadilan tidak resmi dan independen yang berbasis di Inggris juga memutuskan bahwa pemerintah Tiongkok melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan penyiksaan terhadap Uighur dan minoritas lainnya.
Geoffrey Nice QC, kepala Pengadilan Uighur dan pengacara HAM terkemuka, mengatakan pemerintah Tiongkok telah menargetkan populasi Muslim Uighur dengan kebijakan pengendalian kelahiran dan sterilisasi paksa untuk mengurangi populasi kelompok tersebut.
Dia mengatakan,”Aparat represi negara yang luas ini tidak akan ada jika sebuah rencana tidak disahkan di tingkat tertinggi.”
Tiongkok menyangkal pelanggaran di Xinjiang, tetapi pemerintah AS dan banyak kelompok hak asasi mengatakan Beijing melakukan genosida di sana.
Sementara itu, Wang juga mengecam KTT Demokrasi baru-baru ini yang diselenggarakan oleh AS, dengan mengatakan Washington tidak dapat memutuskan apakah suatu negara demokratis atau tidak dengan tolok ukurnya sendiri.
“KTT untuk Demokrasi justru mengkhianati sifat asli AS sebagai penghancur demokrasi sambil menanggalkan penyamarannya sebagai pembela demokrasi,” kata Wang.
Wang meminta semua negara untuk bekerja sama mengatasi masalah global untuk terus maju dengan pembangunan komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia.
Dia juga mengecam sanksi yang ditujukan kepada perusahaan SenseTime, dengan mengatakan keputusan itu berdasarkan kebohongan dan informasi palsu.
Pada hari Senin (13/12), perusahaan rintisan itu mengatakan menunda penawaran umum perdana senilai US$767 juta di Hong Kong setelah masuk daftar hitam oleh AS atas tuduhan genosida di Xinjiang.
Daftar hitam akan membuat bank investasi AS yang biasanya terlibat dalam daftar Hong Kong tidak mungkin terlibat, atau bagi warga negara AS untuk berinvestasi dalam penawaran tersebut. (Aiw/Aljazeera/OL-09)
Pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf, berbagi pengalaman dramatisnya selama 100 jam ditahan oleh pasukan Kurdi di Suriah pada April 2025.
Konsumen fashion di AS menggugat Hermes karena dianggap enggan menjual tas Birkin tanpa pembelian produk mewah lainnya.
Sebuah petisi kepada Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS menyerukan larangan bahan kimia metilen klorida dalam proses dekafinasi kopi karena kekhawatiran terhadap kanker.
Kontroversi aturan berpakaian di pesawat menjadi sorotan di Amerika setelah seorang penumpang menyewa pengacara karena dianggap tidak mematuhi kebijakan pakaian di Delta Air lines.
Sejak diperkenalkannya vaksin HPV di Amerika Serikat pada 2006, terjadi penurunan signifikan infeksi HPV dan pra-kanker serviks pada remaja dan perempuan dewasa muda.
BNI kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong UMKM kopi Indonesia menuju pasar dunia.
Pemain berdarah Turki itu dalam akun Twitter pribadinya merujuk Daerah Otonomi Xinjiang, Tiongkok, yang banyak dihuni etnik minoritas Uighur dengan sebutan East Turkistan.
Dia ingin Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memberi tahu apa saja yang bisa dilakukan oleh para aktivis kemanusiaan di dalam negeri ini.
Duta Besar Xiao mengatakan bahwa saat ini situasi politik, ekonomi dan sosial di Xiangjiang stabil pada umumnya.
Said mengatakan bahwa konflik yang menimpa Muslim Uighur perlu diselidiki lebih lanjut dengan mendengarkan penjelasan terbaru dari pihak perwakilan pemerintah Tiongkok di Indonesia.
TIONGKOK mengklaim sebagian besar etnik minoritas muslim Uighur yang ditahan di kamp-kamp reedukasi di wilayah Xinjiang telah dibebaskan
PBB harus meminta akses tanpa hambatan ke Xinjiang sehingga komunitas internasional dapat menyelidiki dan memonitor secara dekat pelanggaran hak asasi manusia Tiongkok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved