Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Ritual Penanda Identitas Dayak Lawangan

Ervantia Restulita Liber Sigai
17/12/2023 06:00
Ritual Penanda Identitas Dayak Lawangan
Praktik balian palas bidan mengilangkan pali, ritual yang berfungsi untuk memulihkan dan mengingatkan kembali ikatan seseorang(Dok.Penulis/Ervania Restulita Liber Sigai)

TIGA balia mulai beraksi: balian tuet (balian yang duduk), betinga (balian yang melafalkan mantra), dan balian jakat (balian yang berdiri). “Ja murung nansang bukit kuru irang rawen”, ujar seorang balian atau pemangku ritual. Ia memberi kabar pada ‘dunia atas’ bahwa bayi yang ada di depannya belum bersih dan belum dapat menginjak tanah atau melihat dunia.

Balian pun membersihkan sajen, bayi, dan keluarga inti. Patung sebagai pengganti bayi telah disiapkan. Balian lantas melakukan makan sempatung, yakni memberi darah, nasi, dan sajen kepada patung, dilanjutkan dengan jemamo/simpit petete, yakni melimpahkan segala macam penyakit anak kepada patung. Balian menangkap kekuatan roh agar tidak terbawa oleh juwata (naga, buaya, dan ikan), dan memulangkan makhluk gaib yang berkuasa di sungai kembali ke alamnya. Ia lalu mengembuskan kekuatan kepada anak yang telah disucikan dan memulangkan roh suci leluhur yang disebut ju'us aning kelulungan kembali ke tempatnya.

Begitulah balian palas bidan, yakni praktik ritual yang diselenggarakan untuk mengharmoniskan masa peralihan dan perubahan tahap hidup sejak anggota baru dalam keluarga lahir. Praktik balian palas bidan di satu tahapan daur hidup, yakni kelahiran anak. Balian palas bidan ditujukkan kepada Ju'us Tuha Allatalla sebagai ungkapan syukur, memohon keselamatan, kesejahteraan, kesehatan, terhindar dari bahaya, mimpi buruk, dan menghilangkan pertanda buruk. Praktik balian palas bidan mengilangkan pali (keadaan kotor/tidak suci) dengan menyucikan bayi, menahbiskan ibu yang baru melahirkan, dan membersihkan bidan/dokter/dukun beranak agar keadaan menjadi normal kembali, mikrokosmos, dan makrokosmos menjadi harmonis. Ritual berfungsi untuk memulihkan dan mengingatkan kembali ikatan seseorang dalam keluarganya.

Ritual ini dilaksanakan idealnya pada saat bayi baru lahir atau berusia satu tahun (meski kini jarang dilakukan), menjadi sistem keyakinan yang penting, menjadi pedoman, dipandang benar, dan sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan dalam setiap keluarga.

Balian palas bidan bersifat eksklusif, hanya dilaksanakan dalam satu keluarga inti yang memiliki pertautatan keturunan secara biologis. Transmisi pembentukan tradisi budaya tumbuh dan lahir dari lingkungan keluarga sebagai fondasi awal. Pewarisan nilai-nilai dan tradisi tidak bisa lepas dari sosok ibu.

Sosok perempuan sangat dihormati dalam etnik Dayak Lawangan yang paling banyak tinggal di Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Melalui perempuanlah generasi penerus dilahirkan dan diberikan pengayoman pengetahuan.

Etnik Dayak terbagi dalam berbagai kelompok dari 450 subsuku yang ada. Dayak Lawangan lebih banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Barito Timur, Barito Selatan, dan Barito Utara dengan jumlah penutur bahasa Lawangan diperkirakan 120 ribu orang.

Sistem kekerabatan etnik Dayak Lawangan berkembang berdasarkan hubungan darah berdasarkan prinsip keturunan ambilineal. Tiap-tiap keluarga tinggal dalam suatu ikatan keluarga batih yang terdiri atas orangtua, anak-anak, dan kerabat orangtua. Satu keluarga luas bisa terdiri atas dua atau tiga generasi keluarga.

Dalam komunitas Dayak Lawangan tidak ada perbedaan gender dalam pelaksanaan tugas, keawajiban, ataupun hak. Laki-laki ataupun perempuan memiliki kedududkan yang sederajat dan tanggung jawab yang sama terhadap leluhur ataupun terhadap kepemilikan harta keluarga, pelaksanan ritual, dan pemanfataan alam dikelola secara bersama-sama.

 

Proses ritual

Praktik balian palas bidan merupakan ritual yang sudah terpola dalam satu kesatuan holistis. Praktik balian palas bidan diselenggarakan pada malam hari sampai keesokan harinya (dua hari satu malam). Ritual dipimpin balian yang berperan sebagai pemangku ritual tersebut, didampingi Mandong Dayang sebagai pendamping yang membantu balian dan tokoh adat setempat yang dipandang sangat memahami sistem dan tata cara ritual.

Balian palas bidan terdiri atas tiga bagian upacara, yaitu pembukaan, upacara inti, dan penutup. Acara pembukaan berupa patuet balian, yaitu musyawah mufakat antara perwakilan keluarga, tokoh masyarakat, dan tokoh adat. Balian menyampaikan kesiapannya dan memohon bantuan pada hadirin untuk berpartisipasi memainkan alat musik sebagai pengiring ritual.

Setelah ritual selesai, bagian ketiga atau upacara penutup, yaitu ngebagi tembai temayen: pihak keluarga dan pemuka adat menyerahkan upah jasa (paleh temay termayen) kepada balian dan pendukung ritual (pengading), seperti ditulis Tardi Edung dalam jurnal Memahami Ritual Balian Palas Bidan Suku Dayak Lawangan di Ampah Kecamatan Dusun, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, 2019.

Sajen makanan yang dibutuhkan dalam ritual meliputi macam-macam wadai (kue), yakni 8 kue cucur, 8 kue wajik, sengkaruk, 8 kue tolongsong, gula merah 1 piring, 4—8 buah ketupat, 8 dodol putih, 8 dodol habang, 8 ketapak, dan 2 bane pulut. Dibutuhkan bambu berisi air yang diikat dengan tebu, anggrek hutan, tombak, batang-daun beyowo, daun komat untuk memandikan bayi, ban, kelelenoi, dan sewire.

Kebutuhan lain, di antaranya tangui (topi) dari daun kelapa, ayam berwarna putih, satu buah nenas dan satu ikat pisang, kote (kerak nasi), satu kelapa muda dipetik tidak boleh jatuh ke tanah, baskom diisi air, bawit jus, lidi dipasang benang dan mata kail dari cicin perak/imitasi putih, pelumpang diberi kelopak bunga paken, lapik loma untuk tempat duduk balian dan ibu bayi, pedupaan, wadah untuk membakar garu manyan (kemenyan), dan mayang sepon (busung pinang) sebagai tempat meletakkan bayi yang dilapisi unut bahalai (kain panjang/kain sarung).

Masih ada lagi. Daun beyowo (andong/cordyline fruticosa) yang dipercaya memiliki sifat sakral dan magis, tatungkal (tampung tawar), yakni air kelapa/air biasa yang diberi pewangi, dan mangkuk putih yang diisi beras, lilin menyala, taring beruang, rokok, patung kayu, 4 helai janur kelapa, dan sirih pinang. Semua sajen diambil sedikit diletakkan di dalam ancak kalangan. Ancak Kalanga, yaitu tempat yang terbuat dari bambu yang diayam dengan rotan dibetuk persegi empat, dan diberi tiang penyangga.

Esok hari, ritual diawali dengan nyiri nyiau pekenus tia yang mengambarkan proses memandikan bayi di depan pintu. Anak digendong sang ibu yang mengenakan tapih dan tangui dan duduk di lapik loma. Balian membaca doa, kemudian semua sajen ditumpahkan di atas tanguiMayang sepon dicelupkan ke dalam baskom yang berisi air biasa, air kelapa, dan air bambu (air yang berasal dari dalam bambu) dipercikan ke tangui (topi terbuat dari daun kelapa). Anak dan ibu seolah-olah seperti memancing, dengan pancil lidi dan mata pancing cicin perak. Ayam putih disembelih dan darahnya disiramkan di atas tangui ibu. Air dalam baskom digunakan untuk mandi bayi. Proses ini ialah menyucikan bayi agar segala kotoran larut dan hilang.

 

Integritas dan nilai

Balian palas bidan memiliki beberapa fungsi yang signifikan bagi masyarakat pendukungnya, salah satu di antaranya ialah memelihara integritas karena ritual ini menyatukan pelaku, penonton, dan keluarga yang menyelenggarakan ritual. Suku Dayak Lawangan juga memelihara nilai, norma yang mendorong pemahaman terhadap prinsip kehidupan untuk membangun harmoni. Nilai-nilai praktik balian palas bidan dapat menjadi kontrol dan pegangan bagi etnik Dayak Lawangan.

Terdapat makna religiositas yang kental dalam ritual ini, sebuah ekspresi kesalehan kepada Ju'us Tuha Allatalla, roh leluhur, roh alam, serta menjaga keseimbangan antara mikrokosmos dan makrokosmos. Ritual ini juga menciptakan harmoni antarmanusia, manusia dengan lingkungannya, dan manusia dengan Ju'us Tuha Allatalla.

Ritual ini juga menjadi identitas kelompok yang terbuka melampaui sekat agama. Menurut beberapa balian dan tokoh adat, balian palas bidan merupakan ritual agama Hindu Kaharingan, tetapi dilaksanakan pula oleh orang Dayak Lawangan yang beda agama. Beragama berbeda tidak menjadi penghalang untuk melaksanakan balian palas bidan karena semua satu keturuan orang Dayak Lawangan.

Namun, seiring waktu, ritual ini makin jarang dilakukan. Jumlah balian makin sedikit. Oleh karena itu, adanya balian yang ikhlas dan berkomitmen kerap membuat kagum sekaligus miris. Regenerasi tidak berjalan dengan baik. Berbagai faktor memengaruhi perubahan orientasi tersebut hingga membuat mereka menyesuaikan praktik ritual, meskipun terjadi pergulatan batin. Hal ini seperti yang disampaikan balian Ardiansyah, balian Kari, kepada penulis.

Adaptasi atau penyesuaian yang dilakukan, di antaranya tidak ada batasan usia anak, waktu pelaksanaan lebih singkat, dan para balian ‘merangkum’ mantra yang dituturkan pada saat proses ritual berlangsung. Meskipun demikian, tidak semua balian bersedia melakukannya, tergantung pada penanggap. Sebut saja balian Ririt yang menuturkan bahwa mantra ialah doa jadi tidak dapat dirangkum. Namun, balian Burhanudin dan balian Ardiansyah menyatakan sebaliknya. Modifikasi waktu dilakukan juga akibat dari jumlah balian yang terbatas. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya