Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
PARA peneliti mengembangkan perangkat revolusioner mirip alkoholmeter yang berpotensi mendeteksi penyakit hanya dengan menganalisis udara yang diembuskan dari paru-paru. Teknologi ini disebut bisa menyederhanakan proses diagnosis medis menjadi semudah meniup alat.
Perangkat prototipe ini diberi nama ABLE (Airborne Biomarker Localization Engine). Cara kerjanya adalah mengubah molekul-molekul kecil yang terkandung dalam napas menjadi tetesan cairan pekat yang dapat diuji menggunakan teknologi yang sudah umum digunakan, seperti strip tes sederhana.
“Platform ini sangat mudah diakses dan berbiaya rendah,” ujar Bozhi Tian, profesor dari University of Chicago sekaligus salah satu peneliti utama, seperti dikutip Live Science. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada 21 Mei di jurnal Nature Chemical Engineering.
Berbeda dengan metode diagnosis konvensional yang membutuhkan sampel darah, air liur, atau urin, analisis napas dinilai lebih aman, cepat, dan tidak menyakitkan bagi pasien.
Tubuh manusia diketahui mengeluarkan senyawa organik volatil (volatile organic compounds/VOCs) melalui napas. Senyawa ini bisa menjadi indikator untuk berbagai kondisi medis seperti asma, diabetes, hingga kanker paru-paru. Bahkan, para peneliti mengidentifikasi lebih dari 300 jenis VOC yang berpotensi menjadi biomarker penyakit.
Namun, tantangan utamanya adalah VOC hadir dalam konsentrasi sangat kecil, bahkan hanya satu bagian per triliun dalam udara yang diembuskan, sehingga sulit dideteksi.
ABLE menawarkan solusi: alat ini menghisap udara yang diembuskan, menambahkan uap air, lalu mendinginkannya agar molekul udara berubah menjadi tetesan cairan yang kemudian dikumpulkan untuk dianalisis.
Prototipe ABLE berukuran hanya 10 x 20 cm dan biaya pembuatannya di bawah US$200. Dalam waktu 10 menit, alat ini mampu mengumpulkan sekitar 1 mililiter kondensat, cukup untuk diuji menggunakan metode deteksi cairan yang ada.
Sebagai uji coba, para peneliti menggunakan ABLE untuk mendeteksi glukosa dalam napas manusia. Hasilnya, kadar glukosa yang terdeteksi dapat dihubungkan dengan kadar gula darah, menunjukkan sampel napas yang dikumpulkan cukup akurat untuk keperluan medis.
Dalam eksperimen lain, tim menggunakan tikus laboratorium yang disuntikkan mikroba dari bayi manusia, baik yang lahir prematur maupun cukup bulan. Hasilnya, ditemukan perbedaan kadar glikosfingolipid—senyawa yang terkait dengan peradangan—antara dua kelompok tersebut.
Selain itu, ABLE juga berhasil menangkap alergen serbuk sari dan bakteri E. coli dalam udara, seperti yang bisa muncul setelah toilet disiram. Temuan ini membuka kemungkinan penggunaan ABLE sebagai alat pemantau kualitas udara di lingkungan sekitar.
Meskipun hasil awal menjanjikan, tantangan besar masih menanti: belum ada katalog lengkap yang menghubungkan jenis-jenis VOC dengan kondisi penyakit tertentu secara akurat. Penelitian lanjutan dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan mengkonfirmasi biomarker tersebut.
Untuk itu, tim peneliti tengah bekerja sama dengan dokter yang menangani pasien penyakit radang usus, guna menemukan penanda peradangan yang bisa dideteksi lewat napas.
Mereka juga berencana mengecilkan ukuran perangkat agar bisa dipakai sebagai alat wearable, serta tengah menjajaki langkah komersialisasi agar ABLE bisa digunakan lebih luas di institusi kesehatan.
Jika berhasil, teknologi ini berpotensi menghadirkan revolusi dalam dunia diagnosis medis—cukup embuskan napas, dan hasil diagnosis pun tersedia dalam hitungan menit. (Live Science/Z-2)
Skrining merupakan hal yang baik namun butuh tindak lanjutan dan harus ditingkatkan pada penyakit janin, penyakit kongenital, atau penyakit yang jarang lainnya.
Tidak jarang,pasien juga mengalami salah diagnosis karena gejalanya yang tidak spesifik dan sering menyerupai penyakit lain.
Masyarakat kerap mengira mudah kaget sebagai tanda penyakit jantung. Padahal, belum tentu demikian.
Upaya skrining penyakit atau deteksi dini menjadi langkah preventif untuk mencegah keparahan pada para penderita.
Para ahli dari Mayo Clinic hadir di simposium ini untuk berbagi wawasan terbaru dan praktik terbaik dalam penanganan kanker payudara, hematologi, dan gagal jantung.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved