Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DOKTER spesialis anak Amanda Soebadi mengungkapkan anak usia 1-3 tahun yang sering menggunakan gawai secara berlebihan bisa menunjukkan pola perilaku yang mirip autisme, namun, bukan autisme, yang disebut autisme virtual.
"Ini istilah betulan yang ada di literatur, pola perilakunya mirip autisme," kata dokter spesialis anak lulusan FK UI ini dalam
webinar, Selasa (15/4).
Autisme virtual menyebabkan anak mengalami kesulitan komunikasi sosial, perilaku repetitif, dan perilaku yang tidak lazim.
Meskipun intensitas gejala autisme virtual bisa sampai memenuhi kriteria diagnosis autisme, namun, ia berbeda dengan autisme.
Jika paparan gawai dikurangi, gejala bisa membaik secara cepat, seperti kontak mata saat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi wajah.
Amanda menambahkan anak usia 1-3 tahun yang terpapar gawai bisa mengalami kekurangan pengalaman komunikasi dan pengalaman sosial yang sebenarnya.
"Dia bisa menunjukkan perilaku autisme kalau misalnya dipanggil tidak merespon, kontak matanya kurang, ekspresi wajah kurang atau tidak
sesuai. Itu karena kurang atau salah stimulasi," ujar Amanda.
Jika anak dengan autisme virtual menunjukkan perubahan setelah mengurangi penggunaan gawai, kondisi yang berbeda terjadi pada anak dengan autisme.
Dia memiliki preferensi terhadap sifat berulang yang ada pada permainan gawai sehingga bisa memuaskan kecenderungan keinginan melakukan hal yang berulang atau repetitif.
Meskipun penggunaan gawai sudah dikurangi, sifat autistik tersebut tetap ada.
"Perilaku autistik masih akan tetap ada walau gawai itu sebagai faktor lingkungan bukan sebagai modifier (pengubah). Bisa saja anak dengan autisme ini mungkin perilaku ada perbaikan sedikit, tapi, sifat autistik masih akan tetap ada," kata Amanda.
Amanda juga mengatakan faktor genetik berperan penting sebagai penyebab autisme. Seseorang memiliki risiko sembilan kali lebih besar ketika dia memiliki saudara kandung yang mengalami gangguan spektrum autisme (GSA). (Ant/Z-1)
PELUANG kerja bagi penyandang autisme di Indonesia masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya orangtua mengalami kebingungan mencari pekerjaan untuk anaknya yang autisme.
POLA asuh atau gaya parenting orangtua kerap dituduh menjadi penyebab seorang anak mengalami kondisi autisme. Khususnya di era kemajuan teknologi saat ini.
Hingga saat ini penyebab kondisi autisme masih belum diketahui secara konklusif. Namun, faktor genetik disebut menjadi hal yang berperan besar meningkatkan risiko autisme.
GANGGUAN spektrum autis atau autisme adalah sebuah kondisi perkembangan perilaku anak yang memengaruhi kemampuan interaksi, komunikasi, dan sosialisasi anak.
Semakin dini autisme dideteksi, intervensi yang dilakukan dapat semakin maksimal sehingga mampu menekan gangguan dalam perkembangan anak.
Pada autisme, selain defisit komunikasi verbal dan nonverbal, anak juga mengalami kesulitan memproses informasi, bahasa dan instruksi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved