Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Terancam tak Sekolah, Kawin Paksa Penggerebekan Remaja di Lampung Disesalkan

Ihfa Firdausya
18/2/2025 14:22
Terancam tak Sekolah, Kawin Paksa Penggerebekan Remaja di Lampung Disesalkan
ilustrasi(freepik)

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyesalkan  kasus kawin paksa  terhadap sepasang remaja di Lampung Timur yang digrebek warga desa setempat. Sekretaris Kemen PPPA Titi Eko Rahayu menyatakan perkawinan usia anak memiliki banyak dampak negatif yang sangat besar seperti terancamnya kesempatan korban untuk tetap bersekolah.

"Kami prihatin dengan pergaulan remaja yang semestinya tidak dilakukan sebelum resmi menikah. Namun, di satu sisi kami juga sangat menyayangkan keputusan dari pihak keluarga yang mengambil jalan pintas untuk menikahkan para korban," kata Titi dalam keterangan yang diterima, Selasa (18/2).

Menurutnya, perkawinan pada usia anak memiliki dampak negatif yang besar. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2018 anak perempuan yang menikah di bawah 18 tahun dapat meningkatkan risiko putus sekolah. Hal itu dapat menghambat perkembangan karier mereka di masa depan.

"Selain itu, anak yang menikah di bawah usia 18 tahun cenderung tidak bekerja di sektor formal dan pendapatan per jam mereka jauh lebih rendah dibandingkan jika mereka menikah pada usia 18 tahun atau lebih," jelas Titi.

Pernikahan paksa pada remaja menurut Titi juga akan berdampak psikologis yang serius, termasuk kecemasan, depresi, trauma, dan potensi masalah kesehatan mental jangka panjang. Hal tersebut seharusnya jadi pertimbangan orangtua.

Faktor lain adalah ancaman konflik rumah tangga dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Dalam kasus ini, Kemen PPPA telah koordinasikan dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Lampung untuk memastikan para korban masih tetap melanjutkan pendidikan dan ada kerja sama yang baik dengan sekolah korban," kata Titi.

"Hal yang perlu menjadi perhatian kita adalah bagaimana pemenuhan hak anak tetap dijamin setelah kejadian ini, seperti hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan (terutama kesehatan reproduksi dan akses terhadap informasi), serta pengawasan dari keluarga," imbuhnya.

Titi Eko juga menyatakan pemaksaan perkawinan merupakan salah satu bentuk tindak pidana dan termasuk tindak pidana kekerasan seksual.

Hal ini telah disebutkan pada pasal 10 ayat (1) Undang- undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pasal tersebut menjelaskan, “Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang dibawah kekuasaanya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain,dipidana karena pemaksaan perkawinan".

Titi Eko juga mengapresiasi atas gerak cepat Polres Lampung Timur yang berhasil menangkap pelaku penyebaran video korban. Titi Eko minta agar masyarakat tidak menyebarkanluaskan video tersebut karena akan memberikan trauma panjang pada korban dan mencegah stigma. (H-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya