Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SOSIOLOG Universitas Nasional (Unas) Prof. Sigit Rochadi menilai fenomena generasi Z atau penduduk usia muda (15-24 tahun) yang tidak berada dalam dunia pendidikan sekolah/pelatihan/kursus/training) atau tidak terserap pasar kerja disebabkan oleh adanya faktor peralihan sistem pekerjaan dari konvensional ke digitalisasi.
“Bahwa yang diharapkan oleh generasi Z adalah bekerja di bidang digital, tapi sayangnya mereka tidak mendapatkan pelatihan atau pembekalan digital yang memadai sehingga mereka berada dalam kondisi anomali, peluang kerja sangat kecil, tetapi mau melanjutkan pendidikan jug terkendala biaya yang mahal,” jelasnya saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta pada Jum’at (17/5).
Sigit menjelaskan generasi Z juga menjadi korban dari sistem pendidikan yang tidak link mach atau tidak adanya keterkaitan antara jurusan dan pembelajaran di sekolah dengan kebutuhan dunia industri. Dikatakan bahwa generasi Z tersebut umumnya berasal dari keluarga ekonomi bawah.
Baca juga : Sosiolog : Gen Z Pengangguran Karena Masa Peralihan Industri
Baca juga : Bernalar Berdaya, Berdayakan Pemuda lewat Pendekatan Komunitas
“Biasanya mereka berasal dari keluarga kelas ekonomi bawah dengan orang tua yang bekerja di sektor informal dan berpendidikan rendah. Sehingga orang tua tidak punya wawasan mengarahkan anaknya kemana sehingga diharapkan mengikuti jejak orang tua tapi mereka tidak tertarik, sebagian dari mereka juga merupakan yang putus sekolah,” ungkapnya.
Sigit mengungkapkan jika kondisi ini tidak diatasi dengan segera maka akan terjadi potensinya kerugian ekonomi hingga kerusakan sosial di masyarakat. Untuk itu menurutnya, pemerintah harus segera memperhatikan kondisi pendidikan kejuruan, menekan biaya pendidikan tinggi hingga membiayai berbagai pelatihan.
“Jika hal ini dibiarkan maka angka pengangguran akan semakin besar, lalu terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada terjadinya krisis ekonomi. Jika sudah begitu, akan muncul potensi terjadinya ketidakstabilan sosial, dimana anak muda akan menyalurkan kekecewaan mereka pada perilaku kekerasan dan tindak kriminal,” jelasnya. (Z-8)
Isu ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat memegang peranan yang cukup krusial. Hal ini disebabkan karena peran strategis Jawa Barat dalam perekonomian nasional.
Peserta program beasiswa PKW di LKP Karya Jelita ini, mendapatkan biaya pendidikan senilai Rp15 juta per-orang.
Adanya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten BandungĀ memicu berkurangnya angka pengangguran.
KEPUTUSAN Pemprov Jabar menutup aktivitas tambang di kawasan Padalarang dan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, memicu ribuan orang terancam kehilangan pekerjaan.
DATA Badan Pusat Statistik menyebut pengangguran di Ibu Kota kini sebesar 10,95% atau setara 572.780 orang.
Ayep-Bobby juga keliling Kota Sukabumi di 90 titik dan berusaha menghadirkan solusi untuk berbagai masalah yang ada.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved