Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PENOLAKAN terhadap perumusan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 masih terus bergulir hingga ancaman untuk melakukan aksi dari para buruh.
Salah satunya datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS yang menyatakan ketidakpuasannya.
Sudarto mengakui bahwa dirinya bersama perwakilan tenaga kerja lainnya memaksa hadir dalam public hearing yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu, meskipun tidak mendapat undangan resmi karena ingin didengarkan pemerintah. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk desakan agar pemerintah mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak lain.
Baca juga : Cukai Rokok Diusulkan Naik 25% Per Tahun
Sudarto menekankan bahwa banyak aturan dalam PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes yang berdampak negatif bagi penghidupan ratusan ribu pekerja di industri hasil tembakau hingga makanan-minuman.
"Kami merasa hak-hak kami sebagai pekerja tidak terlindungi dengan baik. Seharusnya, pemerintah melindungi industri hasil tembakau yang menjadi sumber mata pencarian kami," ungkapnya dalam Forum Diskusi Advokasi Industri beberapa waktu lalu.
Dia mengaku bahwa dalam forum itu dirinya mengundang Kemenkes tapi tidak ada satu pun perwakilan yang hadir.
Sudarto menyampaikan bahwa para pekerja di bawah naungannya telah mengirimkan sekitar 20.000 masukan tertulis melalui situs resmi Kemenkes. Harapannya, masukan tersebut bisa diterima dan diakomodasi.
Baca juga : Anggota Baleg Kritik Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Kemenkes
Dia menyebut bahwa Kemenkes belum menunjukkan transparansi dalam mengungkap informasi mengenai masukan yang diterima.
"Kami telah mengirimkan hampir 20 ribu masukan untuk menolak PP 28 dan aturan turunannya (RPMK), termasuk kemasan rokok polos tanpa merek. Kami berharap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bisa memberikan kejelasan terkait penolakan ini," tegasnya.
Ia pun berharap Kemenkes dapat berkoordinasi lebih baik dengan kementerian lainnya untuk menciptakan kebijakan yang seimbang. "Kami meminta Kemenkes menghapus aturan kemasan rokok polos tanpa merek dari RPMK dan meninjau ulang PP 28/2024," katanya.
Baca juga : Dilema Tembakau, Antara Hajat Hidup Petani dan Masalah Kesehatan
Selain itu, Sudarto mendorong ruang dialog yang akan membuka peluang bagi Kemenkes untuk mendengarkan aspirasi pekerja. Namun, jika langkah diplomasi tidak berhasil, Sudarto menyatakan kesiapan untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi para pekerja.
"Kami ingin mengambil jalur diplomasi terlebih dahulu, tetapi jika tidak dihiraukan, kami siap untuk bertindak lebih tegas. Kami akan turun ke jalan," jelasnya.
Sudarto menilai bahwa polemik dalam PP 28/2024 dan RPMK menunjukkan kelalaian pemerintah dalam memperkirakan dampak ekonomi dari regulasi tersebut terhadap pekerja dan industri. Ia khawatir banyak buruh akan menjadi korban PHK jika kebijakan ini diterapkan. Ia menekankan pentingnya memperhitungkan dampak kebijakan terhadap tenaga kerja dan sektor terkait.
Baca juga : Asosiasi Petani Tembakau Desak Menkes Kaji Ulang RPMK
Kekhawatiran Sudarto ini juga tercermin dari pernyataan Presiden Jokowi yang mengingatkan adanya ancaman badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada 2025.
Jokowi menyebut bahwa dampak ancaman ini bisa menyebabkan hilangnya 85 juta pekerjaan, di saat Indonesia sedang menyambut bonus demografi 2030 yang memerlukan banyak lapangan pekerjaan.
"Kita tahu 96 negara sudah menjadi pasiennya IMF, ini sebuah angka yang menurut saya sangat mengerikan. Oleh sebab itu, kita harus fokus dalam bekerja mengelola ekonomi kita," tandasnya. (H-2)
Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan regulasi.
PERIZINAN rokok dengan berbagai rasa seperti buah-buahan, melalui vape dan pods meningkatkan penjualan rokok bentuk lain dikalangan anak dan remaja.
Salah satu tantangan terbesar dalam kesehatan masyarakat saat ini adalah daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya seperti rokok dan vape, terutama bagi anak muda.
Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik/vape, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, tidak menjadi pintu masuk ke kebiasaan merokok.
APTI menuding Kemenkes justru lebih memilih mengakomodasi aspirasi LSM ketimbang mendengarkan masukan para pemangku kepentingan di sektor industri hasil tembakau (IHT).
Serikat pekerja rokok kembali menegaskan menolak upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mendorong aturan untuk menghilangkan identitas merek.
Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menekankan pentingnya operasi Satuan Tugas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal (Satgas BKC Ilegal) yang sesuai dengan regulasi.
Pajanan rokok pada ibu hamil berdampak risiko stunting seperti kelahiran bayi dengan berat badan rendah (BBLR) hingga zat berbahaya yang dapat menghambat pertumbuhan janin.
Rokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan para perokok, tetapi juga bagi kesehatan orang-orang di sekeliling mereka.
Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur aspek strategis Industri Hasil Tembakau (IHT) menuai penolakan keras dari kalangan pekerja.
Desakan untuk membatalkan pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif semakin menguat.
Kementerian Kesehatan dalam implementasi PP 28 Tahun 2024 baru sebatas pemanasan atau stretching.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved