Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Anggota Komisi X DPR PDIP Minta Fadli Zon Hentikan Penulisan Ulang Sejarah

Despian Nurhidayat
02/7/2025 12:57
Anggota Komisi X DPR PDIP Minta Fadli Zon Hentikan Penulisan Ulang Sejarah
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP, Mercy Chriesty Barends.(ANTARA)

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP, Mercy Chriesty Barends, meminta Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk menghentikan rencana penulisan ulang sejarah. Menurutnya, jika diteruskan hal ini akan menimbulkan luka bagi banyak masyarakat Indonesia. 

“Sejarah punya dialektika untuk berbicara bagi rakyat Indonesia. Kami percaya daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan (penulisan ulang sejarah). Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini,” ungkapnya dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Kebudayaan, Selasa (2/7). 

Lebih lanjut, dalam kesempatan itu Mercy pun membawa dokumen resmi mengenai kasus perkosaan 1998. Hal ini merujuk pada pernyataan Fadli Zon yang mempertanyakan kejadian perkosaan massal pada Mei 1998. 

“Saya datang dengan tiga dokumen resmi yaitu hasil temuan TGPF, kemudian dokumen hasil temuan dari special rapporteur PBB, dan dokumen membuka kembali 10 tahun pascakonflik yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan,” jelas Mercy. 

Secara lantang, dia menyampaikan bahwa dirinya terluka dengan pernyataan Fadli Zon mengenai isu perkosaan Mei 1998. Sebagai aktivis perempuan yang ikut bergabung dalam Tim Pencari Fakta Komnas Perempuan dalam kerusuhan Maluku 1999-2001, dia telah menjadi saksi sejarah dari kejadian kelam yang terjadi di Indonesia. 

“Saya pada saat kerusuhan Maluku 1999-2001 termasuk dalam tim pencari fakta Komnas Perempuan dan mendokumentasikan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan selama masa konflik. Kita bertemu yang dari Papua, Aceh dan sebagainya. Tidak satu pun korban berani untuk menyampaikan kasus kekerasannya karena pada saat itu mengalami represi yang luar biasa. Hal yang sama juga terjadi saat kerusuhan 1998,” tegasnya. 

“Kami berproses bersamaan sampai dengan dokumen ini (TGPF) dihasilkan, penyusunan huridoc atau human right documentation, kami susun bersama-sama dengan Komnas Perempuan pada saat itu. Jadi kalau kemudian bapak mempertanyakan kasus pemerkosaan dan massal dan seterusnya, ini cukup sangat amat melukai kami,” sambung Mercy. 

Dia menekankan bahwa banyak aktivis perempuan yang sampai harus meregang nyawa untuk mendapatkan fakta dari kejadian kelam di Indonesia. Tekanan dan ancaman juga dikatakan telah menjadi hal yang dialami oleh Mercy. 

“Pada saat kami bertemu beberapa aktivis perempuan pada saat itu yang dari Aceh ada yang ditembak pada saat itu. Bapak kami dalam tekanan dan ancaman. Sehingga kemudian Bapak mempertanyakan dan Bapak seperti meragukan kebenaran, ini amat sangat menyakiti, menyakiti, menyakiti kami,” jelasnya. 

Mercy pun sangat berharap permintaan maaf dari Fadli Zon terkait dengan kejadian ini. Menurutnya data mengenai kejadian perkosaan Mei 1998 secara lengkap ada di Komnas Perempuan dan bisa diakses oleh publik. 

“Bapak kalau misalnya ini (masih tidak percaya) bapak bisa langsung datang ke Komnas Perempuan. Data kerusuhan 1998, kasus kekerasan seksual Maluku, Papua, Aceh dan sebagainya ada di sana, saya saksi sejarahnya,” tandas Mercy. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya