Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
TINGGINYA konsumsi minuman manis dalam kemasan (MBDK) di kalangan anak-anak belakangan ini semakin mengkhawatirkan. Pasalnya, asupan minuman berkadar gula tinggi bakal mempengaruhi kualitas tumbuh kembang si kecil.
Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menyerukan langkah tegas untuk mengendalikan obesitas di Indonesia, yang angkanya terus meningkat.
Menyoroti taktik promosi industri makanan dan minuman tinggi gula serta akses mudah terhadapnya sebagai penyebab utama tingginya angka obesitas.
"Butuh langkah tegas untuk menekan konsumsi produk tinggi gula. Faktor lingkungan dan kebijakan justru menjadi faktor penentu kondisi kesehatan seseorang," kata Founder dan CEO CISDI, Diah S. Saminarsih, dalam peringatan Hari Obesitas Sedunia 2025 (World Obesity Day 2025) yang diselenggarakan di Gedung Sarinah, Jakarta (8/3).
Data Survei Kesehatan Indonesia (2023) menunjukkan 23,4% penduduk berusia di atas 18 tahun mengalami obesitas. Sangat disayangkan pandangan masyarakat yang masih menganggap obesitas hanya dipengaruhi gaya hidup.
Padahal, faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi juga berperan besar. Contohnya, harga murah minuman manis dalam kemasan (MBDK) membuatnya mudah dibeli.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (2022) mencatat 34,15% rumah tangga di Indonesia mengonsumsi MBDK. Sementara itu, Survei Kesehatan Indonesia (2023) mencatat 46,3% penduduk mengonsumsi MBDK 1-6 kali per minggu.
CISDI menyoroti keberhasilan negara lain dalam mengendalikan konsumsi pangan tidak sehat dan MBDK, salah satunya melalui penerapan label peringatan depan kemasan (FOPWL). Label ini memudahkan konsumen menghindari produk olahan pangan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL).
"Hidup sehat dimulai dari perubahan cara pikir dan makan serta dibarengi rasa ikhlas dan kesabaran. Di komunitas Eating Reorder, kami memilih jalan alami tanpa obat, suplemen, atau produk lain. Cukup makan, tidur, dan jalan-jalan. Sederhana saja. Yakin, jika kita punya niat kuat untuk sehat, pasti mengalahkan segala kendala. Konsisten membentuk kebiasaan membuat kita semua semakin sadar pentingnya menjaga kesehatan. Umur di tangan Tuhan, kesehatan di tangan kita," tutup Roy Irawan, Founder Eating Reorder.
Berdasarkan kondisi tersebut, ada tiga rekomendasi untuk meningkatkan upaya pencegahan obesitas:
Menurut data dari Kementerian Kesehatan, jumlah penderita obesitas di Indonesia mencapai 3,4 juta, dan satu dari lima anak mengalami kelebihan berat badan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved