Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KEMEROSOTAN ekonomi global tengah menuju jurang resesi paling buruk dalam abad ini. Pada Rabu (15/4), negara-negara yang tergabung dalam Kelompok 20 atau G-20 telah bersepakat untuk menunda pembayaran utang selama satu tahun untuk negara-negara miskin dunia yang sedang berjuang melawan pandemi virus korona baru atau Covid-19.
G-20 yang telah membawa persatuan negara-negara ekonomi besar kembali menegaskan janjinya. G-20 mengambil semua kebijakannya untuk mendukung dalam upaya mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi akibat imbas dari pandemi Covid-19 .
Terlebih lagi dunia dihantam pandemi Covid-19 yang luar biasa. Kini tercatat ada dua juta orang di dunia yang terinfeksi virus korona yang semula muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok tersebut. Tak hanya itu, hampir 130 ribu orang di muka bumi yang meninggal akibat Covid-19.
Imbas Covid-19 telah membuat sejumlah negara dengan kondisi ekonomi yang rentan semakin menghadapi persoalan berat. Negara-negara tersebut tak memiliki anggaran yang mencukupi untuk menangani pandemi Covid-19. Imbas lain yang harus dihadapi adalah perekonomian yang goyah karena aktivitas bisnis terhenti akibat pemberlakukan lockdown untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.
Baca juga : Bill Gates Kecam Trump karena Bekukan Dana WHO
Beruntung para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara yang tergabung dalam G-20 mendukung kebijakan untuk menunda pembayaran utang bagi negara-negara miskin. Komunike G-20 telah mendapat kesepakatan dalam pertemuan secara virtual.
Mereka mengatakan, "Semua negara-negara pemberi utang bilateral akan berpartisipasi dalam inisiatif (penundaan pembayaran utang) ini."
Pada jumpa pers, Rabu (15/4), Menteri Keuangan Arab Saudi, Mohammed Al-Jadaan, yang saat ini memimpin G-20, mengatakan bahwa ini berarti ‘"negara-negara miskin tidak perlu khawatir tentang pembayaran selama 12 bulan ke depan”.
Inisiatif G-20 tersebut akan menyediakan hampir US$ 20 miliar likuiditas langsung bagi negara-negara miskin yang digunakan kebutuhan bidang kesehatan dan mendukung upaya menghadapi Covid-19. Para pejabat G-20 juga menegaskan bahwa mereka berkomitmen untuk lebih mendukung dunia dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia juga telah menyerukan kepada para pemerintah untuk memberikan keringanan utang kepada negara-negara yang paling membutuhkan anggaran mendesak.
Tak hanya itu, para menteri keuangan dari kelompok tujuh negara maju (G-7) sepakat untuk mendukung inisiatif G-20 termasuk Tiongkok dan Rusia.
Para pemimpin IMF dan Bank Dunia menyambut pengumuman penundaan pembayaran utang untuk negara-negara miskin. Mereka mengatakan,”Inisiatif yang bermanfaat dan tindakan cepat akan memberi dampak besar dalam melindugi kehidupan dan sumber mata pencaharian dari jutaan orang yang rentan.”
Seiring pandemi Covid-19 yang menyebar ke lebih dari 120 negara, IMF telah mempersiapkan pembiayaan emergensi dan telah menerima permintaan bantuan dari 100 negara.
IMF memiliki kapasitas pinjaman US$ 1 triliun. Bahkan pada Rabu (15/4), IMF telah melipatgandakan fasilitas pembiayaan darurat dengan menyetujui Garis Likuiditas Jangka Pendek atau Short-Term Liquidity Line baru untuk negara-negara dengan fundamental ekonomi yang sangat kuat.
Sementara itu, bagi negara-negara termiskin, IMF membetikan bantuan paling lunak. "Target kami adalah menaikan tiga kali lipat apa yang kami lakukan untuk negara-negara ini (miskin)," kata ketua IMF Kristalina Georgieva kepada wartawan. Ia juga menegaskan pihaknya akan terus menghimpun dana pinjaman.
Di sisi lain, G-20 juga telah meminta para kreditor swasta yang bekerja sama dengan Institute of International Finance, untuk berpartisipasi dalam mendukung inisiatif G-20 untuk membantu 76 negara termiskin di dunia. Namun negara-negara miskin itu harus memenuhi syarat untuk mendapatkan pembiayaan lunak dari International Development Association (IDA). (AFP/OL-09)
Pemerintah memastikan tidak akan mengadopsi data kemiskinan yang dirilis Bank Dunia.
AWAL April 2025, Bank Dunia melalui Macro Poverty Outlook menyebutkan pada tahun 2024 lebih dari 60,3% penduduk Indonesia atau setara dengan 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan.
Di balik status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas, Bank Dunia mengungkapkan fakta mencengangkan: 60,3% dari total populasi Indonesia hidup dalam garis kemiskinan
Indonesia diproyeksikan hanya memiliki pertumbuan ekonomi rata-rata 4,8% hingga 2027. Adapun, rinciannya adalah 4,7% pada 2025, 4,8% pada 2026, dan 5% pada 2027.
Reformasi struktural untuk mempercepat pertumbuhan produktivitas, di samping kehati-hatian fiskal dan moneter, merupakan kunci untuk memajukan agenda pertumbuhan pemerintah.
Pengurusan izin usaha di Tanah Air masih membutuhkan waktu hingga 65 hari. Berbeda jauh dengan negara-negara maju dalam memproses izin bisnis.
PEMERINTAH optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai target dengan mengandalkan kekuatan ekonomi domestik di tengah kegaduhan perekonomian global.
Salah satu faktor utama pelambatan ekonomi dunia ialah kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat.
Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas tajam proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tahun 2025 menjadi 1,8%, turun drastis dari prediksi sebelumnya 2,7%.
Secara keseluruhan di tingkat global, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,3% (yoy) pada 2025.
Erfan juga kerap menyoroti keresahan dirinya melihat tingginya kasus penderita kanker serviks yang berbanding lurus dengan angka kematian akibat menyebarnya virus HPV ini.
IMF mengumumkan bahwa misinya akan mengadakan pembicaraan dengan otoritas Rusia pada 16 September.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved