Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Aksi Protes Terhadap Kudeta Militer Masih Berlanjut di Myanmar

 Nur Aivanni
08/2/2021 16:10
Aksi Protes Terhadap Kudeta Militer Masih Berlanjut di Myanmar
Para demonstran membawa poster yang mengecam kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Senin (8/2).(YE AUNG THU / AFP)

AKSI protes terhadap kudeta militer kembali dilakukan di seluruh Myanmar pada Senin, ketika para pekerja melakukan aksi mogok kerja nasional. Mereka menuntut pembebasan pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi dan kembalinya demokrasi.

Di ibu kota komersial, Yangon, beberapa perkiraan di lapangan menyebutkan jumlah orang yang melakukan aksi protes tersebut mencapai ratusan ribu - memulai demonstrasi hari ketiga berturut-turut setelah kudeta pekan lalu.

"Gulingkan kediktatoran militer" dan "Lepaskan Daw Aung San Suu Kyi dan tangkap orang-orang" merupakan kalimat yang diteriakkan para pengunjuk rasa.

Beberapa orang memegang tanda-tanda yang bertuliskan "selamatkan Myanmar" dan "kami ingin demokrasi", sementara yang lain naik di belakang truk sambil menyanyikan lagu-lagu revolusioner.

"Ini hari kerja, tapi kami tidak akan bekerja meskipun gaji kami akan dipotong," kata seorang pengunjuk rasa, 28, Hnin Thazin, yang merupakan seorang pekerja pabrik garmen.

Pekerja konstruksi Chit Min, 18, yang bergabung dalam unjuk rasa di Yangon mengatakan kesetiaannya kepada Suu Kyi melebihi kekhawatirannya tentang situasi keuangannya.

"Saya menganggur sekarang selama seminggu karena kudeta militer, dan saya khawatir akan kelangsungan hidup saya," katanya kepada AFP.

Di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay, ribuan orang juga berkumpul, banyak yang mengibarkan bendera merah dan memegang foto Suu Kyi.

Aksi protes juga terjadi di ibu kota Naypyidaw, dengan banyak yang mengendarai sepeda motor dan membunyikan klakson mobil, sementara demonstrasi besar juga dilaporkan di kota-kota lain.

Selama akhir pekan, puluhan ribu orang berkumpul di jalan-jalan di seluruh Myanmar dalam aksi protes terbesar sejak kudeta.

Para Jenderal Myanmar melakukan kudeta mereka dengan menahan Suu Kyi dan puluhan anggota dari Liga Nasional untuk Demokrasi dalam penggerebekan sebelum fajar pada Senin (1/2) pekan lalu.

Para jenderal membenarkan kudeta tersebut dengan mengklaim adanya kecurangan dalam pemilu pada November 2020 lalu, yang dimenangkan NLD secara telak.

Junta militer telah mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun, dan berjanji untuk mengadakan pemilihan baru, tanpa menawarkan kerangka waktu yang tepat.

Kudeta militer tersebut telah memicu kecaman dari dunia internasional, meskipun Tiongkok menolak untuk mengkritik para jenderal tersebut. Presiden AS Joe Biden telah memimpin seruan agar para jenderal melepaskan kekuasaan tersebut.

Pada Minggu, Paus Fransiskus juga menyatakan solidaritas dengan rakyat Myanmar, dengan mendesak tentara untuk bekerja menuju koeksistensi demokratis.

Ketika aksi protes semakin memanas, junta militer juga memerintahkan jaringan telekomunikasi untuk membekukan akses ke Facebook, layanan yang sangat populer di negara itu.

Kyaw Zin Tun, 29, seorang insinyur mengatakan dia ingat rasa takut yang dia rasakan saat tumbuh di bawah pemerintahan junta militer selama masa kecilnya di tahun 1990-an.

"Dalam lima tahun terakhir di bawah pemerintahan demokrasi, ketakutan kami telah disingkirkan. Tapi sekarang ketakutan kembali bersama kami, oleh karena itu, kami harus menolak junta militer ini untuk masa depan kita semua," katanya kepada AFP. (AFP/Nur/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya