Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
UPAYA menekan prevalensi perokok muda melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan dinilai masih jalan di tempat. Kebijakan tersebut dinilai tidak bisa lari secepat industri rokok itu sendiri.
Executive Director of Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) Manik Marganamahendra menyebut industri rokok bisa lari dengan sangat cepat. Misalnya terkait strategi-strategi marketing yang gencar dilakukan dengan melibatkan influencers atau key opinion leaders.
“Tapi kita tidak memiliki kebijakan terkait dengan masalah endorsement ini yang dilihat sebagai ‘freedom of speech’,” kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/7), pasca World Conference on Tobacco Control (WCTC) 2025.
Menurutnya, Kementerian Kesehatan dalam implementasi PP 28 Tahun 2024 baru sebatas pemanasan atau stretching. Pelaksanaannya belum terlalu tampak sejak satu tahun setelah PP ini disahkan.
“Termasuk di antaranya adalah pengesahan juknis. Kementerian mungkin bisa bilang, ‘Ini karena efisiensi’ dan lain sebagainya. Tapi waktu satu tahun itu bukan waktu yang singkat. Itu adalah waktu yang sebenarnya juga dimanfaatkan oleh industri rokok untuk terus memberikan publikasi soal produknya,” ungkap Manik.
Ia pun menyoroti ketiadaan komitmen dari pemimpin negara termasuk menteri kesehatan untuk secara terbuka membela kepentingan kesehatan perihal rokok ini.
“Kami sangat berharap Menteri Kesehatan mau pasang badan. Kalau Menteri Perindustrian itu bisa bicara atas nama industri, Menteri Pertanian bisa bicara atas nama petani, ya kami mau Menteri Kesehatan bicara atas nama kesehatan,” ujarnya.
Pihaknya melihat ada paradigma yang sangat problematik di Indonesia ketika industri rokok ditempatkan sebagai stakeholders yang harus dilibatkan dalam kebijakan pengendalian konsumsi rokok.
“Bahkan ketika kita mau mengendalikan soal iklan, promosi, dan sponsorshipnya, kita harus melibatkan mereka untuk sama-sama duduk, mengetahui permasalahan yang saat ini ada. Ini sama saja dengan konsep membuat kebijakan anti-korupsi dengan melibatkan koruptor untuk bersama-sama memberikan masukan,” tegasnya.
“Saat ini kita selalu berkompromi dengan industri rokok tapi tidak pernah mau melihat atau bahkan menutup mata atas kanker paru yang terjadi pada anak-anak, atas stroke yang terjadi pada bapak-bapak paruh baya atau komplikasi kehamilan banyak ibu yang bahkan tidak pernah merokok,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur P2PTM Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menyebut perjuangan untuk mengendalikan rokok tidak mudah. Pasalnya itu bukan hanya terkait industri tapi juga perilaku. Menurutnya tidak cukup hanya komitmen dari Kemenkes.
“(Kalau) Kemenkes berkomitmen tapi kemudian masyarakat mengatakan, karena kebijakan Kemenkes, petani tembakau jadi nggak makan, banyak yang PHK. Itu kan sisi lain yang sulit untuk kemudian kita harus memilih keputusan. Jadi artinya komitmen ini harus dengan semua orang,” ujarnya.
Nadia menyebut implementasi PP 28 terus berproses. Menurutnya, hal itu memang belum semuanya bisa langsung dijalankan. Namun ada beberapa hal yang sudah bisa langsung dikerjakan. Misalnya soal pengendalian iklan dan larangan bahan tambahan.
Selain itu, lanjutnya, ada aturan-aturan yang tidak perlu petunjuk teknis (juknis) lebih lanjut. Misalnya soal larangan penjualan rokok dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan (sekolah, pesantren, perguruan tinggi, dll.) dan tempat bermain anak.
“Kan tinggal ngukur aja 200 meter dari SMA, SMP, SMA, madrasah, pesantren, tempat bermain anak. Kita tinggal jalankan. Gak perlu aturan khusus,” katanya.
Nadia menyebut beberapa peraturan masih dalam proses. Misalnya terkait pictorial health warning (PHW) atau peringatan kesehatan bergambar.
“Kita masih dalam proses terus-menerus mendapatkan masukan dan sebagainya. Kemudian juga hal-hal lain tentang pengaturan berapa kadar nikotin dan tar, ini juga masih dalam proses,” ujarnya. (H-1)
Di ASEAN, empat negara yang sudah mengadopsi plain packaging atau standardized packaging dengan ukuran peringatan kesehatan 75%.
Kemenkes menyebut rumah sakit (RS) asing dimungkinkan untuk membuka cabang di Indonesia. Hal itu selaras dengan pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto
MoU ini mencakup penyelenggaraan kegiatan penelitian, pemanfaatan data dan informasi kesehatan, hingga penggunaan material hayati dalam riset bioteknologi.
Setiap negara memiliki karakteristik tersendiri dalam membentuk regulasi, termasuk mempertimbangkan aspek ekonomi dan ketenagakerjaan.
Kemenkes mengingatkan masyarakat agar siaga terhadap berbagai penyakit yang bisa muncul saat peralihan musim seperti saat ini, salah satunya demam berdarah dengue atau DBD
Pemerintah kembali menuai kritik tajam atas implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) didorong agar segera melakukan telaah mendalam terhadap dampak pasal-pasal dalam PP 28/2024.
Kebijakan ini dapat menghilangkan sejarah budaya lokal kretek di Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved