Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Rusia Menilai Sanksi Barat Bisa Picu Perang Saudara di Myanmar

Atikah Ishmah Winahyu
07/4/2021 09:44
Rusia Menilai Sanksi Barat Bisa Picu Perang Saudara di Myanmar
Para demonstran dengan membawa poster dan bendera melakukan protes menentang kudeta militer di Kota Mandalay, Myanmar, Selasa (6/4).(Handout / FACEBOOK / AFP)

RUSIA dan Tiongkok yang juga dua negera yang memiliki hak veto di PBB dikenal sebagai negara yang mendukung pemerintah rezim militer Myanmar.

Rusia menilai sanksi negara-negara Barat  kepada junta militer yang melakukan kudeta bisa memicu perang saudara di Myanmar. Rusia memandang sanksi Barat yang diberlakukan terhadap junta militer sia-sia dan sangat berbahaya.

"Faktanya, batasan seperti itu berkontribusi untuk mengadu domba pihak satu sama lain dan pada akhirnya, mendorong rakyat Myanmar menuju konflik sipil skala penuh," kata Kementerian Luar Negeri Rusia.

Rusia adalah pemasok senjata utama ke Myanma. Bahka Wakil Menteri Pertahanan Rusia bertemu dengan pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing di ibu kota Naypyitaw bulan lalu.

Pertemuan pejabat Rusia dan petinggi militer Myanmar telah menuai kritik dari aktivis hak asasi yang menuduh Moskow melegitimasi junta.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengungkapkan bahwa Uni Eropa sedang bersiap untuk menjatuhkan sanksi kolektif pada militer Myanmar yang menargetkan kepentingan bisnisnya.

"Kami akan menambahkan sanksi ekonomi di tingkat 27 (negara UE) terhadap entitas ekonomi yang terkait dengan tentara sehingga (sanksi) dapat diterapkan dengan sangat cepat," kata Le Drian kepada anggota parlemen.

Uni Eropa bulan lalu menjatuhkan sanksi pada sejumlah tokoh yang terkait dengan kudeta dan kekerasan terhadap warga sipil.

Sementara itu, Amerika Serikat (AS) juga telah mengambil tindakan terhadap individu dan bisnis yang dijalankan militer, yang mencakup rentang kehidupan ekonomi Myanmar yang luas.

Di kota utama Myanmar Yangon pada Selasa (6/4), pengunjuk rasa menyemprotkan cat merah ke jalan, melambangkan pertumpahan darah dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan.

"Darahnya belum kering," kata salah satu pesan yang ditulis dengan warna merah.

Sekitar 570 orang, termasuk puluhan anak-anak, telah ditembak mati oleh pasukan dan polisi dalam kerusuhan yang berlangsung hampir setiap hari sejak kudeta.

Tak hanya itu, pasukan keamanan pro-rezim militer telah menangkap hampir 3.500 orang, menurut data kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP).

Pihak berwenang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk puluhan selebriti, model dan influencer, dan pada hari Selasa seorang komedian populer ditangkap di Yangon.

Sithu Aung Myint, seorang jurnalis terkemuka, masuk dalam daftar buronan. Dia menulis di Facebook dan mengaku bangga dianggap sebagai ancaman.

"Ketika dewan kudeta yang telah melakukan kejahatan mengumumkan Anda sebagai pelanggar hukum bersama dengan seluruh negeri, Anda akan sangat senang karena Anda diakui sebagai pahlawan dalam revolusi ini," tulisnya.

"Generasi penerusmu akan bangga padamu,” imbuhnya.

Sebuah protes yang dijadwalkan Rabu menyerukan pembakaran barang-barang buatan Tiongkok. Banyak pengunjuk rasa menentang Tiongkok, investor utama di Myanmar, karena dianggap mendukung junta. (Aiw/Straisttimes/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya