Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
INDONESIA memiliki keragaman budaya yang telah dibungkus cukup lama dalam bingkai kebinekaan, yang berwujud kebudayaan Indonesia. Salah satu bentuk keragaman budaya itu ialah tradisi tale (nyanyian) keberangkatan haji pada masyarakat Kerinci di Provinsi Jambi.
Selain menjadi sarana bagi petale untuk menunjukkan kemampuan dalam bertale, acara pelepasan haji menjadi sarana untuk memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat. Calon jemaah beserta keluarga besar mereka memberikan ruang apresiasi bagi petale untuk menarasikan ungkapan perasaan mereka (calon jemaah) yang akan meninggalkan keluarga dan masyarakat dalam waktu yang cukup lama. Sementara itu, masyarakat dan para petale juga memiliki kewajiban untuk mengingatkan calon jemaah agar tidak meninggalkan rukun-rukun haji yang telah digariskan.
Depati Alimin (2006) dalam bukunya, Adat dan Budaya Daerah Kerinci, menguraikan beberapa jenis tale. Dia membaginya ke dalam beberapa jenis, yaitu tale arindau, tale ngihit pamung, tale mabeuk, tale ngirisek, dan tale keberangkatan haji. Tale keberangkatan haji ialah nyanyian yang diperuntukkan ritual keberangkatan haji dan termasuk ke dalam kategori tradisi lisan.
Tradisi lisan tidak hanya terdiri dari folklor, mite, dan legenda, tetapi juga berbagai hal yang menyangkut pengetahuan lokal, sejarah, hukum adat, lingkungan, alam semesta, dan pengobatan yang disampaikan dari generasi ke generasi melalui tuturan. Dari definisi tradisi itu, segala tindakan yang mengikat terjadinya sebuah pertunjukan tale keberangkatan haji menjadi bagian dari tradisi lisan. Misalnya, masak bersama dan upacara depati dan ninik mamak.
Tradisi tale hanya dilakukan pada musim haji karena muatan pesan yang terdapat pada liriknya yang menarasikan perjalanan panjang calon jemaah haji, mulai pencarian biaya keberangkatan hingga keberangkatan menuju Mekah. Perjalanan panjang menuju Mekah itulah yang menjadi awal kehadiran tradisi itu. Calon jemaah mesti berjalan kaki menuju Kota Padang untuk kemudian berangkat ke Malaka dengan menggunakan kapal laut. Bahkan pada sejarah awalnya, beberapa warga Kerinci memilih untuk merantau ke Malaka terlebih dahulu, dengan harapan dapat membantu biaya keberangkatan haji mereka.
Karena itu, tradisi tahunan itu dapat dikatakan belum terancam punah selagi masyarakat Kerinci masih memeluk agama Islam dan melaksanakan ibadah haji. Itulah yang kemudian menjadikan sistem pewarisan secara alamiah yang dibentuk sebuah konvensi lisan melekat pada setiap generasi yang ada di Kerinci.
Hidup dan matinya tradisi lisan bergantung pada penutur atau pembawa tradisi tersebut kepada masyarakat penerimanya. Apabila salah satu dari kedua kelompok itu tidak ada, dapatlah dipastikan kematian tradisi lisan. Bila beruntung, tradisi lisan tertentu yang sudah mati tersebut mungkin dapat ditemukan dalam bentuk rekamannya atau dalam bentuk transkripsi teks.
Upaya untuk menjaga keberadaaan tradisi lisan tale keberangkatan haji secara sederhana dilakukan masyarakat Kerinci dengan membuat rekaman pertunjukan. Hal itu merupakan salah satu bentuk yang dilakukan dalam upaya mendokumentasikan peristiwa kebudayaan yang dimiliki masyarakat Kerinci.
Proses ritual
Dalam tradisi tale keberangkatan haji, petale menggunakan kaidah penciptaan lisan yang dipersembahkan dan dibentuk dan disaksikan khalayak. Kelisanan dalam hal itu merupakan media utama penyampaian dan pewarisan sebuah tradisi lisan tersebut. Cerita-cerita yang disampaikan petale tidak dihafalkan turun-menurun, tetapi diciptakan secara spontan dan disesuaikan dengan minat pendengarnya, keadaan pembawaannya, dan waktu yang disediakan.
Dalam proses penciptaan tale, memori petale telah terbentuk melalui kebiasaan mendengar. Dengan keunikan tradisi itu, penelitian ini bertujuan menelaah prosesi adat, penampilan tale, formula yang dibuat penutur tale, dan model pewarisan yang menjadikan tradisi itu tetap ada pada setiap generasi.
Tradisi bertale di desa-desa yang ada di Kerinci dipengaruhi pesan yang disampaikan, dialek, dan cara pelaksanaan. Muatan tale juga dapat dipengaruhi kondisi alam yang ada di daerah mereka. Misalnya, desa yang penghasilan masyarakatnya dari bertani sawah dan berkebun cenderung menggunakan idiom-idiom yang berkenaan dengan hasil perkebunan mereka. Selain itu, perbedaan lainnya ialah adanya petale perempuan yang menguasai penampilan, sementara laki-laki sebatas menonton.
Pada beberapa desa, laki-laki dan perempuan justru berbalas tale. Pemberian kesempatan bertale dari perempuan ke laki-laki hanya dengan ungkapan 'alah gili kayo agi (sekarang giliran Anda lagi)' atau dengan cara merendahkan nada suara.
Keberadaan tradisi lisan tale keberangkatan haji diperkuat dengan adanya sebuah tradisi ngantu tuloh dan masak bersama. Tradisi ngantu tuloh itu berarti mengantarkan bantuan untuk persiapan upacara adat kepada keluarga jemaah haji yang akan berangkat. Bantuan itu berapa beras, minyak sayur, kelapa, dan beberapa kebutuhan lainnya.
Sesampai di rumah calon jemaah, kaum perempuan turut membantu menyiapkan segala bahan untuk dimasak. Tradisi itu akan meringankan beban keluarga jemaah untuk persiapan acara adat. Selain itu, itu menjadi sarana untuk mengasah kemampuan petale muda dalam mengingat beberapa bait tale. Pada kesempatan itu petale menuturkan beberapa bait tale yang berkenaan dengan nilai-nilai kebersamaan.
Prosesi adat
Prosesi adat dalam tradisi keberangkatan haji di Kerinci disebut dengan acara magih tau dipati ninik mamak. Hal itu berarti memberi tahu depati dan ninik mamak. Depati dalam sistem kemasyarakatan berkedudukan sebagai pemegang hukum dan undang. Segala ketentuan yang diambil depati merupakan ketentuan yang sudah disesuaikannya dengan hukum agama.
Ketentuan itu pun berlaku bagi depati sehingga jika depati berbuat salah, dia pun dihukum dengan aturan yang ada. Dalam pepatah adat disebut titin tepasah dititai, bajeu dijeet dipake, jalih tubuntih ditempoh, ksak displeh, klah ditrah (titian terpasang dititi, baju dijahit dipakai, jalan terbentang dilewati, gelap diterangkan), artinya adalah depati harus menjalankan hukum dan undang-undang yang telah dibuat.
Selain depati, dalam sistem kemasyarakatan ninik mamak menjadi seseorang yang menasehati, mengatur, dan mengarahkan. Dalam prapatuh adik (pepatah adat) disebut sku ninik mamak menyusang, kusak munyulse, khok mejernih, nguluwa ku pagei masok ku ptah … (pusaka ninik mamak menyusun yang kusut, menjernihkan yang keruh, mengeluarkan pagi, dan memasukkan sore). Ninik mamak memegang tanggung jawab untuk meyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah kemasyarakatan sehingga sebelum menjadi ninik mamak, dia terlebih dahulu dinobatkan menjadi depati. Yang menjadi ninik mamak ialah orang-orang yang telah menjadi depati.
Depati dan ninik mamak dalam upacara keberangkatan haji memiliki peran memberitahukan anggota masyarakat mereka atas niat salah satu warga mereka untuk melaksanakan ibadah haji. Ninik mamak, sebagai pengajun pengarah, membantu untuk menyiapkan segala sesuatu yang berkenaan dengan persiapan menjelang keberangkatan haji bagi warga.
Setelah penyampaian maksud (perno) tuan rumah, secara adat calon jemaah sudah memberitahukan kepada masyarakat keberangkatan mereka. Acara kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Pemuka adat akan langsung menikmati hidangan yang sudah tersedia, sementara para tamu ditempatkan di halaman rumah mereka. Calon jemaah pun turut serta dalam makan bersama itu yang kemudian dilanjutkan dengan acara bersalaman.
Tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi itu akan menjadi berarti jika diiringi dengan pemberian pemahaman tentang falsafah tradisi yang dimiliki. Hal itu bertujuan memberikan pengetahuan secara lebih jauh tentang tradisi yang ada, tradisi masyarakat menjadi aturan dan norma-norma yang berlaku dan diikuti masyarakat mereka. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved