Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KEPALA Organisasi Riset Elektronika dan Informatika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Budi Prawara menegaskan pentingnya pemanfaatan data satelit dalam mendukung pemantauan lingkungan, khususnya ekosistem mangrove.
Hal ini disampaikannya dalam Workshop ALOS-2 Ideathon 2025 bertema 'Bridging Space Data and Societal Needs for Disaster, Environmental, Infrastructure, and Natural Resources Monitoring', yang merupakan hasil kolaborasi antara BRIN, Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), Remote Sensing Technology Center of Japan (RESTEC), dan Keio University Jepang.
“Melalui Ideathon ini, kami ingin mendorong pemanfaatan data satelit secara lebih luas, khususnya dalam pemantauan lingkungan dan keberlanjutan ekosistem mangrove. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat pemahaman tentang teknologi pemetaan berbasis satelit, tetapi juga mendorong lahirnya inovasi baru yang dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat,” ujar Budi, Kamis (20/2).
Saat ini, BRIN telah memanfaatkan data satelit milik Jepang yaitu Advanced Land Observing Satellite-2 (ALOS-2) untuk berbagai keperluan, termasuk pemantauan bencana, pengamatan lingkungan, serta pemetaan tata guna lahan. Teknologi SAR L-band pada satelit ini memungkinkan pencitraan resolusi tinggi dalam segala kondisi cuaca, sehingga sangat berperan dalam menilai dampak bencana alam serta mendukung konservasi hutan dan keberlanjutan sumber daya alam.
“Kolaborasi dengan JAXA telah berlangsung sejak era LAPAN dan terus berkembang di bawah BRIN. Kami mengapresiasi dukungan JAXA dalam menyediakan data satelit yang sangat penting bagi riset dan inovasi di Indonesia. Ke depannya, kami berharap kemitraan ini dapat terus diperkuat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan,” tambahnya.
Budi mengajak seluruh peserta untuk memanfaatkan kesempatan dalam Ideathon ini guna menghasilkan solusi inovatif berbasis data satelit dalam pemantauan mangrove. “Kontribusi para peserta sangat berharga dalam membangun strategi keberlanjutan lingkungan yang lebih baik di masa depan,” ucapnya.
Kepala Pusat Riset Geoinformatika BRIN Rokhis Khomarudin menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dalam menghadapi tantangan sosial dan lingkungan di Indonesia.
“Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau dan berada di ‘ring of fire’, Indonesia menghadapi berbagai tantangan lingkungan, mulai dari deforestasi, perubahan iklim, hingga bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dan kebakaran hutan. Teknologi penginderaan jauh menjadi solusi penting dalam memantau dan mengelola tantangan ini secara efektif,” ujar Rokhis.
Rokhis menjelaskan, Indonesia telah memiliki berbagai regulasi untuk mendukung pemanfaatan data satelit. Termasuk UU No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan dan kebijakan One Map Policy yang memastikan keakuratan data geospasial guna mencegah tumpang tindih klaim lahan.
Data satelit dari berbagai sumber, seperti Sentinel Asia, Copernicus, dan JAXA (ALOS), telah dimanfaatkan untuk pemantauan hutan, ketahanan pangan, keamanan maritim, serta perencanaan tata ruang dan infrastruktur.
“BRIN berperan aktif dalam mengembangkan sistem berbasis UAV dan otomatisasi untuk meningkatkan akurasi pemetaan, serta menyediakan platform pemantauan interaktif berbasis web dan aplikasi. Kolaborasi dengan JAXA dan mitra internasional lainnya sangat penting untuk memperkuat ketahanan bencana dan mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia,” tambahnya. (H-1)
Indonesia memiliki hutan mangrove lebih dari 45% dari seluruh hutan mangrove di Asia dan 20% untuk hutan mangrove di dunia.
Mangrove di Amping Parak berperan penting sebagai benteng alami dari abrasi, gelombang besar, dan potensi tsunami yang mengancam.
Sejak peluncurannya, program ini telah berhasil menanam 130.000 batang mangrove, 500 pohon kelapa, serta membangun 300 meter persegi terumbu karang.
Tanggul laut atau giant sea wall bukan cara yang tepat untuk menangani banjir rob yang sering terjadi di berbagai daerah terutama di Jabodetabek dan pesisir pantai utara Jawa.
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya mitigasi pencegahan abrasi pantai, yang penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved