Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
PERNAHKAH kamu merasa nyaman di atas kasur atau sofa. Namun kamu enggan bergerak meskipun tahu banyak pekerjaan yang menanti? Atau lebih memilih duduk diam daripada beraktivitas? Jika iya, itu bisa jadi tanda kebiasaan mager atau malas gerak, yang ternyata dapat berbahaya bagi tubuhmu.
Mager atau malas gerak (sedentary lifestyle) adalah perilaku yang melibatkan sedikit aktivitas fisik, dengan pengeluaran energi yang rendah. Meskipun efeknya tidak terasa secara langsung, dampak negatif dari gaya hidup ini mulai terasa bertahun-tahun setelahnya.
Menurut WHO, gaya hidup ini termasuk salah satu dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) pada 2008 mengungkapkan kematian akibat kebiasaan malas gerak dua kali lebih banyak dibandingkan kematian karena obesitas.
Salah satu penyakit yang paling sering terjadi akibat kebiasaan ini adalah penyakit jantung. Malas gerak dapat mengganggu metabolisme lemak darah, yang menyebabkan peningkatan kolesterol jahat (LDL) dan penurunan kolesterol baik (HDL). Akibatnya, penumpukan lemak di pembuluh darah semakin parah, memperburuk aterosklerosis, dan memperberat kerja jantung.
Studi dari Stanford University mengungkapkan Indonesia memiliki tingkat malas berjalan kaki tertinggi di dunia, dengan rata-rata hanya 3.513 langkah per hari. Hal ini menunjukkan kurangnya aktivitas fisik atau kebiasaan malas gerak di Indonesia.
Oleh karena itu, selain masalah jantung, kamu juga harus waspada terhadap bahaya 'mager' lainnya.
Kurangnya aktivitas fisik mengganggu sirkulasi darah, yang dapat meningkatkan risiko pembekuan darah dan masalah pada pembuluh darah otak, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke akibat berkurangnya suplai oksigen ke otak.
Malas bergerak menyebabkan resistensi insulin, di mana tubuh tidak dapat menggunakan glukosa secara efisien. Hal ini menyebabkan kadar gula darah meningkat, yang pada akhirnya dapat memicu diabetes tipe 2.
Kebiasaan malas bergerak mengurangi kepadatan tulang dan massa otot. Tanpa aktivitas fisik yang cukup, tubuh akan kehilangan kalsium tulang, yang menyebabkan osteoporosis, kondisi tulang menjadi rapuh dan lebih mudah patah.
Malas bergerak berhubungan langsung dengan penurunan pembakaran kalori tubuh. Jika asupan kalori lebih tinggi daripada yang dibakar, kalori berlebih akan disimpan dalam bentuk lemak, yang lama kelamaan dapat menyebabkan obesitas.
Kurangnya aktivitas fisik membuat organ tubuh, termasuk usus, menjadi kurang aktif dan tidak berfungsi secara optimal, yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti konstipasi, karena proses pencernaan yang terhambat.
Kurangnya gerakan tubuh dapat mengurangi kapasitas paru-paru dalam menyerap oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, yang akhirnya mengganggu proses pernapasan dan menyebabkan sesak napas serta penurunan daya tahan tubuh secara keseluruhan.
Kebiasaan malas bergerak dapat berdampak buruk pada kesehatan mental, karena kurangnya aktivitas fisik mengurangi pelepasan hormon endorfin yang berfungsi meningkatkan mood, sehingga seseorang menjadi lebih rentan mengalami stres dan perubahan suasana hati yang cepat.
Dengan mengetahui bahaya dari kebiasaan malas gerak, mari kita kurangi kebiasaan tersebut melalui aktivitas fisik. Misalnya, dengan berdiri, menaiki tangga, atau berjalan-jalan pendek, kita dapat secara bertahap meningkatkan tingkat aktivitas fisik demi mendukung kesehatan tubuh. (Kementerian Kesehatan/halodoc/Z-3)
Diabetes melitus dan obesitas dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu yang signifikan.
Dalam dunia kerja, obesitas dapat mengganggu keberlangsungan produktivitas (brain fog) dan penurunan kesehatan karena penyakit penyerta dari obesitas.
Samoa, Nauru, dan Tonga masuk dalam daftar negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Simak data terbaru dari WHO.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia dari Kementerian Kesehatan, prevalensi obesitas nasional 2023 pada penduduk umur di atas 18 tahun, mengalami peningkatan.
Poin yang membedakan Lighthouse Advanced dari klinik lain adalah pendekatannya yang menyeluruh dan berkelanjutan melalui Companion Program.
OBESITAS pada anak merupakan kondisi yang bisa memicu munculnya berbagai penyakit berbahaya. Asupan Protein hewani bisa menjadi cara untuk mengatasi obesitas pada anak.
Sertifikasi AKL merupakan syarat resmi dari Kemenkes untuk menjamin bahwa alat kesehatan yang beredar memenuhi standar keamanan, kualitas, dan kepraktisan.
Banjir tengah melanda berbagai daerah di Indonesia, tidak terkecuali Jabodetabek. Hal itu menimbulkan dampak yang berbahaya bagi masyarakat, khususnya penyebaran penyakit leptospirosis.
Meskipun merupakan sebuah bencana, fenomena banjir tidak jarang dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain air.
Kesehatan disebut sebagai salah satu ujung tombak kemajuan dan kesejahteraan yang kualitasnya harus maksimal untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Semangka bukan hanya buah penyegar di tengah cuaca panas, tapi juga kaya manfaat bagi kesehatan.
Banyak manfaat bagi kesehatn yang tersembunyi dalam buah naga. Simak penjelasan ilmiahnya berikut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved