Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
SEBUAH tes baru dilakukan oleh ilmuan tim peneliti internasional sebagai skor poligenik (polygenic score/PGS) untuk membantu memprediksi anak-anak yang menghadapi risiko genetik terbesar indeks massa tubuh (IMT) tinggi di kemudian hari. Hal ini dapat membantu orang tua membangun kebiasaan sehat sejak dini.
Skor ini digunakan untuk mengelompokkan variasi genetik guna memprediksi karakteristik tertentu, yang dalam hal ini adalah BMI.
"Yang membuat skor ini begitu kuat adalah kemampuannya untuk memprediksi, sebelum usia 5 tahun, apakah seorang anak kemungkinan akan mengalami obesitas di masa dewasa, jauh sebelum faktor risiko lain mulai membentuk berat badan mereka di kemudian hari," kata ahli epidemiologi genetika dari Universitas Copenhagen di Denmark Roelof Smit dikutip dari ScienceAlert, Minggu (17/8).
Tes baru ini tidak sesederhana kedengarannya. Pertama, faktor genetik hanya berkontribusi relatif kecil terhadap risiko IMT tinggi. langkah kedua, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perlu beralih dari IMT sebagai ukuran obesitas dan kesehatan secara umum. Meski begitu, para peneliti mengklaim tes PGS yang baru ini dua kali lebih akurat dibandingkan tes sejenis lainnya.
"Intervensi pada titik ini dapat memberikan dampak yang besar," ujarnya.
Tes ini dibangun berdasarkan basis data informasi genetik yang dikumpulkan dari lebih dari 5,1 juta orang. Setelah menyusun tes, para peneliti kemudian mengujinya pada beberapa basis data kesehatan terpisah, yang mencakup ratusan ribu individu. Dalam kumpulan data ini, baik data genetik maupun IMT dari waktu ke waktu telah dicatat.
Para peneliti menambahkan PGS ke prediktor BMI lainnya, dan menemukan bahwa skor PGS yang lebih tinggi dikaitkan dengan pertambahan berat badan dewasa yang lebih besar. Akurasi PGS dalam memprediksi variasi BMI bergantung pada usia dan keturunan. Skor PGS pada usia 5 tahun menjelaskan 35 persen variasi BMI pada usia 18 tahun. Bagi orang Eropa paruh baya, skor ini menjelaskan 17,6 persen variasi.
Di kelompok lain, angkanya jauh lebih rendah hanya 2,2 persen untuk penduduk pedesaan Uganda, misalnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya representasi dalam data pelatihan, dan keragaman genetik yang lebih besar pada populasi Afrika, kata para peneliti.
Temuan menarik lainnya dari penelitian ini seperti mereka yang memiliki kecenderungan genetik lebih kuat terhadap BMI yang lebih tinggi sebenarnya kehilangan lebih banyak berat badan selama tahun pertama program penurunan berat badan, meskipun mereka juga lebih mungkin untuk mendapatkan kembali berat badan di kemudian hari.
"Temuan kami menekankan bahwa individu dengan predisposisi genetik tinggi terhadap obesitas mungkin lebih responsif terhadap perubahan gaya hidup dan, dengan demikian, bertentangan dengan pandangan determinis bahwa predisposisi genetik tidak dapat diubah," paparnya.
Pemikirannya adalah jika BMI dapat diprediksi lebih akurat pada usia dini, maka hal itu akan memberikan anak-anak dan orang tua mereka lebih banyak waktu untuk menanamkan kebiasaan yang lebih sehat terkait pola makan atau tingkat aktivitas, yang berpotensi memengaruhi BMI.
"Skor poligenik baru ini merupakan peningkatan dramatis dalam daya prediksi dan lompatan maju dalam prediksi genetik risiko obesitas," kata ahli genetika dari Universitas Copenhagen Ruth Loos.
Prediksi itu membawa kita jauh lebih dekat ke pengujian genetik yang bermanfaat secara klinis. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved