Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Komisi VIII DPR Sebut Efisiensi Anggaran BNPB tidak Masuk Akal

Atalya Puspa
06/2/2025 16:51
Komisi VIII DPR Sebut Efisiensi Anggaran BNPB tidak Masuk Akal
Data angka kejadian bencana alam dari BNPB, yang juga mengalami efisiensi anggaran.(Dok. BNPB)

BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengalami efisiensi anggaran 2025 sebesar 43%. Dari yang tadinya pagu anggaran sebesar Rp1,4 triliun, kini BPNPB hanya mendapatkan anggaran sekira Rp800 miliar. Terkait dengan hal itu, Komisi VIII mengaku miris dengan efisiensi anggaran BNPB. Padahal, BNPB memiliki peran penting di wilayah Indonesia yang rawan bencana.

“Lembaga setingkat nasional, anggaran dari yang tadinya Rp1,4 triliun menjadi Rp800 miliar, ini sesuatu yang saya kira tidak masuk akal,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI I  Ketut Kariyasa Adnyana dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VIII dengan BNPB, Kamis (6/2).

Indonesia, kata dia, merupakan negara dengan risiko bencana tertinggi nomor dua di dunia. Bencana hidrometeorologi, geologi, hingga bencana vulkanologi mengintai berbagai daerah di Indonesia. Semestinya anggaran tahun 2025 meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya untuk lebih mengoptimalkan penanggulangan bencana di berbagai daerah, bukan malah ada efisiensi anggaran.

“Saya membayangkan waktu covid-19 sudah saya anggap paling berat untuk mengelola dana APBN. Tapi sekarang ternyata jauh lebih berat. Ketika situasi normal, ini kok malah terjadi pengurangan begitu beratnya,” tegas dia.

Karenanya, ia berharap agar DPR dapat berjuang untuk memberikan anggaran optimal bagi BNPB demi kepentingan masyarakat luas. “Kita harus meyakinkan dulu, dari menteri keuangan dan sebagainya, kemudian harus kita yakinkan bahwa ini penting sekali. Jangan dikit-dikit menyetujui. Nanti ujung-ujungnya, tahun ini, tahun depan dikurangi lagi,” pungkasnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina menegaskan bahwa penanganan bencana di Indonesia memerlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya, pemerintah pusat tidak bisa terus-menerus menjadi pihak utama yang menanggung beban bencana, sementara pemerintah daerah juga harus diberdayakan dengan regulasi yang lebih fleksibel.

Ia menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah membatasi kemampuan pemerintah daerah dalam merespons bencana secara cepat karena dana baru bisa digunakan setelah status tanggap darurat ditetapkan.

“Sehingga pemerintah daerah, untuk mengeluarkan keuangan, selalu terkendala, harus menunggu tanggap darurat, karena aturan PP-nya seperti itu. Jadi memang kesimpulan kita harus bisa melakukan rekomendasi untuk perubahan terhadap PP12 tahun 2019, supaya fase siaga darurat dan transisi darurat pemulihan itu bisa menjadi rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah,” kata Selly.

Karenanya, menurut dia perlu adanya revisi regulasi agar pemerintah daerah dapat lebih fleksibel dalam menggunakan anggaran saat terjadi bencana. Dengan perubahan regulasi ini, diharapkan pemerintah daerah bisa menggunakan anggaran belanja tidak terduga (BTT), bukan hanya pada fase tanggap darurat, tapi juga saat siaga darurat dan transisi darurat pemulihan. “Ini akan mempercepat respons terhadap bencana, terutama di daerah yang rawan bencana,” pungkasnya. (Z-9)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya