Mesir, Sudan, dan Ethiopia Gagal Bersepakat Terkait Bendungan Nil

 Atikah Ishmah Winahyu
07/4/2021 13:03
Mesir, Sudan, dan Ethiopia Gagal Bersepakat Terkait Bendungan Nil
Perdana Menteri (PM) Mesir Mostafa Madbouly dan PM Sudan Abdalla Hamdok serta para pejabat membahas GERD di Kairo, Mesir, Kamis (11/3).(Selman Elotefy / AFP)

BABAK terakhir pembicaraan antara Mesir, Ethiopia dan Sudan mengenai Bendungan Renaisans Besar Etiopia (GERD) telah berakhir tanpa kemajuan.

Delegasi dari tiga negara tersebut bertemu dalam upaya untuk memecahkan kebuntuan dalam negosiasi mengenai bendungan besar Ethiopia di Sungai Nil, sebuah proyek yang menurut Addis Ababa adalah kunci untuk pembangunan ekonomi dan pembangkit listriknya.

Negosiasi yang diadakan di Kinshasa, Republik Demokrat Kongo, berakhir Selasa (6/4) tanpa mencapai kesepakatan.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Mesir mengatakan pembicaraan gagal setelah Ethiopia menolak proposal Sudan untuk memasukkan mediator internasional dalam pembicaraan.

Juru bicara Ahmed Hafez mengatakan Ethiopia menolak Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Afrika turut berperan dalam mengawasi perundingan.

"Posisi ini sekali lagi mengungkapkan kurangnya kemauan politik Ethiopia untuk bernegosiasi dengan itikad baik," kata Kemenlu Mesir dalam sebuah pernyataan.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Sudan Mariam al-Sadiq al-Mahdi mengatakan tindakan sepihak Ethiopia atas bendungan itu jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.

"Tanpa pendekatan baru untuk negosiasi, ada ruang bagi Ethiopia untuk memaksakan ketentuan yang harus diterima dan menempatkan semua orang di wilayah itu dalam bahaya besar," kata Mariam al-Sadiq al-Mahdi kepada wartawan.

Pejabat Ethiopia tidak segera berkomentar. GERD, yang direncanakan berkapasitas 6.500 megawatt dan akan menjadi bendungan terbesar di Afrika, telah menjadi sumber ketegangan sejak peletakan batu pertama pada April 2011.

Ethiopia mengatakan proyek bendungan adalah kunci pembangunan ekonomi dan pembangkit listrik untuk populasi 110 juta orang.

Namun Mesir khawatir bendungan itu akan membahayakan pasokan air Nil-nya, sementara Sudan mengkhawatirkan keamanan bendungan dan air mengalir melalui bendungan serta stasiun airnya sendiri.

Pekan lalu, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengatakan akan ada ketidakstabilan yang tak terbayangkan di wilayah tersebut jika pasokan air Mesir terpengaruh oleh bendungan.

Tujuan pembicaraan tiga negara itu adalah untuk menghasilkan peta jalan untuk melanjutkan negosiasi sebelum Ethiopia mengisi bendungan untuk kedua kalinya. Sudan dan Mesir di satu sisi ingin mediasi diperluas untuk mencakup AS, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Uni Eropa yang saat ini memegang peran sebagai pengamat, bukan mediator.”

Namun, poin utama yang mencuat adalah bahwa Ethiopia ingin pembicaraan GERD dipimpin hanya oleh Uni Afrika.

Ethiopia juga mengatakan bahwa Mesir dan Sudan datang dengan poin-poin yang tidak menjadi agenda, seperti menunda pengisian GERD hingga tercapai kesepakatan.

Ethiopia mengumumkan pengisian kedua akan dilakukan pada Juli dan direncanakan untuk menyimpan 13,5 miliar meter kubik air.

Jumlah tersebut dua kali lebih banyak dari yang disimpan di GERD pada pengisian pertama tahun lalu, yang berdampak pada stasiun air dan beberapa pertanian di sepanjang Sungai Nil dan mempengaruhi pasokan air dari lima juta orang di negara itu.

Presiden pendiri Asosiasi Pembangunan Berkelanjutan Dunia, Allam Ahmed bahwa negara atau blok yang belum terlibat dalam negosiasi sebelumnya dan dianggap independen seperti AS, Kanada, atau Tiongkok kemungkinan harus melakukannya, memainkan peran mediasi untuk memajukan pembicaraan.

“Konflik akan terus meningkat dan saya pikir harus ada intervensi di tingkat yang lebih tinggi,” katanya.

Dia mengatakan bahwa tidak ada pihak yang secara serius mempertimbangkan untuk menghancurkan bendungan, tetapi para ahli teknis independen perlu meneliti data tentang bendungan yang dipegang oleh Ethiopia untuk mengatasi kekhawatiran tersebut.

“Masalah yang belum terselesaikan dapat diselesaikan dengan cepat jika kita dapat melakukan evaluasi teknis yang transparan terhadap bendungan, itulah poin kuncinya,” tuturnya. ((Aiw/Aljazeera/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya