Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
APAKAH jam kerja anda panjang? Penelitian terbaru menunjukan jam kerja yang panjang bisa mengubah struktur otak Anda.
Penelitian yang dipublikasikan pada Selasa itu menemukan adanya "perubahan signifikan" pada otak orang-orang yang mengalami kelelahan akibat kerja berlebihan, yaitu kombinasi antara tekanan fisik, emosional, dan kurangnya waktu istirahat.
Penelitian ini dilakukan dua ilmuwan dari Universitas Chung-Ang dan Universitas Yonsei di Korea Selatan, yang mengikuti 110 tenaga kesehatan yang dibagi menjadi dua kelompok: “bekerja berlebihan” dan “tidak bekerja berlebihan”.
Di Korea Selatan, batas maksimal kerja yang diatur undang-undang adalah 52 jam per minggu. Bekerja berlebihan telah menjadi isu kesehatan masyarakat.
Kelompok yang bekerja berlebihan terdiri dari 32 orang yang secara rata-rata lebih muda, masa kerja lebih singkat, dan tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja dengan jam kerja standar.
Dengan membandingkan data dari studi lain dan pemindaian MRI, para peneliti menggunakan teknik neuroimaging untuk menganalisis volume otak para pekerja.
Teknik ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan membandingkan perbedaan jumlah materi abu-abu (gray matter) di berbagai bagian otak, sementara analisis berbasis atlas memungkinkan mereka mengidentifikasi serta memberi label struktur otak secara akurat.
“Orang yang bekerja 52 jam atau lebih dalam seminggu menunjukkan perubahan signifikan pada area otak yang berkaitan dengan fungsi eksekutif dan regulasi emosi — tidak seperti peserta yang bekerja dengan jam kerja standar,” ungkap para peneliti dalam siaran pers.
Bagian otak yang mengalami peningkatan volume termasuk middle frontal gyrus, yang berperan penting dalam fungsi kognitif, perhatian, memori, dan proses bahasa, serta insula, yang terlibat dalam pemrosesan emosi, kesadaran diri, dan pemahaman konteks sosial.
Para peneliti percaya bahwa temuan mereka menunjukkan "potensi hubungan" antara beban kerja berlebih dan perubahan di area otak tersebut, memberikan dasar biologis atas masalah kognitif dan emosional yang sering dilaporkan oleh para pekerja yang terlalu lelah.
Joon Yul Choi, salah satu penulis studi dan asisten profesor di Departemen Rekayasa Biomedis Universitas Yonsei, mengatakan kepada CNN, perubahan ini mungkin “setidaknya sebagian dapat dipulihkan” jika faktor stres lingkungan dihilangkan, meski kembalinya otak ke kondisi semula bisa memakan waktu lebih lama.
Penelitian sebelumnya juga menemukan dampak buruk dari jam kerja panjang terhadap kesehatan. Pada 2021, studi gabungan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bekerja berlebihan menyebabkan lebih dari 745.000 kematian dalam satu tahun. Jam kerja panjang juga ditemukan meningkatkan risiko diabetes pada perempuan serta penurunan kemampuan kognitif.
Meski konsekuensi perilaku dan psikologis dari bekerja berlebihan telah diketahui luas, mekanisme neurologis dan perubahan anatomi yang mendasarinya belum banyak dipahami, demikian dijelaskan dalam studi tersebut.
Frank Pega, yang memimpin studi WHO-ILO tahun 2021, menyebut temuan terbaru ini adalah “bukti baru yang penting” yang dapat membantu memahami bagaimana jam kerja panjang secara drastis berdampak pada kesehatan fisik para pekerja.
Pega, pejabat teknis WHO yang tidak terlibat dalam studi ini, mengatakan riset tersebut mendukung temuan WHO-ILO bahwa “jam kerja panjang memberikan beban penyakit terbesar dari semua faktor risiko pekerjaan yang telah diidentifikasi sejauh ini.”
Namun, ukuran sampel yang kecil dan fokus hanya pada tenaga kesehatan di Korea Selatan membuat hasil penelitian ini belum bisa digeneralisasikan. “Dibutuhkan lebih banyak studi dengan populasi yang berbeda,” kata Pega.
“Meski hasilnya harus ditafsirkan secara hati-hati karena sifat eksploratif dari studi awal ini, penelitian ini adalah langkah awal yang berarti dalam memahami hubungan antara beban kerja berlebihan dan kesehatan otak,” jelas para peneliti.
Bagi Anda yang masih terjebak dalam jam kerja panjang, kini Anda memiliki dasar ilmiah untuk mengurangi waktu kerja Anda. “Pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja semuanya bisa mengambil tindakan untuk melindungi kesehatan pekerja dari bahaya jam kerja panjang,” saran Pega, dengan menyebutkan hukum, regulasi, dan kebijakan sebagai solusi memastikan jam kerja yang sehat.
“Hasil studi ini menegaskan pentingnya menjadikan beban kerja berlebih sebagai perhatian dalam kesehatan kerja,” tulis para peneliti.
Jonny Gifford, peneliti utama di Institute for Employment Studies di Brighton, Inggris, yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada CNN bahwa riset ini memberikan penjelasan fisiologis mengapa jam kerja panjang berdampak pada kesejahteraan kita.
“Penggunaan alat pemindai otak untuk memberikan penjelasan neurologis adalah bukti kuat yang menghubungkan kerja berlebihan dengan perubahan struktural di bagian otak yang terlibat dalam fungsi eksekutif dan regulasi emosi,” kata Gifford.
“Ini memang studi kecil dengan 110 tenaga kesehatan di Korea, tapi karena didasarkan pada pengukuran neurologis yang kuat dan menyangkut mekanisme dasar (kelelahan dan tekanan kerja) yang bisa dialami siapa saja, maka temuan utamanya sangat relevan secara luas,” tambahnya.
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Occupational and Environmental Medicine. (CNN/Z-2)
Acara digelar sebagai bagian dari peringatan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), yang dirayakan setiap tahunnya pada periode Januari-Februari.
Studi WHO dan ILO menunjukkan bekerja lebih dari 54 jam per minggu meningkatkan risiko stroke hingga 35% dan penyakit jantung iskemik hingga 17%.
PESERTA program pendidikan dokter spesialis (PPDS) juga dihadapkan pada masalah insentif dan jam kerja yang sangat panjang.
Pupuk Kaltim menyabet Penghargaan K3 dari Pemprov Kaltim atas capaian Jam Kerja Aman (Zero Accident) serta Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV (P2HIV) dengan predikat Platinum.
SITUASI burnout sering dialami oleh pekerja dari semua bidang termasuk pekerjaan di sektor kesehatan seperti dokter, perawat, hingga peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved