Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Tangguhkan Parlemen Inggris, Johnson Dikecam

Fajar Nugraha
29/8/2019 08:51
Tangguhkan Parlemen Inggris, Johnson Dikecam
Warga Inggris menggelar aksi demonstrasi di luar kantor Perdana Menteri di Downing Street memprotes penangguhan parlemen.(AFP/DANIEL SORABJI)

PERDANA Menteri Inggris Boris Johnson memicu kemarahan di kalangan politikus pro-Eropa dan anggota parlemen yang menentang Brexit setelah memaksakan penangguhan Parlemen, beberapa pekan sebelum Inggris resmi keluar dari Uni Eropa.

Akibat kabar itu, mata uang Pound sterling turun. Lawan politik Johnson, menilai aksi itu sebagai "kudeta" dan "deklarasi perang". Tetapi, politikus Partai Konservatif itu mengklaim langkah itu perlu dilakukan mengejar agenda domestik baru yang "berani dan ambisius".

Itu terjadi sehari setelah partai-partai oposisi bersumpah mencari perubahan legislatif untuk mencegah Brexit tanpa kesepakatan.

Ratu Elizabeth II menyetujui permintaan untuk mengakhiri apa yang telah menjadi sesi parlemen terpanjang dalam hampir 400 tahun di minggu kedua September dan membukanya kembali pada 14 Oktober. Itu hanya dua minggu sebelum Brexit.

Baca juga: Perundingan Brexit akan Diperpanjang

Ribuan orang menggelar aksi protes di London, Manchester, Edinburgh dan kota-kota lain. Sementara petisi daring mengecam keputusan itu telah mengumpulkan lebih dari 1 juta tanda tangan dalam waktu beberapa jam pada Rabu (28/8).

Dalam salah satu aksi protes tersebut, orang banyak berkumpul di dekat parlemen di London meneriakkan "hentikan kudeta" dan mengibarkan bendera Uni Eropa.

"Parlemen akan memiliki kesempatan memperdebatkan program pemerintah secara keseluruhan dan pendekatan terhadap Brexit," kata Johnson, seperti dikutip AFP, Kamis (29/8).

Namun, keputusannya membuat anggota parlemen marah keras terhadap Inggris yang akan meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan pada 31 Oktober karena mereka sekarang akan memiliki lebih sedikit waktu untuk mencoba dan menggagalkan skenario seperti itu.

Jeremy Corbyn, pemimpin oposisi utama Partai Buruh, mengecam langkah itu sebagai “hantam dan perebutan paksa atas demokrasi" dan menegaskan akan mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Johnson, yang memerintah mayoritas hanya satu kursi.

Mantan kanselir Philip Hammond juga berjanji terus berjuang melawan tidak ada kesepakatan.

"Itu akan menjadi kemarahan konstitusional jika parlemen dicegah dari meminta pertanggungjawaban pemerintah pada saat krisis nasional," katanya. (Medcom/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya