Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
KEMASAN rokok terstandar atau plain packaging (kemasan polos) disebut terbukti secara ilmiah mampu menurunkan daya tarik produk. Hal itu bisa mengurangi angka perokok pemula. Ketua Udayana Central Putu Ayu Swandewi Astuti menyampaikan berbagai penelitian tersebut dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/7), pasca World Conference on Tobacco Control (WCTC) 2025.
Sebagai informasi, istilah plain packaging atau standardized packaging mengacu pada kemasan yang tidak boleh mencantumkan trademark, logo, dan berbagai dekorasi warna-warni. Hanya ada brand dan brand variant.
Dari berbagai penelitian, kata Ayu, hal itu bisa meningkatkan efektivitas peringatan kesehatan. Dengan itu pesan yang ingin disampaikan terkait bahaya produk tembakau itu menjadi lebih jelas dan lebih mudah dipahami. Pasalnya ia tidak tertutup oleh promosi dari industri.
“Ini juga mampu tadi mengurangi uptake dan juga meningkatkan orang untuk berhenti merokok. Yang tidak kalah pentingnya adalah mengurangi potensi adanya persepsi yang tidak tepat terkait bahaya, terkait warna ini yang lebih aman, terkait yang mild itu lebih aman,” ujarnya.
Selain itu kemasan tersebut tidak lagi menjadi bahan promosi. Misalnya mengurangi paparan orang yang melihat kemasan itu ketika dibawa oleh perokok ke mana-mana.
Ayu menyebut beberapa contoh negara yang sudah menerapkan plain packaging, misalnya Kanada, Prancis, Australia, dan Singapura. Di negara-negara itu, dampak kebijakan plain packaging bisa mengurangi perilaku merokok dan mendorong orang untuk berhenti merokok.
Di Australia misalnya, antara tahun 2012-2015, kemasan standar berkontribusi terhadap sekitar 25% penurunan prevalensi merokok. Di Singapura, keinginan untuk berhenti merokok melonjak hingga 54,7% dengan penerapan kemasan standar.
“Jadi kalau plain packaging atau standardized packaging tidak berdampak terhadap penurunan prevalensi, itu tidak benar,” kata Ayu.
Di samping itu, gambar peringatan kesehatan juga perlu diperbesar. “Dari beberapa studi yang saya kutip dari presentasi yang disampaikan di WCTC, peringatan kesehatan itu memberikan rasa khawatir, takut, memotivasi orang untuk berhenti, mencegah anak muda untuk mulai merokok, dan meningkatkan pemahaman,” paparnya.
Ayu menyebut banyak negara sekarang sudah berpacu untuk mengadopsi kemasan dengan gambar yang lebih besar. Contohnya Timor Leste yang sudah mengadopsi 92,5%.
Nepal yang pada 2022 mengadopsi 90% permukaan depan dan belakang tertutup kemasan peringatan kesehatan, pada 2025 ini akan menerapkan kemasan peringatan kesehatan hingga 100%.
Di ASEAN ada empat negara yang sudah mengadopsi plain packaging atau standardized packaging dengan ukuran peringatan kesehatan 75%, tanpa branding ataupun warna-warni dari promosi industri. Keempat negara itu adalah Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailan.
“Dan seperti kita tahu dalam PP 28 kita akan mengadopsi 50%. Suatu progres dari 40% di tahun yang sebelumnya. Namun memang masih bisa dioptimalkan di masa yang akan datang,” pungkasnya. (H-2)
Aturan soal kemasan rokok tanpa identitas merek atau rokok kemasan polos, semula diwacanakan masuk dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Serikat pekerja rokok kembali menegaskan menolak upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mendorong aturan untuk menghilangkan identitas merek.
KEMENKES mengatur kemasan rokok polos tanpa merek, zonasi larangan penjualan rokok hingga larangan iklan di media luar ruang.
HKTI menyatakan sikap tegas menolak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Kemendag dan Kemenperin defensif atas implementasi PP Kesehatan, YLKI menilai fenomena yang absurd dan anomali.
Kemenkes mengatakan bahwa program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Sekolah akan digelar setiap setahun sekali, yang bertepatan dengan tahun ajaran baru sekolah.
Paparan polusi udara berisiko menyebabkan asma, ISPA, penyakit kardiovaskular, penyakit paru sampai dengan resisten insulin pada kelompok usia muda seperti anak-anak dan remaja.
Kemenkes menyebut total kasus covid-19 dari Minggu ke-1 hingga Minggu ke-30 tahun 2025 sebanyak 291 kasus
Menurut data Kementerian Kesehatan, 75% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM), serangan jantung dan strok.
PRESIDEN Prabowo Subianto mencanangkan pemberian obat gratis kepada masyarakat miskin. Menurut Banggar DPR, dana itu ada di Kementerian Kesehatan atau Kemenkes
Kementerian Kesehatan dalam implementasi PP 28 Tahun 2024 baru sebatas pemanasan atau stretching.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved