Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Prudensius Maring Dikukuhkan Jadi Guru Besar Antropologi Lingkungan UBL

Syarief Oebadillah
09/12/2024 20:23
Prudensius Maring Dikukuhkan Jadi Guru Besar Antropologi Lingkungan UBL
Universitas Budi Luhur (UBL) mengukuhkan Prof Dr Prudensius Maring, MA sebagai Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan di Jakarta, Senin (9/12).(DOK UBL)

UNIVERSITAS Budi Luhur (UBL) mengukuhkan Prof Dr Prudensius Maring, MA sebagai Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan. Prosesi pengukuhan Guru Besar Prof Dr Prudensius Maring, MA dilaksanakan di hadapan Sidang Senat Terbuka UBL yang dipimpin Ketua Senat UBL Prof Dr Selamet Riyadi, MSi di Grha Mahardika Bujana, UBL, Jakarta, Senin (9/12)

Prof Prudensius dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Antropologi Lingkungan berdasarkan SK Mendikbudristek tertanggal 4 Juli 2024. Hadir pada agenda rapat Sidang Senat Terbuka tersebut, Kepala LLDIKTI wilayah III Prof Dr Toni Toharudin, Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti Kasih Hanggoro, Rektor UBL Prof dr Agus Setyo Budi, M.Sc dan para Warek, Dekan Fakultas  Komunikasi & Desain Kreatif Dr Rocky Prasetyo Jati serta sejumlah rektor dari perguruan tinggi lain.

Dalam orasi ilmiahnya berjudul 'Tapak Antropologi Merajut Kolaborasi Mengurai Konflik Ekologi', Prof Prudensius menyoroti tiga hal penting. Yakni gambaran peta jalan dalam mempelajari antropologi, gambaran kompleksitas paradigma pengelolaan sumber daya ekologi hingga implikasinya terhadap konflik dan kolaborasi serta gambaran kolaborasi sebagai pilihan jalan untuk penyelamatan sumber daya ekologi demi keutuhan satu bumi kehidupan. 

“Penelitian ini adalah cara saya melihat masalah sumber daya alam atau pertanian dari aspek pendekatan pembangunan pedesaan dan dimensi sosial lainnya untuk memperkaya basis pengetahuan pertanian yang saya kuasai,” kata Prof Prudensius.

Melalui keterangan yang diterima hari ini, Prof Prudensius memaparkan pengelolaan sumber daya alam tidak hanya sekadar urusan teknis, berbagai masalah sosial justru menentukan keberhasilan atau sebaliknya kegagalan. Misalnya terkait hak-hak dasar petani atau masyarakat yang terlindas, keterbatasan akses lahan, jerat fragmentasi lahan, ketimpangan system penguasaan, kebijakan yang membelenggu, dominasi pendekatan top down dan coersive, revolusi hijau yang mendegradasi benih, tindakan represif, trauma dan resistensi, kolaborasi yang memudar, dan meluasnya eskalasi konflik sumber daya alam.

“Terlihat pula bahwa berbagai masalah lingkungan yang terjadi selalu bersumber dari kontestasi dan pertarungan kepentingan banyak pihak. Pertarungan kepentingan bersifat kompleks antarpihak tidak hanya melahirkan hubungan bernuansa kolaboratif, resistensi, dan konflik, tapi juga menimbulkan bencana alam seperti banjir, longsor, pandemi, dan kerusakan alam akibat perilaku eksploitatif,” terangnya.

Prof Prudensius berpendapat semua sistem penguasaan sumber daya alam serta cara-cara penyelesaian masalah sosial berupa konflik dan perlawanan selalu berhubungan dengan paradigma yang dianut oleh pemerintah/negara dan stakeholders lainnya.

"Saya memahami bagaimana banyak pihak memilih caranya masing-masing untuk menyelamatkan sumber daya alam. Banyak pihak masih menolak pilihan cara persuasif dan memilih berkonflik karena trauma pengalaman sebelumnya atau meyakini cara tersebutlah yang bisa mendorong perubahan,” tegasnya. 

Pada kesempatan yang sama, Rektor UBL Prof Agus Setyo Budi menyampaikan apresiasi atas pencapaian yang diraih Prof Prudensius. Perjuangan yang dilalui Prof Prudensius untuk meraih gelar guru besar amat panjang dimulai dari kampung halaman hingga akhirnya berada di UBL. “Saya berharap ini semacam peluru untuk menarik teman-teman dosen yang sudah doktor apalagi lector kepala untuk cepat-cepat menyusul langkah Prof Pridensius,” katanya.

Rektor mengingatkan kompetisi perguruan tinggi terutama swasta semakin berat dengan beralihnya perguruan tinggi negeri berubah status menjadi perguruan tinggi berbadan hukum. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi termasuk di wilayah III. “Di wilayah III ada 7 perguruan tinggi negeri. Kalau perguruan tinggi swasta tidak waspada dan menjaga kinerja maka kita akan tergelincir,” jelasnya.

Karena itu, Rektor mendorong para dosen untuk segera mencapai gelar tertinggi di bidang akademik yakni professor. “Mudah-mudahan dua atau tiga tahun ke depan, akan semakin banyak dosen di Budi Luhur yang menjadi guru besar,” harapnya.

Senada juga disampaikan Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti, Kasih Hanggoro, ia berharap bahwa suatu saat tiap bulan ada dosen UBL yang mencapai gelar akademik tertinggi (professor). Lebih dari itu hal terpenting adalah bagaimana semua dosen memiliki karya nyata yang bermanfaat bagi banyak orang, bagi masyarakat luas. Tanpa partisipasi karya yang besar, mungkin UBL hanya akan menjadi bagian dari PTS lainnya. 

“Hari ini kita tidak usah jauh-jauh cari role model, cari panutan. Di hadapan kita ada orang hebat yang berangkat dari kampung dan kini menjadi professor yakni Prof. Prudensius,” tegasnya.

Kasih Hanggoro juga sepakat dengan Prof Prudensius terkait kolaborasi. Bahwa kolaborasi adalah bagian dari kesuksesan kita. “Jalan yang kita lalu tidaklah mudah, namun jika melakukan kolaborasi maka itu akan menjadi solusi,” pungkasnya.(S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya