Pembersihan di Pabrik Nuklir Fukushima Masih Berlanjut

Nur Aivanni
11/3/2020 11:20
Pembersihan di Pabrik Nuklir Fukushima Masih Berlanjut
Situasi di pusat kontrol di satu reaktor di Tokyo Electric Power Company's Fukushima Daiichi pada 3 Februari 2020(AFP/KAZUHIRO NOGI )

Bencana tsunami yang dahsyat yang memicu bencana di pembangkit nuklir Fukushima Daiichi terjadi sembilan tahun lalu. Walau telah berlalu hampir satu dasawarsa, pembersihan dan penonaktifan masih terus berlanjut di fasilitas yang lumpuh tersebut.

AFP diberikan akses langka ke ruang kontrol reaktor dan bagian lain dari pabrik untuk pembaruan dalam beberapa bulan sebelum Olimpiade Tokyo.

Dilihat dari jauh, bangunan-bangunan reaktor satu sampai empat, yang paling rusak dari enam lokasi, tampaknya sudah hampir sepenuhnya diperbaiki.

Tiga di antaranya rusak oleh ledakan hidrogen. Jika dilihat dari dekat jelas sekali kerusakannya. Dinding yang hilang dan puing-puing yang masih berserakan.

Ketika memasuki ruang kontrol, semua orang harus mengenakan pakaian yang ditujukan untuk "zona kuning", yakni setelan pelindung, tiga pasang sarung tangan, tiga pasang kaus kaki, sepatu bot, masker wajah penuh dan helm.

Pakaian tersebut tidak melindungi dari radiasi yang melewati pakaian, tetapi dimaksudkan untuk membatasi debu radioaktif masuk ke tubuh atau mencemari pakaian.

Peralatan kontrol berwarna hijau khaki, yang berasal dari tahun 1970-an masih ada di ruangan itu. Meskipun peralatan tersebut sudah lama tidak dapat digunakan karena bencana.

Di dinding juga masih ada coretan perhitungan, upaya putus asa teknisi di ruangan yang terjun ke dalam kegelapan untuk mencari cara bagaimana menyelamatkan pabrik tersebut. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan reaktor satu, dua, dan tiga agar tidak meleleh. Bahan bakar cair tetap berada di dasar reaktor, sejauh ini hanya diakses oleh robot.

Air tanah dari pegunungan sekitarnya yang meresap ke dalam fasilitas dan menghasilkan sejumlah besar cairan radioaktif telah lama menjadi perhatian utama.

Masuknya air tersebut telah dibatasi sebagian dengan pembangunan "dinding es" bawah tanah. Ketebalan dinding tersebut lebih dari satu meter dan panjangnya lebih dari satu kilometer serta memanjang 30 meter ke dalam tanah.

"Semua orang mengatakan kepada kami bahwa itu akan sangat rumit, mengingat lamanya perimetre yang kami butuhkan untuk dibekukan," kata seorang insinyur dari operator pabrik TEPCO, seperti dikutip dari AFP, Senin (9/3).

"Tapi pada akhirnya kami bisa melakukannya dengan teknik yang digunakan di Jepang selama pemboran terowongan: saat terowongan berlangsung, ujung terowongan dibekukan untuk mencegahnya runtuh," jelasnya.

baca juga: Fukushima Aman untuk Olimpiade

Pompa juga digunakan untuk mengurangi jumlah air yang masuk ke pabrik, tetapi hujan dan air yang digunakan untuk mendinginkan reaktor terus menghasilkan 170 meter kubik (170.000 liter) cairan radioaktif tinggi sehari.

Air yang terkontaminasi di pabrik melewati sistem penyaringan yang dikenal sebagai ALPS untuk mengurangi radioaktivitas.

Namun, generasi awal sistem tersebut tidak sekuat versi saat ini. TEPCO mengatakan sekitar 80% dari sekitar satu juta meter kubik air yang diolah saat ini dalam tangki di lokasi harus ditarik kembali.

Setelah penyaringan, air masih mengandung sejumlah besar tritium, yang tidak dapat dihilangkan dengan teknologi saat ini.

Kelompok aktivis seperti Greenpeace percaya bahwa air harus disimpan dalam jangka panjang sampai teknologi dikembangkan untuk menyaringnya lebih lanjut. Namun, opsi tersebut ditolak oleh pemerintah Jepang. Secara resmi, ada dua pilihan utama untuk penanganan masalah air tersebut, yakni penguapan ke udara atau membuangnya ke laut.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan opsi-opsi itu layak, tetapi para nelayan dan petani setempat sangat menentangnya. Mereka khawatir langkah tersebut akan berdampak pada mata pencaharian mereka.

Setiap hari antara 4.000 dan 5.000 pekerja melewati pabrik Fukushima Daiichi. Sebagian besar dari mereka adalah karyawan atau subkontraktor TEPCO. Pada puncak pembangunan dinding es yang sulit, jumlahnya sebanyak 8.000 orang.

Para pekerja bertugas mulai dari pembangunan tank hingga pembuangan bahan bakar bekas menggunakan crane yang dikendalikan dari jarak jauh. Sementara yang lainnya mengelola logistik luar biasa yang terlibat dalam penyediaan, pengawasan, dan pembuangan alat pelindung. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bude
Berita Lainnya