Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
KETEPATAN waktu dan kedisiplinan menjadi hal yang paling utama untuk diterapkan oleh orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam mengonsumsi obat antiretroviral (ARV). Terlambat satu menit saja, virus HIV akan sudah bisa bereplikasi dan membuat pengobatan jadi tidak maksimal.
Apoteker spesialis farmasi rumah sakit dari RSPON, Hadijah Tahir, mengatakan kasus penderita HIV/AIDS yang telat mengonsumsi obat ARV dari jadwal yang sebelumnya telah ditetapkan memang menjadi kendala yang sering dihadapi. Mengingat pentingnya ketepatan waktu ini, maka pasien juga harus selalu memastikan ketersediaan stok ARV untuk dirinya sendiri.
"Tidak boleh telat (minum obat ARV), semenit pun tidak boleh. Lima menit saja sudah ada replikasi virus," kata Hadijah dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, kemarin.
Ketika virus HIV telah menginfeksi sel limfosit, virus tersebut akan bereplikasi dengan sangat cepat. Pada pasien yang baru terdiagnosis HIV/AIDS, Hadijah juga menekankan pentingnya untuk mendapatkan terapi ARV sesegera mungkin.
Hal ini juga berlaku apabila petugas kesehatan secara tidak sengaja terpajan virus HIV. Dalam waktu empat jam, ujar Hadijah, seorang yang terpajan virus HIV minimal harus sudah mengonsumsi ARV.
"Jadi harus segera supaya dia (ARV) bisa menghambat replikasi virus. Karena kalau tidak segera, maka virus akan semakin banyak, daya tahan tubuh atau CD4 akan diduduki oleh virus tersebut. Dan tentu daya tahan tubuh menurun, maka infeksi oportunistik akan bisa segera terinfeksi," kata dia.
Hadijah mengatakan, saat ini ARV merupakan satu-satunya terapi yang tersedia untuk mengatasi virus HIV. Meski tidak bisa menyembuhkan, tetapi patuh mengonsumsi ARV dapat memperbaiki kualitas hidup penderita. Ketika jumlah virus HIV dalam darah tidak terdeteksi, maka risiko penderita untuk menularkan virus sangat rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali.
Menurut dia, saat ini regimen obat ARV semakin baik. Bahkan, ada jenis obat yang di dalam satu tabletnya berisi beberapa macam obat sehingga hal ini meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat.
Hadijah menambahkan, obat ARV dapat diminum setengah jam hingga satu jam sebelum makan atau dua jam sesudah makan. Beberapa jenis ARV dianjurkan untuk tidak dikonsumsi bersamaan dengan makanan lain seperti efavirenz yang sebaiknya tidak dikonsumsi berdekatan dengan makanan lemak tinggi karena bisa mengganggu absorpsi obat.
Terkait efek samping ARV, ia mengatakan bahwa pada dasarnya efek samping obat bersifat individual. Artinya, tidak semua penderita ARV mengalami efek samping yang sama. Namun secara umum, ARV dapat menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, hingga diare.
Pemberian obat ARV akan terus dievaluasi oleh tenaga kesehatan. Jika timbul efek samping, Hadijah mengingatkan bahwa hal ini bukan berarti pasien dapat menghentikan konsumsi ARV. Dalam waktu dua minggu, pada umumnya pasien sudah bisa beradaptasi dan tidak lagi mengalami efek samping.
"Apabila minum ARV sesaat langsung muntah, berarti dipastikan belum terabsorpsi dengan baik. Jadi bisa minum lagi untuk pengganti. Tapi kalau muntah saat sudah dekat dengan dosis selanjutnya, maka tidak perlu diulang, cukup minum obat pada waktu dosis selanjutnya itu," kata Hadijah. (Ant/Z-9)
Infeksi HIV/AIDS tak hanya berdampak sistemik, tetapi juga sering kali memunculkan gejala di rongga mulut yang dapat menjadi indikator awal infeksi.
Penambahan itu membuat jumlah ODHA mencapai 1.456 orang, dengan angka kematian 256 orang.
Kasus HIV/AIDS memang cenderung mengalami peningkatan cukup signifikan terjadi sejak 2022.
Pemkab Manggarai Barat, NTT, mengimbau masyarakat untuk rutin melakukan tes VCT (Voluntary Counselling and Testing) guna mendeteksi HIV secara dini.
Faktor rasa malu dan diskriminasi masih menjadi kendala utama. Banyak ODHA memilih memeriksakan diri di tempat jauh agar tidak dikenali lingkungan sekitar.
Skrining sudah dilakukan terhadap 177.984 orang, 83 orang positif,
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved