Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

KPAI Terima 2.057 Aduan Sepanjang 2024, Korban Balita Paling Banyak

Ihfa Firdausya
11/2/2025 17:25
KPAI Terima 2.057 Aduan Sepanjang 2024, Korban Balita Paling Banyak
Warga ikut dalam aksi dukungan kepada KPAI, di Jakarta, beberapa waktu lalu.(MI/ Bary Fathahilah)

SEPANJANG 2024, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 2.057 aduan. Sebanyak 954 aduan telah ditindaklanjuti hingga tahap terminasi.

 

Sementara, aduan lainnya telah mendapatkan layanan psikoedukasi dan rujukan ke penyedia layanan setempat. Pengawasan kasus dilakukan di 78 wilayah mencakup klaster Pemenuhan Hak Anak (PHA) dan Perlindungan Khusus Anak (PKA).

 

Secara berturut, kasus terbanyak adalah lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif (1.097 kasus); anak korban kejahatan seksual (265 kasus); anak dalam pemenuhan pendidikan, pemanfaatan waktu luang, budaya, dan agama (241 kasus); anak korban kekerasan fisik psikis (240 kasus), kemudian anak korban pornografi dan kejahatan siber (40 kasus).

 

Anak-anak yang menjadi korban berasal dari berbagai rentang usia. Kelompok korban anak terbesar adalah balita (581 kasus), diikuti usia 15-17 tahun (409 kasus), usia 6-8 tahun (378 kasus), usia 12-14 tahun (368 kasus), dan usia 9-11 tahun (342 kasus).

 

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menjelaskan bahwa anak balita sering menjadi korban karena kondisi fisik dan psikologis yang rentan. Dalam kasus tersebut, keterlibatan ayah kandung sebanyak 259 kasus, sementara yang melibatkan ibu kandung sebanyak 173 kasus. Terdapat pula kasus yang melibatkan sekolah (85 kasus) dan aparat penegak hukum (70 kasus).

 

"Sebagian besar pengaduan yang diterima KPAI merupakan kasus-kasus yang mengalami hambatan akses keadilan yang belum selesai di tingkat daerah dan provinsi," kata Jasra dalam keterangan di Jakarta, Selasa (11/2).

 

Mengenai kasus anak terbanyak yakni kategori anak dalam lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif (1.097 kasus), ia merinci bahwa kasus-kasus itu meliputi anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orang tua, anak korban pemenuhan hak anak, anak korban perebutan kuasa asuh. "Kondisi pengasuhan anak di dalam keluarga akan sangat berpengaruh bagaimana kondisi, kepribadian serta interaksi dan sosialisasi anak di lingkungan masyarakat," jelas Jasra.

 

Selanjutnya, kekerasan seksual terhadap anak yang diadukan sebanyak 265 kasus dan 53 kasus di antaranya telah mendapat pengawasan. Jumlah sisanya dirujuk ke lembaga layanan untuk mendapatkan pendampingan dan penanganan lebih lanjut.

 

Kemudian, mengenai anak korban kekerasan fisik dan psikis yang mencapai 240 kasus, ia menjelaskan bahwa  kasus tertinggi adalah anak korban penganiayaan/pengeroyokan/perkelahian, kemudiananak korban kekerasan psikis, anak korban pembunuhan, dan anak korban tawuran.

 

KPAI juga memantau dengan serius kasus anak yang mengakhiri hidupnya, kasus filisida yaitu anak korban pembunuhan oleh orang tua atau anggota keluarga terdekat, hingga kasus familisida atau pembunuhan satu keluarga termasuk anak oleh ayah.

 

"Meningkatnya kekerasan fisik dan psikis terhadap anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain budaya kekerasan masih dianggap hal biasa, lemahnya pengawasan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, serta dampak dari game online atau media sosial pada anak," katanya.

 

Selain itu, KPAI menerima sebanyak 41 kasus anak korban pornografi dan kejahatan siber (cyber crime). Kasus yang paling sering dilaporkan adalah anak korban kejahatan seksual dan perundungan di dunia maya.

 

Penyebab utama dari masalah ini adalah kesenjangan antara pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial dengan rendahnya tingkat literasi digital pada anak-anak dan orang tua. Hal ini mengakibatkan lemahnya pengawasan serta meningkatnya penyalahgunaan dalam penggunaan media sosial, yang berakibat pada munculnya kejahatan lainnya pada anak.

 

"Kondisi anak di atas adalah beberapa kasus besar yang ditangani oleh KPAI, tentu saja masalah anak yang lain masih banyak yang belum tersampaikan namun sudah masuk dalam pengaduan dan sudah terselesaikan," ungkap Jasra.

 

KPAI pun memberikan beberapa rekomendasi strategis. Pertama, mendesak pemerintah daerah, terutama di 10 provinsi dengan pemenuhan akta lahir terendah nasional untuk mencapai target 100% pemenuhan akta lahir sesuai RPJMN 2020-2024.

 

Selanjutnya, KPAI merekomendasikan kementerian/lembaga terkait dengan pembangunan desa dan wilayah tertinggal agar menjadikan pelindungan anak dan pemenuhan hak anak sebagai perspektif dan strategi pembangunan wilayah tersebut.

 

KPAI juga meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, untuk segera menyusun Peraturan Presiden tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Optimalisasi Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak. Ia juga meminta Mahkamah Agung untuk memperketat prosedur isbat nikah di Pengadilan Agama, khususnya terkait penyalahgunaan peraturan sering digunakan untuk melegalkan pernikahan siri usia anak," ujarnya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya