Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
MAJELIS Masyayikh mengingatkan pentingnya penerapan standar mutu tinggi dalam penyusunan jenjang lanjutan pendidikan tinggi pesantren yakni Ma’had Aly, yaitu Pascasarjana (Marhalah Tsaniyah/M2) dan Doktoral (Marhalah Tsalitsah/M3). Peningkatan mutu tersebut akan berguna, salah satunya dalam melahirkan ulama yang berkualitas. Hal ini disampaikan dalam forum Halaqah Review Draf 1 Standar Mutu Marhalah Tsaniyah dan Tsalisah oleh Kementerian Agama RI.
Forum ini bertujuan untuk mengulas standar mutu yang saat ini tengah disusun dan nantinya akan menjadi acuan dalam pelaksanaan penjaminan mutu, baik internal maupun eksternal. Selain dihadiri oleh Kementerian Agama dan Majelis Masyayikh, forum ini dihadiri juga pengasuh pesantren, serta akademisi dan praktisi pendidikan pesantren. Harapannya agar dokumen ini tidak hanya menjadi acuan penyelenggaraan pendidikan tinggi Ma’had Aly yang tidak hanya sahih secara teknis, tetapi juga kuat dalam hal visi keulamaan.
Ketua Majelis Masyayikh, Abdul Ghaffar Rozin, menegaskan bahwa penyusunan standar ini harus menghindari pendekatan instan yang dapat mengorbankan kedalaman substansi.
“Ma’had Aly adalah lembaga reproduksi ulama. Kita ingin melahirkan insan yang faqih, yang selesai dengan dirinya sendiri, dan mampu menavigasi maslahat umat. Itu bukan hal yang mudah, dan tidak boleh dimudahkan,” kata Rozin melalui keterangannya, Rabu (4/7).
Rozin menjelaskan bahwa standar mutu M2 dan M3 tidak boleh dirancang secara sembarangan atau terlalu permisif. Sebaliknya, ia mengingatkan pentingnya mengadopsi benchmarking dengan lembaga keulamaan internasional seperti di Iran dan Maroko.
“Kita sedang membangun lembaga reproduksi ulama yang ideal—yang mutafaqqih fiddin dan faqih fi masalihil khalqi. Standar ini harus mencerminkan kualitas dan karakter ulama yang ingin kita lahirkan,” imbuhnya.
Senada, Sekretaris Majelis Masyayikh, KH. Muhyiddin Khotib menambahkan forum ini menjadi ruang penting untuk menata gradasi antarjenjang secara sistematis.
“Fokus kita adalah memastikan bahwa M2 dan M3 bukan hanya berbeda secara administratif, tapi juga secara karakteristik akademik. M2 merupakan tahap takwir (penguatan), sedangkan M3 menjadi fase ibda’ (inovasi). Ini penting untuk menjamin kesinambungan dan keutuhan proses kaderisasi ulama,” ujarnya.
Sementara itu, Mahrus, Kasubdit Pendidikan Ma’had Aly, mengungkapkan bahwa standar ini akan berdampak luas, termasuk pada penguatan posisi Ma’had Aly di tingkat nasional dan internasional.
“Mulai tahun ini, Insya Allah Ma’had Aly mendapat dukungan riset dari LPDP. Ini adalah kesempatan emas agar pesantren tampil sebagai institusi riset yang unggul dan khas dalam tradisi Islam,” pungkasnya.
IMAM An-Nawawi lahir pada pertengahan bulan Muharam tahun 631 H di kota Nawa. Menurut pendapat utama, ia meninggal dunia sementara umurnya tidak lebih dari 45 tahun.
Pada satu kesempatan, Imam Syafii dan Imam Malik berdiskusi tentang konsep rezeki dan tawakal.
Bagaimanakah kisah penuh hikmah dari perjalanan Imam Syafii mencari ilmu? Berikut sekilas perjalanan Imam Syafii dalam rangka mempelajari ilmu, khususnya agama Islam.
Kali ini kita akan membahas tokoh ulama mutakallimin atau pakar teologi yang kedua dalam mazhab ahlussunnah wal jamaah yaitu Abu Mansur al-Maturidi.
Apakah kita sudah tahu tentang paham akidah ahlussunnah wal jamaah atau biasa disingkat aswaja? Kalau sudah paham tentu kita harus kenal dengan tokoh pejuangnya ya?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved