Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Pemerintah Sebut Rencana Rokok Kemasan Polos Telah Dibatalkan

Despian Nurhidayat
14/5/2025 13:49
Pemerintah Sebut Rencana Rokok Kemasan Polos Telah Dibatalkan
ilustrasi rokok(Javad Esmaeili/ Unsplash)

WAKIL Menteri Perindustrian Faisol Riza menyatakan bahwa rencana kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) atau rokok kemasan polos, dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), telah dibatalkan.

 

Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @faisolriza.id, Faisol mengungkapkan hasil diskusinya dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, yang menyepakati pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan industri. Ia menyatakan pemerintah tetap mendukung isu kesehatan, namun juga perlu mempertimbangkan kepentingan industri.

 

"Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga memahami kepentingan industri, ketika kita sampaikan bahwa janganlah (kemasan rokok) itu diseragamkan, karena industri meminta untuk tidak ada isu yang semakin menekan industri," ungkap Wamenperin dikutip Rabu (14/5).

 

Dampak Wacana Kemasan Polos

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji menilai regulasi yang terus diperketat, seperti rokok kemasan polos, akan mengancam nasib petani dan pelaku usaha kecil di sektor tembakau. Agus juga mengingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi memperparah peredaran rokok ilegal. Dengan kemasan yang seragam, konsumen akan kesulitan membedakan produk legal dan ilegal di pasaran.

 

“Tahun 2023, rokok ilegal yang berhasil ditindak mencapai 253,7 juta batang. Tahun 2024 melonjak jadi 710 juta batang. Kalau plain packaging diterapkan, angka ini bisa makin tinggi,” ujarnya.

 

Lebih jauh, Agus menyoroti minimnya pelibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan regulasi. Ia menilai kebijakan yang hanya melibatkan perspektif kesehatan tanpa mendengar suara petani, pelaku industri, dan masyarakat terdampak, berisiko menciptakan ketimpangan kebijakan.

 

"Selama ini tidak ada keterlibatan pihak terkait di elemen pertembakauan dalam membuat kebijakan. Karena marwah sebuah undang-undang, ataupun aturan, ataupun sebuah peraturan pemerintah yang lainnya, itu paling tidak adanya keterlibatan dari elemen-elemen terkait," tutup Agus. (M-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya