Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
GURU Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rini Sekartini, menyatakan bahwa imunisasi polio aman untuk diberikan kepada anak berkebutuhan khusus, termasuk yang mengalami gangguan perilaku seperti autisme.
"Anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan perilaku, misalnya autisme atau ADHD, tetap bisa diberikan imunisasi polio tetes. Imunisasi ini aman karena mereka sehat secara fisik," ujar Rini dikutip dari Antara, Selasa (23/7).
Sebagai Ketua Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rini menekankan bahwa anak berkebutuhan khusus harus mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka, termasuk imunisasi.
Baca juga : PIN Polio Putaran Kedua Cerminan Orangtua Abai Imunisasi
Ia mengingatkan masyarakat agar tidak mengabaikan pemberian imunisasi lengkap kepada anak dengan gangguan perilaku.
Namun, imunisasi polio tidak dapat diberikan kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan medis seperti penyakit ginjal atau kelainan darah.
"Imunisasi polio tidak diberikan jika anak memiliki kondisi medis lain yang merupakan kontraindikasi," tambah Rini.
Baca juga : Kelumpuhan akibat TB Tulang dan Polio, Apa Perbedaannya?
Orang tua disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anak guna memperoleh informasi lebih lanjut mengenai imunisasi yang efektif dalam mencegah penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan permanen.
Cakupan imunisasi pada anak menurun drastis pada tahun 2021 akibat pandemi covid-19. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia menggelar Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio tahap kedua di 27 provinsi.
PIN Polio tahap kedua ini dilaksanakan karena Indonesia masih dalam kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit polio. KLB polio terjadi di Papua sejak tahun 2022. Target imunisasi polio kali ini adalah mencapai cakupan minimal 95 persen untuk mewujudkan kekebalan kelompok, dengan 5% lainnya merupakan anak yang ditunda pemberiannya.
"Cakupan imunisasi yang tinggi dapat mengendalikan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Namun, jika cakupannya menurun di bawah 60%, Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat muncul kembali," ujar Ketua IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso.
Imunisasi akan dilaksanakan selama sepekan ke depan untuk anak usia 0 hingga 7 tahun di posyandu, puskesmas, dan lokasi lain yang telah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. (Z-10)
Pada 12 April 1955, dunia menyaksikan tonggak sejarah dalam bidang kesehatan dengan pengumuman vaksin polio yang dikembangkan oleh Dr. Jonas Salk.
Hari Polio Sedunia, yang diperingati setiap tahun pada 24 Oktober, merupakan inisiatif global yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang polio
HAMPIR 443.000 anak-anak menerima dosis pertama vaksin polio di Jalur Gaza, Palestina, dan sedang menunggu persetujuan Israel untuk koordinasi akses ke tujuh wilayah tambahan.
Badan-badan PBB yang terlibat sekarang berharap untuk memperluas kampanye ke wilayah utara dan selatan yang paling terkena dampak dalam dua tahap berikutnya.
Dalam tenda dekat Kota az-Zawayda di Gaza Tengah, Nevin Abu al-Jidyan, 35, duduk di lantai di samping anak bungsunya, Abdul Rahman, yang terbaring di kursi bayi plastik. Anaknya mengidap polio.
ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (3/9) telah melampaui target vaksinasi polio di Gaza pada hari ketiga kampanye massal tersebut.
PELUANG kerja bagi penyandang autisme di Indonesia masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya orangtua mengalami kebingungan mencari pekerjaan untuk anaknya yang autisme.
POLA asuh atau gaya parenting orangtua kerap dituduh menjadi penyebab seorang anak mengalami kondisi autisme. Khususnya di era kemajuan teknologi saat ini.
Hingga saat ini penyebab kondisi autisme masih belum diketahui secara konklusif. Namun, faktor genetik disebut menjadi hal yang berperan besar meningkatkan risiko autisme.
GANGGUAN spektrum autis atau autisme adalah sebuah kondisi perkembangan perilaku anak yang memengaruhi kemampuan interaksi, komunikasi, dan sosialisasi anak.
Semakin dini autisme dideteksi, intervensi yang dilakukan dapat semakin maksimal sehingga mampu menekan gangguan dalam perkembangan anak.
Pada autisme, selain defisit komunikasi verbal dan nonverbal, anak juga mengalami kesulitan memproses informasi, bahasa dan instruksi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved