Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pemerintah Diminta Mengakui Sejarah Kelam 1998 dan Hargai Korbannya

Cahya Mulyana
16/6/2025 22:11
Pemerintah Diminta Mengakui Sejarah Kelam 1998 dan Hargai Korbannya
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Badan Persaudaraan Antariman (DPP BERANI) Lorens Manuputty.(dok.istimewa)

KETUA Umum Dewan Pimpinan Pusat Badan Persaudaraan Antariman (DPP BERANI), Lorens Manuputty, menyatakan keprihatinan mendalam atas pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang dinilai melukai para korban Tragedi Mei 1998. Menurutnya, pernyataan tersebut bukan hanya sekadar kekeliruan, tetapi mencederai nilai-nilai kemanusiaan serta mengabaikan fakta sejarah kelam bangsa.

“Pernyataan Menteri Budaya Fadli Zon bukan sekadar kekhilafan, tetapi merupakan bentuk pengingkaran atas fakta sejarah yang telah diungkap secara resmi. Ini sangat melukai para korban yang masih menyimpan trauma mendalam, serta mencederai hati nurani bangsa,” ujar Lorens Manuputty dalam keterangan tertulis, Senin (16/6).

Kepingan Sejarah?

Ia menegaskan, Tragedi Mei 1998 merupakan bagian penting dari perjalanan sejarah Indonesia yang harus diakui. Meskipun pahit, pengakuan atas peristiwa tersebut menjadi langkah penting dalam menegakkan keadilan dan mencegah terulangnya kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di masa depan.

“Bangsa yang dewasa adalah bangsa yang berani mengakui kesalahan masa lalunya. Pengakuan atas peristiwa kelam merupakan penghormatan kepada para korban dan keluarganya. Sebaliknya, pengingkaran hanya akan memperdalam luka mereka,” tegasnya.

Jumlah Korban?

Sebagaimana diketahui, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pada 23 Juli 1998 secara resmi mencatat adanya kekerasan seksual massal dalam rangkaian kerusuhan Mei 1998. TGPF melaporkan setidaknya terdapat 52 korban pemerkosaan, 14 korban pemerkosaan disertai penganiayaan, 10 korban penganiayaan seksual, dan 9 korban pelecehan seksual, sebagian besar menimpa perempuan etnis Tionghoa.

“Setiap data tersebut bukan sekadar angka, melainkan penderitaan nyata korban yang hingga kini banyak yang belum mendapatkan keadilan. Pernyataan yang mengecilkan tragedi ini adalah bentuk pengabaian terhadap luka kemanusiaan bangsa sendiri,” imbuh Lorens.

Nilai Kemanusiaan?

Sebagai organisasi lintas iman yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan, DPP BERANI menyerukan kepada seluruh pejabat negara, pemangku kebijakan, serta seluruh elemen bangsa untuk bersikap bijak dan bertanggung jawab dalam menyikapi tragedi kemanusiaan masa lalu.

“Pengingkaran atas fakta sejarah bukanlah jalan menuju rekonsiliasi. Hanya dengan kejujuran, keadilan, dan pengakuan atas penderitaan korban, bangsa ini bisa pulih dan melangkah menjadi bangsa yang beradab dan bermartabat,” pungkasnya. (Cah/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya