Yogyakarta Menjadi Kampung Gerakan Sekolah Menyenangkan

Media Indonesia
05/12/2023 17:35
Yogyakarta Menjadi Kampung Gerakan Sekolah Menyenangkan
Workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan di Aula SMKN 6 Yogyakarta, Senin (4/12).(Ist)

KOTA Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar, faktanya masih menimbun berbagai persoalan dalam realitas pendidikannya. Banyak sekolah di pinggiran Yogyakarta menghadapi permasalahan yang jarang diperhatikan oleh pemerintah setempat, terutama yaitu pada sekolah non-RTO (Real Time Online) yang membuka pendaftaran setelah sekolah-sekolah lain selesai menyelenggarakan PPDB online sehingga berpotensi mendapatkan murid-murid buangan yang sudah tidak diterima sekolah-sekolah lain. 

Dalam upaya merespons keresahan tersebut, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengumpulkan guru-guru dari sekolah non-RTO di Yogyakarta untuk memantik perubahan dengan mengadakan workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan 'Meraih Meraki di Kota Yogyakarta'. Acara ini dilaksanakan pada Senin (4/12) di Aula SMKN 6 Yogyakarta dengan dihadiri sekitar 120 guru dari kurang lebih 50 sekolah non-RTO Kota Yogyakarta. 

Audiens disambut dengan disuguhkan penayangan video pencegahan dan penanganan kasus perundungan di sekolah dasar. Acara pun dilanjutkan dengan sesi materi yang disampaikan oleh Founder GSM sekaligus dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Muhammad Nur Rizal. 

Rizal memulai pemaparannya dengan menunjukan bagaimana realitas ini sungguh tidak adil bagi kaum yang termarjinalkan. Rizal memaparkan terkait kemajuan teknologi saat ini, seperti Elon Musk, pendiri SpaceX, menyatakan bahwa dalam kurun lima tahun lagi manusia bisa berkunjung ke planet Mars. Akan tetapi, di sisi lain terlihat kesenjangan yang semakin menguak ke permukaan karena pada akhirnya hanya orang-orang yang mempunyai sumber kapita tinggi yang bisa menikmati berbagai inovasi itu. 

Rizal kemudian mengajukan pertanyaan kepada audiens. "Kira-kira siapa yang akan menikmati kemajuan-kemajuan tersebut? Tentu saja orang-orang yang bisa menikmatinya adalah masyarakat dari kelas atas yang mampu berpikir kritis dan memiliki sumber kapita yang tinggi. Lalu bagaimana caranya masyarakat dari kelas bawah bisa menang? Caranya ialah dengan menumbuhkan kebahagiaan dalam berbagai aspek termasuk pendidikan." 

"Kebahagiaan ini yang luput dari pendidikan kita. Data yang ditemukan di lapangan menunjukkan angka hampir 87% dari mereka tidak lulus SD hingga SMA dan bahkan hanya 13% saja yang bisa lulus D3 hingga sarjana. Salah satu cara untuk mengubah topografi tersebut adalah dengan menjadikan sekolah-sekolah non-RTO yang terabaikan menjadi sekolah yang menyenangkan untuk belajar," ujar Rizal. 


Baca juga: IELTSpresso Permudah Raih Beasiswa Kuliah di Luar Negeri


Oleh karena itu, salah satu sorotan utama acara ini ialah pemaparan mengenai peran guru dalam membangun suasana kelas yang menyenangkan bagi siswa sehingga mereka merasa senang dan dihargai di sekolah. Suasana itu diharapkan dapat mengurangi kasus perundungan, kekerasan, ketidak-aktifan di sekolah, dan perilaku tidak baik lainnya yang menjadi persoalan utama pada sekolah-sekolah non-RTO.
 
Rizal mencoba memberikan perbandingan dengan memaparkan kondisi sekolah di Australia. "Ciri sekolah di Australia, apabila guru bertanya sontak para siswa berebut untuk menjawab," ungkapnya. 

Dipaparkan oleh Rizal bahwa cara menjadi guru yang baik salah satunya adalah dengan menjadi guru yang tidak hanya mengajarkan teori, tetapi membangun pembelajaran yang bersikap reflektif dan inventif. Guru bisa melakukan proses pembelajaran dengan mengajak para siswa berdialog, tidak hanya mengajarkan teori-teori yang tertulis dalam buku pelajaran saja. 

Rizal menutup pemaparannya dengan harapan bahwa akan terlahir perubahan pendidikan dari sekolah pinggiran. "Walaupun dari sekolah yang dicap tertinggal, kita harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk bermimpi dan memiliki masa depan yang baik," katanya. 

Para guru SD dari sekolah-sekolah pinggiran di Yogyakarta yang datang ke workshop terlihat sangat antusias untuk mengikuti kegiatan ini. Beberapa dari mereka dengan sukarela menyampaikan pengalaman dalam melaksanakan kegiatan belajar yang menyenangkan di sekolah mereka dan apa saja tantangan yang mereka hadapi selama ini. 

Guru-guru tersebut bahkan meminta agar kegiatan ini tidak hanya berhenti di workshop saja, tetapi mengharapkan cara untuk menjaga perubahan ke arah kebaikan ini terus berlanjut sehingga tercetuslah keinginan mereka untuk mendirikan komunitas belajar GSM yang lebih luas dengan melibatkan lebih banyak guru. 

Tak hanya itu, beberapa peserta khususnya kepada sekolah memiliki keinginan untuk menjadikan Yogyakarta menjadi Kampung GSM, yaitu kampung di mana sekolah-sekolah non-RTO bertransformasi menjadi sekolah dengan lingkungan belajar berskala internasional sehingga anak-anak dari keluarga miskin dapat menikmati sekolah ala luar negeri. (RO/I-1)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya