Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PARA pendaki gunung diingatkan untuk mewaspadai gangguan kesehatan yang disebut Acute Mountain Sickness (AMS) dan hipotermia saat mendaki gunung tinggi menyusul meninggalnya dua perempuan pendaki Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya di Papua Tengah, Sabtu (1/3).
Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Faisal Parlindungan menyampaikan bahwa keduanya sama-sama bisa berbahaya jika tidak segera ditangani dengan baik.
"Keduanya bisa berbahaya jika tidak ditangani dengan baik, terutama dalam kondisi ekstrem di gunung," kata dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, dikutip Rabu (5/3).
Dia menyampaikan bahwa penyebab, gejala, dan penanganan kondisi AMS dan hipotermia berbeda.
Menurut dia, AMS terjadi akibat kekurangan oksigen di daerah ketinggian, biasanya di ketinggian di atas 2.500 meter.
"Tubuh tidak terbiasa dengan kadar oksigen rendah, sehingga muncul gejala seperti sakit kepala dan mual. Kondisi ini disebut juga sebagai altitude sickness," katanya.
Sedangkan kondisi hipotermia, ia mengatakan, terjadi karena penurunan suhu tubuh akibat paparan dingin dalam waktu lama.
"Hipotermia terjadi akibat paparan suhu dingin dalam waktu lama, menyebabkan suhu tubuh turun di bawah 35 derajat Celsius," ungkap Faisal.
Faisal menjelaskan bahwa gejala AMS utamanya sakit kepala, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, lemas dan kelelahan, susah tidur,
serta pusing atau rasa melayang.
Sedangkan kondisi hipotermia, ia melanjutkan, menyebabkan tubuh menggigil hebat, kulit pucat dan dingin, bicara kacau, kebingungan, tidak responsif, serta denyut jantung dan pernapasan melambat.
Menurut dia, orang yang mengalami gejala AMS sebaiknya turun dari ketinggian, beristirahat, menghindari aktivitas fisik berlebihan,
minum banyak air, dan menghindari minuman beralkohol.
Sedangkan orang dengan gejala hipotermia, ia melanjutkan, harus dipindahkan ke tempat yang lebih hangat serta dihangatkan.
"Beri pakaian hangat atau selimut, minum cairan hangat dan berkalori tinggi, serta hindari pemanasan mendadak," katanya.
Guna mencegah risiko AMS, ia menyarankan para pendaki melakukan aklimatisasi, mencukupkan asupan cairan, dan naik secara bertahap selama pendakian.
Kondisi hipotermia, ia melanjutkan, antara lain bisa dicegah dengan menggunakan pakaian hangat berlapis saat melakukan pendakian.
"Hindari kondisi basah atau angin kencang," pungkasnya. (Ant/Z-1)
ACUTE Mountain Sickness atau sering dikenal dengan AMS merupakan penyakit yang mengintai para pendaki, pemain ski, dan petualang yang melakukan perjalanan ke dataran tinggi.
BERMAIN di bawah hujan seringkali menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak. Namun, para pakar kesehatan memperingatkan orang tua tentang berbagai risiko kesehatan yang mengintai.
Para pendaki sebaiknya menyiapkan bekal pakaian berlapis untuk menghadapi cuaca dingin.
Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk menolong orang yang mengalami hipotermia yakni memindahkannya ke tempat yang lebih hangat dan terlindung dari angin, hujan, atau salju.
Layanan Cuaca Nasional memperingatkan bahaya terjun ke Sungai Potomac yang suhunya sangat dingin, sekitar 35 derajat, meskipun suhu udara di Washington, DC, mendekati 50 derajat.
Anak-anak lebih rentan terhadap hipotermia karena tubuh mereka yang lebih kecil kehilangan panas lebih cepat dibandingkan orang dewasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved