Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Setidaknya 12 Orang Tewas dalam Aksi Protes di Myanmar

Nur Aivanni
14/3/2021 16:44
Setidaknya 12 Orang Tewas dalam Aksi Protes di Myanmar
Korban aksi di Myanmar(AFP)

PASUKAN keamanan Myanmar menewaskan sedikitnya 12 orang, menurut saksi mata dan media, ketika penjabat pemimpin pemerintahan sipil paralel berjanji dalam pidato pertamanya kepada publik pada Sabtu (13/3) untuk mengejar revolusi guna menggulingkan kudeta militer yang terjadi pada 1 Februari.

''Lima orang ditembak mati dan beberapa orang terluka ketika polisi menembaki aksi protes di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay,'' kata saksi mata kepada Reuters.

Orang lain tewas di pusat kota Pyay dan dua tewas dalam penembakan polisi di ibukota komersial Yangon, di mana tiga orang juga tewas dalam semalam, lapor media domestik.

"Mereka bertindak seperti berada di zona perang, dengan orang-orang tak bersenjata," kata aktivis yang berbasis di Mandalay, Myat Thu. Dia mengatakan korban tewas termasuk seorang anak berusia 13 tahun.

Si Thu Tun, pengunjuk rasa lainnya, mengatakan dia melihat dua orang ditembak, termasuk seorang biksu Buddha. "Salah satunya tertembak di tulang kemaluan, satu lagi ditembak mati hingga tewas," katanya.

Di Pyay, seorang saksi mata mengatakan pasukan keamanan awalnya menghentikan ambulans untuk menjangkau mereka yang terluka, yang menyebabkan satu kematian.

Seorang sopir truk di kota Chauk juga tewas setelah ditembak di bagian dada oleh polisi, kata seorang teman keluarga.

Baca juga : CDC: AS Sudah Berikan 105,7 Juta Dosis Vaksin Covid-19

Seorang juru bicara junta militer tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk meminta komentar. Siaran berita malam MRTV, media yang dikelola Junta, menyebut para pengunjuk rasa sebagai 'penjahat', tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar dalam aksi protes yang meluas terhadap perebutan kekuasaan oleh militer, kata kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Kematian itu terjadi ketika para pemimpin Amerika Serikat, India, Australia, dan Jepang berjanji untuk bekerja sama mengembalikan demokrasi di negara Asia Tenggara itu dan penjabat pemimpin pemerintahan sipil yang digulingkan di negara itu berbicara kepada publik untuk pertama kalinya.

Mahn Win Khaing Than, yang bersembunyi bersama sebagian besar pejabat senior dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, berbicara kepada publik melalui Facebook. "Ini adalah saat paling gelap bangsa dan saat fajar sudah dekat," katanya.

Dia ditunjuk sebagai penjabat wakil presiden oleh perwakilan dari anggota parlemen Myanmar yang digulingkan, Komite untuk Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), yang mendorong pengakuan sebagai pemerintah yang sah.

Kelompok tersebut telah menyampaikan tujuannya untuk menciptakan demokrasi federal. "Untuk membentuk demokrasi federal, yang diinginkan oleh semua etnis bersaudara, yang telah mengalami berbagai macam penindasan dari kediktatoran selama beberapa dekade, revolusi ini adalah kesempatan bagi kita untuk menyatukan upaya kita," kata Mahn Win Khaing Than.

Dia mengatakan CRPH akan berusaha untuk membuat undang-undang yang diperlukan sehingga masyarakat memiliki hak untuk membela diri dan administrasi publik akan ditangani oleh tim administrasi sementara.

Gerakan pembangkangan sipil yang dimulai dengan pegawai pemerintah seperti dokter dan guru telah berkembang menjadi aksi mogok kerja yang telah melumpuhkan banyak sektor ekonomi.

Aksi protes pada Sabtu meletus setelah poster-poster menyebar di media sosial yang mendesak orang-orang untuk memperingati kematian Phone Maw, yang ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan pada tahun 1988 di tempat yang kemudian dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon.

Presiden AS Joe Biden mengadakan pertemuan virtual dengan para pemimpin India, Jepang dan Australia pada Jumat. "Sebagai pendukung lama Myanmar dan rakyatnya, kami menekankan kebutuhan mendesak untuk memulihkan demokrasi dan prioritas untuk memperkuat ketahanan demokrasi," kata keempat pemimpin itu dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Gedung Putih. (Straits Times/OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya