Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Komisi I Minta Hubungan Bilateral dengan Tiongkok Dikaji Ulang

Putri Rosmalia Octaviyani
04/1/2020 14:00
Komisi I Minta Hubungan Bilateral dengan Tiongkok Dikaji Ulang
KRI Teuku Umar-385 usai Upacara operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020(Antara/M Risyal Hidayat)

SIKAP pemerintah Tiongkok yang tetap mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah mereka dianggap menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk menghormati kedaulatan RI. Khususnya setelah nota protes diplomatik dilayangkan ke negara tersebut. Karenanya, Indonesia harus mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Tiongkok.

Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Charles Honoris mengatakan pemerintah harus mengkaji kembali hubungan bilateral RI dengan Tiongkok. Berbagai kerja sama bilateral yang sedang dibahas bisa ditunda atau dibatalkan.

"Kita juga bisa menggalang negara-negara ASEAN untuk tidak berpartisipasi dalam inisiatif-inisiatif multilateral yang diinisiasi Tiongkok di forum internasional," ujar Charles, dalam keterangannya, Sabtu (4/1).

Baca juga: Prabowo: Isu Natuna dengan Tiongkok Diselesaikan Secara Baik-baik

Charles mengatakan, ke depan, angkatan bersenjata dan penegak hukum RI hendaknya jangan ragu menegakkan kedaulatan negara. Patroli harus diperbanyak dan kehadiran negara di perairan Natuna harus ditingkatkan.

"Segenap rakyat Indonesia pasti mendukung setiap upaya TNI dalam menjaga setiap jengkal wilayah kedaulatan NKRI dari intrusi pihak asing," ujar Charles.

Charles mengatakan intrusi kapal Coast Guard Tiongkok di Perairan Natuna adalah pelanggaran terhadap ZEE Indonesia yang ditetapkan berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Tiongkok sebagai pihak yang juga sudah meratifikasi UNCLOS, seharusnya menghormati hal tersebut.

Klaim historis Tiongkok atas ZEE Indonesia dengan alasan bahwa para nelayan Tiongkok telah lama beraktivitas di Natuna tidak dikenal UNCLOS dan juga pernah dimentahkan melalui putusan Permanent Court of Arbitration pada 2016.

Klaim sepihak 9 Garis Putus-putus (9 Dash Lines) oleh Tiongkok tidak mempunyai dasar yuridis. Oleh karena itu, tidak ada ruang untuk kompromi atau negosiasi terkait kedaulatan teritorial RI.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR fraksi Golkar Christina Aryani menilai pemerintah sejauh ini telah bersikap tegas. Aksi selanjutnya harus ditentukan berdasarkan sikap dan itikad dari pihak Tiongkok.

"Tergantung apa pihak pelanggar akan tetap melakukan pelanggarannya? Dalam hal itu tidak ada cara lain selain aksi konkret di lapangan," ujar Christina.

Ke depan, pemeritah juga harus meningkatkan kehadiran secara fisik di wilayah tersebut. Hal itu harus dilakukan untuk menunjukkan adanya penguasaan yang efektif. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya