Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Randai Pangkalan kian Menepi dalam Sepi

Fatmawati Adnan
04/2/2024 06:00
Randai Pangkalan kian Menepi dalam Sepi
Pemain randai Desa Pangkalan Serai.(Dok. Fatmawati Adnan)

SUARA merdu sang 'maestro' mengalun lirih, delapan lelaki bersarung menunggu aba-aba. Sang 'maestro' lalu mengomando para lelaki itu untuk mengawali gerakan pertama, menghatur sembah. Randai pun bermula. Bersilat, menari, berdendang, berdialog, dan berekspresi untuk menghidupkan cerita. Puluhan pasang mata terkesima, terpaku dalam dingin yang meraja.

Malam itu, pukul 23.00 WIB, di halaman sebuah sekolah dasar para pemain randai beraksi dalam gerak ragu-ragu dengan pandangan mata bertanya-tanya. Tubuh terasa kaku, nyanyian pun hilang timbul dalam ingatan. Sudah lima tahun mereka tidak berandai. Tidak mengherankan tubuh dan ingatan harus sama-sama menyegarkan ingatan.

Meski rasa percaya diri para pemain randai menipis, ternyata 'pertunjukan' sederhana itu mampu mengikat mata dan emosi penontonnya. Entah karena keindahan pertunjukan itu, entah karena nostalgia yang menggelorakan rasa, masyarakat Desa Pangkalan Serai itu terpesona.

Baca juga : Eksistensi Kerupuk, Antara Ada dan Tiada

Walaupun jauh dari format pertunjukan randai sebenarnya karena hanya latihan, pertunjukan itu telah membayar kerinduan masyarakat menyaksikan randai. Mereka bertahan dalam balutan dingin tengah malam demi menyaksikan hingga selesai seni tradisi yang menghilang selama setengah dasawarsa.

Desa Pangkalan Serai berada di paling ujung Provinsi Riau, tepatnya di hulu Sungai Subayang, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Desa itu cukup terisolasi karena perjalanan darat 3 jam dari Pekanbaru masih ditambah lagi dengan 4 jam perjalanan sungai dengan perahu bermotor. Sungai berarus deras yang memiliki beberapa riam tersebut memperberat perjalanan menuju Pangkalan Serai.

 

Baca juga : Bertekad Cetak Banyak Penulis Tradisi Lisan, ATL Akan Gelar Lokakarya Penulisan

Sejarah randai pangkalan

Menurut Hamidy (1980), randai di Provinsi Riau berasal dari Sumatra Barat yang diperkenalkan pedagang dan perantau Minangkabau yang datang ke tanah Riau sekitar 1930-an. Para perantau itu menetap dan mengembangkan kesenian randai di Riau, khususnya di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantansingingi.

Namun, berbeda dengan pendapat Hamidy, narasumber di Desa Pangkalan Serai menyebutkan penduduk Pangkalan Serai yang justru mempelajari randai ke negeri Minangkabau. Dikisahkan sejak ratusan tahun yang lalu penduduk Pangkalan Serai banyak yang berkunjung ke Minangkabau untuk menjual hasil hutan atau ladang, menuntut ilmu, atau urusan lainnya.

Baca juga : Ritual Pratanam Masyarakat Pajjaiang

Mereka berbaur dan mengikuti aktivitas sosial budaya masyarakat setempat, termasuk berkesenian randai. Setelah awalnya hanya sebagai penonton, mereka ikut berlatih, bahkan menjadi pemain inti. Ketika pulang ke Pangkalan Serai, mereka mengajarkan randai ke penduduk lokal. Kegiatan berlatih randai itu dilakukan terus-menerus secara rutin di Pangkalan Serai hingga menjadi pertunjukan.

 

Warna baru

Baca juga : Ritual Penanda Identitas Dayak Lawangan

Menurut pemuka adat Desa Pangkalan Serai, Datuk Bandaro Hitam, para pemain randai Pangkalan Serai melahirkan warna baru sehingga menjadi karakteristik tersendiri. Dengan transformasi yang cukup signifikan itu, mereka pun memberi perubahan itu sebagai randai pangkalan.

Modifikasi yang ada menggunakan karateristik lokal dan mencakup pada variasi gerak tari, silat, nyanyian, cerita, dan bahasa. Mereka menggunakan gerakan khas dari kesenian mereka sendiri dan menggunakan bahasa lokal Pangkalan Serai. Transformasi seperti itu bukanlah sesuatu yang mustahil dalam sejarah sebuah tradisi lisan, melainkan justru sesuatu yang sangat niscaya untuk terjadi.

Penonton pertunjukan randai di Desa Pangkalan Serai tidak dikenai biaya. Para pemain pun tidak menerima honor atau upah, mereka hanya disediakan makanan, kopi, dan rokok.

Baca juga : 36 Pemenang Menulis Cerpen FTBI Sumatera Selatan Mengikuti Kemah Cerpen

Grup randai tidak diberi honorarium karena beberapa alasan, yaitu (1) randai itu merupakan hiburan rakyat, bukan bisnis yang berorientasi pada keuntungan; (2) randai merupakan milik masyarakat sehingga kebersamaan dan persaudaraan lebih diutamakan; dan (3) kemampuan ekonomi masyarakat di Desa Pangkalan Serai tergolong menengah ke bawah.

Pertunjukan yang dilakukan di luar kampung Pangkalan Serai didanai penyelenggara atau tuan rumah yang mengundang grup randai untuk 'bermain' pada perhelatan mereka. Harga yang dibayar ke grup randai untuk sekali pertunjukan bergantung pada hasil perundingan kedua pihak.

Grup randai Desa Pangkalan Serai diberi nama Grup Dagang Saiyo. Grup itu didirikan sekitar 51 tahun yang lalu, tepatnya 1972. Randai pun menjadi kesenian yang disenangi dan berkembang pesat di Desa Pangkalan Serai. Pada 1974 sampai 2018 randai pangkalan memiliki eksistensi yang sangat kuat. Grup Dagang Saiyo sering diundang untuk mempertunjukkan randai di desa-desa lain yang ada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, daerah-daerah lain di Riau, bahkan sampai ke Provinsi Sumatra Barat.

Baca juga : Berguru kepada Alam, FIB UI Gelar Dies Natalis ke-84

Pertunjukan terakhir dilaksanakan pada 2018 di Desa Tanjung Belit untuk memeriahkan pesta pernikahan warga di sana. Sejak itu randai pangkalan tidak lagi mendapat undangan untuk mengadakan pertunjukan. Keadaan itu semakin memburuk pada akhir 2019 karena pandemi covid-19. Grup Dagang Saiyo vakum hingga tahun ini. (M-1)

 

Fakta-Fakta Penting

Baca juga : Senandung Pergi Haji dalam Masyarakat Kerinci

- Randai merupakan seni yang melibatkan dendang, musik, tari, silat, dan lakon.

- Randai berasal dari Minangkabau dan meluas ke berbagai wilayah, termasuk Riau.

- Randai umumnya diadakan pada momen-momen tertentu, misalnya pascapanen padi, acara pernikahan, khitanan, dan hari kemerdekaan. Randai biasanya diadakan sebagai acara tambahan untuk menambah kemeriahan acara dan menghibur para penonton.

Baca juga : Bahla, Kota Kuno di Oman yang Dihuni para Jin

- Pertunjukan randai biasanya diadakan pada malam hari selama 3-7 jam. Sebuah cerita bisa diselesaikan dalam satu malam, tetapi ada juga yang berturut-turut hingga tiga malam. Lamanya pertunjukan bergantung pada permintaan penyelenggara atau tuan rumah.

- Randai pangkalan merupakan randai hasil modifikasi randai minangkabau yang diciptakan warga Desa Pangkalan Serai.

- Randai pangkalan dimainkan 9-12 orang. Setiap pemain memiliki peran masing-masing sesuai dengan cerita yang dibawakan. Pemain randai pangkalan seluruhnya laki-laki, termasuk untuk peran perempuan. Ketentuan itu terkait dengan ajaran agama dan aturan adat.

Baca juga : Jampe, Ritual Penyembuhan dalam Masyarakat Betawi

- Pakaian pemain randai umumnya berwarna hitam, dilengkapi dengan kain samping yang diselempangkan dari bahu ke pinggang, dan tanjak (destar) kepala. Laki-laki yang memerankan tokoh perempuan mengenakan baju perempuan dan berbahasa tubuh layaknya perempuan.

- Randai pangkalan hanya menggunakan saluang, celempong, serunai (sunai), dan gendang. Meskipun tidak menggunakan alat musik versi lengkap, para pemain randai pangkalan mampu menghidupkan pertunjukan.

 

Baca juga : Natoni dan Bonet, Tradisi Lisan asal Timor Tengah Selatan NTT yang Hampir Punah

Tentang Penulis

Fatmawati Adnan

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), aktif mengkaji tradisi lisan di Riau, dan pengurus Asosiasi Tradisi Lisan Riau.

Baca juga : Nyanyi Panjang, Menempa Hati sambil Berdendang

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya