Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
DATA Dinas Kesehatan Natuna menunjukkan dari tahun 2017 hingga 2024 tercatat 48 kasus HIV dan 1 kasus AIDS, sehingga total ada 49 kasus. Dari jumlah tersebut, enam di antaranya adalah anak-anak.
Pengurangan kasus HIV pada bayi dan anak di Indonesia masih menjadi tugas yang harus diselesaikan pemerintah saat ini. Dokter Spesialis Anak RSAB Harapan Kita, dr. Dwinanda Aidina Fitrani mengatakan bahwa dari data di Indonesia penularan HIV dari ibu ke anak sebetulnya mengalami penurunan dari sekitar 50 ribu kasus pada 2023 menjadi 30 ribu kasus pada tahun ini.
“Tapi kan menurunnya tidak banyak dan intinya masih ada kasus HIV baru pada anak. Padahal kita maunya untuk memutus penularan jangan sampai ada infeksi baru lagi pada anak,” ungkapnya dalam talkshow Instagram RSAB Harapan Kita bertajuk HIV pada Bayi dan Anak Harus Bagaimana.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa penularan HIV terjadi secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal, penularan terjadi dari ibu ke anak melalui plasenta masuk ke bayinya, atau saat bayi dilahirkan lewat pervaginam dan terpapar mukosa, atau bisa juga dari ASI.
“Penularan lainnya itu umumnya terjadi pada saat hubungan seksual atau lewat jarum suntik dan juga bisa secara tidak sengaja lewat transfusi. Jadi ada penularan vertikal dan horizontal. Vertikal itu tadi dari ibu ke anak dan horizontal itu lewat hubungan seksual, jarum suntik dan sebagainya,” kata dr. Dwinanda.
Menurutnya, saat ini dari data anak yang terkena infeksi baru HIV rata-rata berusia 5 tahun ke atas. Hal ini menunjukkan anak remaja pun masih ada yang terkena infeksi HIV.
“Memang hampir 90% penularan paling banyak dari ibu ke anak tapi sisanya penularan bisa terjadi secara horizontal. Jadi anak-anak kita ini mulai dari nol sampai 18 tahun itu masih usia anak. Remaja yang sudah kita anggap bukan anak itu justru masih harus kontrol ke dokter anak karena terdaftarnya juga masih dalam kasus anak,” tuturnya.
Gejala HIV pada anak juga dikatakan mungkin berbeda dari dewasa karena sistem imun mereka yang masih belum baik. Hal ini menyebabkan gejala berat bisa terjadi lebih cepat dibandingkan orang dewasa pada umumnya.
“Kalau dewasa kan kalau terkena HIV belum langsung ada gejala, menunggu beberapa tahun baru muncul gejala. Kalau anak dalam waktu beberapa bulan saja sudah timbul gejala. Biasanya tandanya bisa demam lama, diare lama, infeksi jamur misalnya di mulut atau kulit, infeksi luka berulang, infeksi paru berulang, dan lainnya. Kalau gejalanya terjadi di bawah satu tahun mungkin harus diwaspadai ini gejala HIV,” ujar Dwinanda.
Dwinanda menegaskan bahwa pencegahan HIV pada bayi dan anak sebaiknya dilakukan dari ibu hamil. Hal ini untuk memastikan bayi yang lahir bisa mendapatkan penanganan yang tepat.
“Jadi skrining HIV pada bayi dan anak itu harus dimulai pada ibunya. Biasanya ketika hamil di fasilitas kesehatan harus dicek HIV pada ibu. Paling lambat di trimester ketiga supaya ketika ibunya terkena HIV, bisa dilakukan terapi agar bayi tidak terkena pajanan HIV. Tapi kalau sudah keburu lahir risikonya akan lebih besar dibanding ketahuannya sebelum lahir. Tapi tetap intinya pada bayi pun harus diberikan antivirus pencegahan selama 6 minggu atau beberapa bulan,” pungkasnya.
Senada, Prof. Ari Probandari, peneliti utama studi Menjaga di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, menekankan, dalam konteks eliminasi HIV, jelasnya layanan antenatal care (ANC) sangat penting karena berperan sebagai platform utama untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan HIV pada ibu hamil.
Ia menekankan penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya bisa dicegah. Syaratnya yaitu ibu hamil dapat menjalani tes HIV sejak dini dan memulai terapi antiretroviral (ARV) bila diperlukan. (H-2)
Studi ini merupakan kerja sama antara Pusat Kedokteran Tropis UGM, dengan Universitas Sebelas Maret, London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM) dan University of New South Wales.
Ia menyebut tingkat pengetahuan komprehensif remaja dan anak muda terhadap penularan dan pencegahan HIV walaupun trennya meningkat, tetapi angkanya masih cukup rendah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved