Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Natal selalu menjadi momen yang dinanti umat kristiani. Pada momen ini orang-orang kerap mendapatkan rasa bahagia, kasih sayang, dan kegembiraan.
Perayaan Natal turut dimeriahkan oleh berbagai generasi. Setiap generasi memiliki cara tersendiri dalam merayakan hari besar ini. Namun, ada perbedaan antara cara Generasi Z (Gen Z) dan Milenial dalam merayakan Natal.
Perlu diketahui, melansir dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Gen Z merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka berusia sekitar 8-23 tahun. Sedangkan Milenial yaitu generasi yang lahir pada 1981-1996 berusia sekitar 24-39 tahun.
Generasi yang lebih muda ini kerap kali menggunakan segala aktivitasnya dengan cara melibatkan teknologi sementara pada generasi milenial dalam setiap aktivitasnya cenderung mengutamakan tradisi, sehingga perbedaan ini turut memengaruhi cara mereka merayakan momen Natal.
Menurut laporan dari Pew Research Center, Generasi Z dan Milenial memiliki cara pandang yang berbeda dalam merayakan Natal.
Milenial cenderung lebih menghargai nilai-nilai tradisional, seperti berkumpul bersama keluarga, menghias rumah, dan merayakan momen ini dengan suasana hangat di rumah.
Sementara itu, Generasi Z lebih fleksibel dan modern dalam merayakan Natal. Mereka tidak terlalu terikat pada tradisi meskipun tetap menjalankan aspek keagamaan seperti beribadah. Generasi ini sering memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk berbagi momen spesial.
Selain itu, mereka lebih sering merayakan Natal bersama teman-teman atau bahkan bepergian ke luar rumah untuk menikmati suasana baru.
Berikut beberapa perbedaan utama dalam perayaan Natal antara Generasi Z dan Milenial:
1. Perbedaan memanfaatkan media sosial
Salah satu perbedaan besar dalam cara perayaan Natal antara kedua generasi ini adalah pengaruh teknologi dan media sosial.
Gen Z, yang merupakan "digital natives", lebih sering merayakan Natal dengan berbagi momen penting ini lewat platform-platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat dan lainnya.
Menurut Pew Research Center, sekitar 95% dari Gen Z memiliki akses ke ponsel pintar, yang memungkinkan mereka untuk tetap terhubung dengan teman-teman dan keluarga melalui media sosial, bahkan jika mereka tidak dapat merayakan secara bertatap muka.
Sebaliknya, Milenial meskipun juga akrab dengan teknologi, kalangan ini cenderung merayakan Natal dengan cara bertemu langsung, seperti melakukan perjalanan ke rumah keluarga atau teman untuk merayakan bersama. Generasi ini lebih sedikit memanfaatkan media sosial sebagai ajang menebar kebahagiaan.
2. Natal sebagai momen keagamaan
Selain teknologi, salah satu temuan penting dari Pew Research Center menunjukkan bahwa, baik untuk Generasi Z maupun generasi lebih tua seperti Baby Boomers dan Silent Generation, Natal masih dimaknai sebagai momen religius yang sangat penting untuk dijalankan.
Hampir 97% responden dari Generasi Z, yang mencakup usia 17 hingga 30 tahun, tetap mengikuti ibadah Natal di gereja sebagai bagian dari tradisi yang telah mengakar dalam kehidupan mereka.
Sebaliknya, perbedaan muncul ketika membandingkan pandangan Generasi Z dengan generasi milenial. Data dari Pew Research Center juga menunjukkan bahwa hanya sekitar 40% generasi milenial yang menganggap Natal sebagai momen religious.
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan generasi yang lebih tua dari generasi milenial, seperti Silent Generation, sebanyak 68% merayakan Natal dengan berdoa dan beribadah.
3. Tuntutan kerja di tengah perayaan Natal
Di luar aspek religius dan tradisi keluarga, satu hal yang membedakan perayaan Natal antara generasi muda dan yang lebih tua adalah tantangan pekerjaan.
Masih berdasarkan data Pew Research Center, anak muda berusia 17 hingga 30 tahun adalah yang paling banyak harus bekerja selama perayaan Natal.
Sekitar 25% dari mereka melaporkan tidak memiliki waktu libur Natal karena tuntutan pekerjaan, terutama mereka yang bekerja di sektor swasta, sebagai pengusaha, atau pekerja lepas.
Hal ini wajar karena banyak dari mereka yang baru memasuki dunia kerja, di mana hak cuti atau waktu libur mungkin masih terbatas.
Sebaliknya, generasi yang lebih tua, seperti Generasi milenial dan Baby Boomers, lebih banyak menghabiskan waktu Natal dengan beristirahat atau menikmati aktivitas pribadi, seperti menonton film.
Film-film bertema Natal, seperti The Grinch atau Last Christmas, sering kali menjadi pilihan utama untuk menikmati waktu luang. Keinginan untuk menikmati waktu pribadi ini menunjukkan bahwa bagi generasi milenial cenderung memanfaatkan waktu untuk menyendiri dan mengisi ulang energi.
4. Generasi Z lebih aktif di luar rumah
Sementara itu, bagi Generasi Z, liburan Natal cenderung lebih dinamis. Banyak dari mereka yang lebih memilih untuk beraktivitas di luar rumah, bepergian, atau bahkan bekerja, ketimbang menikmati waktu di depan layar televisi atau film.
Hanya sekitar 20% dari Generasi Z yang memanfaatkan waktu Natal untuk menonton film, hal tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan Generasi milenial. Mereka lebih memilih untuk aktif, entah itu berkumpul dengan teman-teman, berlibur, jalan-jalan atau mengikuti kegiatan sosial lainnya.
Secara keseluruhan, perbedaan ini menunjukkan bagaimana setiap generasi menafsirkan Natal sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang mereka hadapi. Namun, satu hal yang tetap sama adalah momen Natal tetap menjadi waktu yang penuh arti bagi mereka yang merayakannya, baik itu untuk tujuan religius maupun untuk menyambung tali kasih dengan orang terdekat. (berbagai sumber/Z-1)
Kompetisi dengan total hadiah senilai Rp100 juta ini mengajak generasi muda Indonesia untuk lebih berani dan percaya diri mengungkapkan kreativitas dan dalam merawat diri.
Orangtua, pendidik, dan berbagai lembaga kini mulai menyasar kalangan anak dan remaja untuk menanamkan literasi keuangan yang bisa menyeimbangkan kebutuhan dan keinginan.
Kompetensi digital harus dibarengi dengan pembentukan karakter dan nilai profesional.
Kaspersky menemukan 251.931 upaya pengiriman malware atau file berbahaya yang disamarkan dengan nama-nama judul anime.
Bappenas menyoroti bahwa salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z adalah lemahnya kemampuan interpersonal dan komunikasi.
TOKOH muda perwakilan Generasi Z (Gen Z), Arwin Welhalmina, menyampaikan pernyataan terbuka yang ditujukan kepada para tokoh senior bangsa, khususnya politikus Fahrul Razi.
Tingginya tekanan ekonomi dan lonjakan harga properti membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di kawasan industri seperti Bekasi semakin sulit memiliki hunian layak
Prudential menerbitkan produk asuransi kesehatan bagi masyarakat Indonesia, khususnya milenial dan generasi Z (gen Z).
Setiap generasi sudah pasti memiliki perspektif, gaya, dan harapan masing-masing dengan keunikan sendiri. Begitu pula dengan tantangan-tantangan komunikasi.
Pengembangan diri, yang meliputi hard skill atau soft skill, dapat dilakukan secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain.
Sebagai salah satu pusat industri terbesar di Indonesia, Cikarang mengalami perubahan signifikan menjadi kawasan hunian modern yang menarik banyak calon pembeli
MINAT warga milenial Boyolali magang kerja ke luar negeri, terutama ke Jepang terus meningkat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved